ASEAN butuh 185 miliar dollar AS hingga 210 miliar dollar AS untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Lewat forum ASEAN-Indo Pacific (AIPF), negara-negara kawasan berburu peluang investasi dan pendanaan hijau.
Oleh
AGNES THEODORA,
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Negara-negara Asia Tenggara masih menghadapi tantangan kesenjangan pembiayaan untuk mengembangkan infrastruktur hijau. Forum ASEAN-Indo Pasifik (AIPF) yang pertama kali digagas Indonesia dalam keketuaan ASEAN tahun ini menarik minat negara-negara mitra di luar kawasan untuk berinvestasi di sektor tersebut.
Menurut estimasi kajian Bank Pembangunan Asia (ADB), negara-negara ASEAN membutuhkan total dana investasi sekitar 2,8 triliun dollar AS sampai 3,1 triliun dollar AS hingga tahun 2030 untuk pengembangan infrastruktur. Artinya, setiap tahun, dibutuhkan 184 miliar dollar AS sampai 210 miliar dollar AS untuk membiayai pembangunan infrastruktur di Asia Tenggara.
Angka itu belum termasuk biaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan infrastruktur hijau serta membenahi infrastruktur yang sudah ada untuk menyikapi risiko bencana alam dan perubahan iklim yang rawan menerpa negara-negara ASEAN.
Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun ini mengusung Forum ASEAN-Indo Pasifik (AIPF) untuk menutup kesenjangan pembiayaan itu. Lewat berbagai sesi diskusi kepala negara (leaders’ talk) dan temu bisnis (business matching) selama dua hari, minat investasi dari sejumlah negara di ASEAN dan luar kawasan berhasil dikumpulkan meski realisasinya masih perlu ditindaklanjuti.
Pada hari terakhir perhelatan AIPF, Rabu (6/9/2023), Wakil Menteri Luar Negeri Pahala Mansury mengatakan, negara mitra di luar kawasan ASEAN menyatakan ketertarikan mereka untuk berinvestasi mendanai proyek infrastruktur hijau dan pengembangan energi bersih di negara-negara ASEAN, yang mayoritas berstatus negara berkembang.
Dari total 93 tawaran proyek kerja sama senilai 38,2 miliar dollar AS, mayoritas proyek berasal dari Indonesia dengan nilai di atas 32 miliar dollar AS. Sisanya merupakan proyek-proyek yang ditawarkan oleh negara lain di kawasan. Adapun forum temu bisnis di AIPF itu melibatkan 2.000 peserta dari sektor publik dan swasta dari 51 negara.
”Meski belum bisa difinalkan dalam pertemuan hari ini, kita harapkan business matching itu bisa meningkatkan kerja sama dan pemahaman oleh masing-masing negara,” kata Pahala dalam konferensi pers seusai penutupan forum AIPF di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta.
Negara mitra di luar kawasan ASEAN menyatakan ketertarikan mereka untuk berinvestasi mendanai proyek infrastruktur hijau.
Lima fokus
Indonesia membutuhkan pengembangan infrastruktur hijau untuk mengejar target pengurangan emisi hingga 31,9 persen pada 2030 dengan kapasitas sendiri serta 43,2 persen dengan dukungan internasional. Ada lima fokus pengembangan infrastruktur hijau yang dikejar pemerintah dan membutuhkan dukungan dari negara lain di ASEAN dan luar kawasan.
Pertama, peningkatan kapasitas energi terbarukan di dalam negeri dengan mengandalkan potensi sebesar 22 gigawatt tenaga panas bumi, 75 gigawatt tenaga air, 6,6 gigawatt tenaga surya dan biomassa, serta 60,6 gigawatt tenaga angin. Kedua, pengembangan bahan bakar terbarukan, seperti biofuel, biomassa, dan molekul hijau lainnya, seperti hidrogen hijau.
Ketiga, pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Sebagai negara yang memasok hingga 26 persen cadangan nikel dunia, Indonesia memiliki rencana ambisius untuk memproduksi baterai listrik dengan kapasitas hingga lebih dari 140 gigawatt per jam (GWh) pada 2030. ”Potensi di kawasan menjanjikan karena Filipina juga memiliki cadangan nikel signifikan," ujar Pahala.
Keempat, menghubungkan kluster industri hijau di kawasan serta mendorong kapasitas industri hijau itu melalui pembangunan sistem logistik hijau yang ramah lingkungan. ”Kita tahu ASEAN memiliki ambisi untuk menjadi bagian dari rantai pasok kendaraan listrik global. Untuk membangun ekosistem di kawasan yang bisa menyuplai kebutuhan global, kita harus menghubungkan kluster industri hijau kita,” ujarnya.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rosan Roeslani mengatakan, salah satu proyek yang paling banyak menarik minat dalam temu bisnis AIPF adalah pengembangan energi terbarukan dan dekarbonisasi untuk mendorong negara ASEAN bergeser dari penggunaan energi fosil.
Hal itu juga terlihat dari minat investasi yang cukup tinggi dari negara-negara mitra untuk pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik di kawasan. Indonesia sedang menjajaki tiga proyek untuk memperkuat ekosistem kendaraan listrik di dalam negeri.
”Salah satunya, penjajakan MIND ID dengan LG dari Korea Selatan untuk pengembangan ekosistem kendaraan listrik yang terintegrasi,” kata Rosan.
Berminat
Minat negara mitra di luar kawasan untuk berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur hijau di ASEAN tampak dalam sesi diskusi kepala negara di AIPF. Ketertarikan itu disampaikan oleh tiga kepala negara yang hadir, yakni Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, dan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau.
Anthony mengatakan, Australia perlu meningkatkan kemitraan ekonomi yang lebih kuat dengan ASEAN. Apalagi, pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN berjalan begitu cepat dalam beberapa tahun terakhir.
Potensi pengembangan ekosistem kendaraan listrik di kawasan menjanjikan karena Filipina juga memiliki cadangan nikel signifikan.
Pada tahun 2022, perdagangan dengan ASEAN menduduki hampir 15 persen dari total perdagangan luar negeri Australia, lebih besar dibandingkan hubungan perdagangan Australia dengan Jepang dan Amerika Serikat.
”Namun, Australia belum bisa mengikuti pesatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN. Oleh karena itu, Australia perlu menjadi mitra dagang dan investasi yang lebih besar lagi untuk kawasan,” katanya.
Ia menilai, banyak peluang investasi signifikan yang bisa dimaksimalkan oleh Australia, khususnya dalam hal pembangunan infrastruktur hijau dan transisi energi bersih di ASEAN.
Dalam kesempatan itu, ia pun mengumumkan komitmen Australia menginvestasikan 95,4 juta dollar AS untuk mendukung tiga proyek inisiatif pembangunan infrastruktur hijau di ASEAN. Komitmen itu akan disusul dengan pembentukan tim negosiasi yang bertugas menyusun daftar kerangka proyek potensi investasi.
”Kami akan membentuk tim negosiasi di ASEAN dan meminta pendapat dari sektor publik dan swasta kami untuk mengidentifikasi kesempatan investasi apa saja yang kira-kira menarik,” kata Anthony.