Peluang Pemulihan Perdagangan Dunia Terbatas, ”Penyakit” Lama RI Kambuh Lagi
WTO menyebutkan peluang pemulihan perdagangan dunia hingga akhir tahun ini terbatas. Di sisi lain, ”penyakit” lama Indonesia mulai kambuh lagi.
JAKARTA, KOMPAS — Peluang pemulihan perdagangan dunia hingga akhir tahun ini terbatas. Namun, target pertumbuhan perdagangan dunia sebesar 1,7 persen masih dapat dicapai jika pertumbuhan perdagangan meningkat pada paruh kedua tahun ini.
Hal itu mengemuka dalam laporan Barometer Perdagangan Barang yang dirilis Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Kamis (24/8/2023). Barometer atau indeks volume perdagangan barang dunia pada Agustus 2023 sebesar 99,1.
Meskipun membaik dari barometer pada Mei 2023 yang sebesar 95,6, indeks tersebut masih di bawah ambang batas 100. Hal itu mengindikasikan perdagangan mulai sedikit memulih, tetapi masih terbatas.
Mayoritas komponen indeks, seperti permintaan ekspor, pelayaran peti kemas, kargo udara, dan bahan baku masih berada di bawah 100. Hanya komponen produk otomotif yang trennya tumbuh dengan indeks 110,8. Adapun indeks komponen elektrik justru berada di bawah tren, yakni 91,5.
Baca juga: Menghadapi Perlambatan Ekonomi
Secara umum, volume perdagangan barang telah turun sebesar 1 persen secara tahunan. Jika dibandingkan antara triwulan II-2023 dan triwulan I-2023, volume itu turun 0,3 persen. Hal itu memperpanjang penurunan yang dimulai pada triwulan IV-2022.
WTO menyebutkan faktor penyebabnya adalah permintaan global masih lemah dan terbebani lesunya pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju, termasuk Uni Eropa dan China. Selain itu, konflik di Ukraina yang masih berlanjut hingga kini turut memengaruhi perlambatan permintaan.
”Pada April 2023, WTO memproyeksikan perdagangan dunia tahun ini bisa tumbuh 1,7 persen. Namun, target tersebut masih dapat dicapai jika pertumbuhan perdagangan meningkat pada paruh kedua tahun ini," sebut laporan itu.
Kondisi perdagangan dunia itu tecermin dalam neraca perdagangan dan transaksi berjalan Indonesia. Surplus neraca perdagangan RI semakin susut, sehingga turut berkontribusi terhadap defisit neraca transaksi berjalan. Neraca transaksi berjalan merupakan neraca yang mencakup perdagangan barang dan jasa, penghasilan, serta transfer berjalan.
Pada April 2023, WTO memproyeksikan perdagangan dunia tahun ini bisa tumbuh 1,7 persen. Namun, target tersebut masih dapat dicapai jika pertumbuhan perdagangan meningkat pada paruh kedua tahun ini.
Baca juga: Produk Hilirisasi Topang Kinerja Positif Ekspor
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan RI surplus 1,31 miliar dollar AS. Meskipun telah membukukan surplus selama 39 bulan berturut-turut sejak Mei 2020, surplus itu kian mengecil. Per Juli 2023, surplus neraca perdagangan itu turun 2,24 persen secara bulanan dan 2,82 persen secara tahunan.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) mencatat, neraca transaksi berjalan Indonesia pada triwulan II-2023 defisit 1,9 miliar dollar AS atau sebesar 0,5 persen dari produk domestik bruto (PDB). Pada triwulan I-2023, neraca transaksi berjalan tersebut masih surplus sebesar 3 miliar dollar AS atau 0,9 persen dari PDB.
Neraca transaksi berjalan itu mulai berbalik arah ke defisit sejak membukukan surplus pada 2021 dan 2022. Total surplus neraca transaksi berjalan pada 2021 sebesar 3,51 miliar dollar AS dan pada 2022 sebesar 12,67 dollar AS miliar dollar AS.
”Transaksi berjalan mencatat defisit rendah di tengah kondisi penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi global serta berlanjutnya perbaikan ekonomi domestik,” kata Direktur Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono melalui siaran pers.
”Penyakit” lama
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, Jumat (25/8/2023), mengatakan, permintaan global, khususnya dari dua negara ekonomi besar dunia, yakni China dan Amerika Serikat, masih lemah. Hal itu menyebabkan perdagangan global akan tumbuh lambat hingga akhir tahun ini bahkan tahun depan.
Ekonomi China pada tahun ini diperkirakan tumbuh 5,2 persen dan bakal turun menjadi 4,5 persen pada tahun depan. Begitu juga dengan ekonomi AS yang diproyeksikan tumbuh 1,8 persen pada 2023 dan 1 persen pada 2024.
”Pelemahan permintaan dan penurunan harga komoditas bakal membuat surplus neraca perdagangan Indonesia semakin mengecil. Neraca dagang Indonesia bahkan berpotensi defisit jika impornya terus melonjak seiring dengan membaiknya ekonomi domestik,” tuturnya ketika dihubungi dari Jakarta.
Menurut Faisal, pada triwulan II-2023, penurunan surplus neraca perdagangan itu menjadi salah satu kontributor defisit neraca transaksi berjalan. Namun, defisit transaksi berjalan itu masih belum sebesar defisit pada 2018 yang mencapai 31,06 miliar dollar AS atau 2,9 persen dari PDB.
Baca juga: Surplus Neraca Perdagangan RI Pelan-pelan Bisa Tergerus
Meski begitu, defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan II-2023 itu menunjukkan neraca transaksi berjalan Indonesia mulai memasuki fase normal atau kondisi di mana Indonesia selalu mengalami defisit transaksi berjalan. Surplus neraca transaksi berjalan yang terjadi pada 2021 dan 2022 tidak terlepas dari kenaikan harga komoditas global, serta penurunan jasa perjalanan dan angkutan laut ekspor-impor.
”Sebelum 2021 dan 2022, neraca transaksi berjalan RI selalu defisit. Hal itu terjadi karena surplus neraca perdagangan barang tidak mampu mengimbangi defisit neraca perdagangan jasa,” katanya.
Faisal menambahkan, penyumbang defisit neraca perdagangan jasa, antara lain, jasa perjalanan dan angkutan laut ekspor-impor. Selama ini, Indonesia tidak memiliki kapal-kapal peti kemas besar untuk ekspor dan impor sehingga bergantung pada kapal-kapal milik negara lain.
Sebelum 2021 dan 2022, neraca transaksi berjalan RI selalu defisit. Ini merupakan penyakit lama. Persoalan struktural dan fundamental tidak pernah dibenahi dengan baik.
Berdasarkan data BI, nilai neraca transaksi jasa transportasi barang selalu defisit, termasuk pada 2021 dan 2022. Defisit neraca transaksi jasa transportasi barang pada 2021 dan 2022 masing-masing sebesar 6,24 miliar dollar AS dan 7,32 miliar dollar AS. Begitu juga pada triwulan I-2023 dan triwulan II-2023, defisitnya masing-masing sebesar 2,35 miliar dollar AS dan 2,04 miliar dollar AS.
”Ini merupakan penyakit lama. Persoalan struktural dan fundamental tidak pernah dibenahi dengan baik. Selama ini, Indonesia tidak pernah memiliki peredam yang mampu menekan defisit neraca perdagangan jasa,” kata Faisal.
Faisal memproyeksikan neraca transaksi berjalan RI bakal defisit hingga akhir tahun ini. Defisit tersebut diperkirakan sebesar 5-6 miliar dollar AS.
Baca juga: Era Harga Tinggi Komoditas Global Diprediksi Berakhir