Konsumsi rumah tangga menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, kondisi sebagian masyarakat yang cenderung menahan belanja perlu diwaspadai.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2023, sejumlah masyarakat justru menahan belanja dan memilih alternatif barang lain dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini mengakibatkan sektor ritel mengalami gejolak yang ditandai dengan perlambatan pertumbuhan pada periode Januari-Juni 2023.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik, produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada triwulan II-2023 tumbuh 5,17 persen secara tahunan. Pertumbuhan ini terutama ditopang konsumsi rumah tangga sebesar 53,57 persen yang selama triwulan II-2023 tercatat tumbuh 5,23 persen secara tahunan.
Di tengah laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga itu, sebagian masyarakat justru menahan belanjanya dan mencari substitusi barang konsumsi sehari-hari. Dwi Pamungkas (24), mekanik di salah satu instansi pendidikan di Jakarta, menuturkan, meski penghasilan meningkat seiring dengan naiknya harga bahan kebutuhan pokok, alokasi pengeluarannya untuk kebutuhan sehari-hari tetap dijaga.
”Sekarang ini sebisa mungkin berhemat karena gaji pas-pasan. Kenaikan gaji tidak seberapa, tetapi harga kebutuhan sehari-hari terus naik, belum lagi (belanja) bensin. Jadi, lebih sering masak sendiri dan mencari promo-promo biar hemat,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta.
Sama seperti Dwi, Bonaventura Gradiyanto (25), karyawan swasta di Jakarta, juga tengah menekan pengeluaran bulanannya. Jika biasanya ia berbelanja rutin dalam sebulan sekali, kini belanja bulanan itu dilakukan dalam dua bulan sekali dengan tetap memperhitungkan promosi, diskon, ataupun nilai ekonomi dari kuantitas yang diberikan.
Di sisi lain, Survei Konsumen Juli 2023 yang dilakukan oleh Bank Indonesia menunjukkan, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Juli 2023 yang berada pada level 123,5 poin atau masih terjaga dalam zona optimistis. Lebih lanjut, rasio konsumsi terhadap pendapatan pada Juli 2023 juga relatif stabil.
Rata-rata proporsi pendapatan konsumen untuk konsumsi atau rasio antara konsumsi total dan pendapatan pribadi yang dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari setelah dikurangi pajak langsung (APC) pada Juli 2023 tercatat 75,5 persen atau turun dibandingkan Juni 2023 sebesar 75,7 persen. Berdasarkan kelompok pengeluarannya, rata-rata porsi konsumsi terhadap pendapatan menurun pada hampir seluruh kategori pengeluaran, yakni kelompok dengan pengeluaran rata-rata Rp 3,1 juta-Rp 4 juta; Rp 4,1 juta-Rp 5 juta; dan lebih dari Rp 5 juta meningkat.
Laju pertumbuhan belanja masyarakat ini salah satunya didorong oleh penggunaan dana tabungan. Dwi dan Bonaventura mengaku kerap terpaksa mengambil pundi-pundi tabungannya guna menyambung hidup. Menurut Gradiyanto, dana tabungan yang telah dialokasikan begitu menerima gaji kerap diambilnya menjelang akhir bulan.
”Kalau sudah kepepet, mau tidak mau ambil tabungan. Sering terjadi waktu mendekati tanggal gajian uang di dompet sudah tipis, tetapi setiap hari ada saja pengeluarannya,” ujarnya.
Kondisi ritel sekarang ini rasa-rasanya sedang tidak baik-baik saja. Selain ada perubahan perilaku konsumen, peritel juga tidak mengikuti perkembangan kondisi pasar. Kemudian, ketidakpastian global turut membuat masyarakat cenderung wait and see, terlebih tahun ini memasuki tahun politik. Itu harus kita akui.
Sebelumnya, Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono menuturkan, kenaikan belanja masyarakat kelompok bawah cenderung ditopang oleh tabungan. Hal ini terlihat dari tingkat dana pihak ketiga (DPK) atau dana tabungan kelompok masyarakat bawah sebesar 83,0 atau menyentuh level terendah sejak Januari 2022 seiring dengan laju pertumbuhan konsumsi (Kompas.id, 23/8/2023).
Berdasarkan data MSI, laju konsumsi masyarakat kelompok bawah dengan rata-rata saldo tabungan di bawah Rp 1 juta per Juli 2023 tumbuh 66,2 persen secara tahunan. Pertumbuhan ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan belanja masyarakat kelompok menengah dengan saldo tabungan Rp 1 juta-Rp 10 juta yang tumbuh 35,96 persen secara tahunan dan kelompok atas dengan saldo tabungan di atas Rp 10 juta.
Secara tidak langsung, perubahan pola konsumsi masyarakat yang dalam hal ini cenderung menahan belanja berimbas terhadap sektor ritel. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) melaporkan, pertumbuhan sektor ritel yang meliputi 68 kategori di Indonesia pada semester I-2023 tercatat 3,2 persen atau turun dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama sebesar 10,5 persen.
Tampak berbagai jenis beras kemasan di pasar ritel modern di Karang Tengah, Kota Tangerang, Banten, Rabu (26/7/2023). Konsumsi masyarakat masih menjadi roda penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Ketua Aprindo Roy Nicholas Mandey, Jumat (18/8/2023) pekan lalu, mengatakan, sektor ritel memberikan kontribusi terbesar dalam konsumsi rumah tangga, yakni hampir 45 persen. Namun, pertumbuhan sektor ritel yang melambat ini menjadi keprihatinan para pelaku ritel.
”Kondisi ritel sekarang ini rasa-rasanya sedang tidak baik-baik saja. Selain ada perubahan perilaku konsumen, peritel juga tidak mengikuti perkembangan kondisi pasar. Kemudian, ketidakpastian global turut membuat masyarakat cenderung wait and see, terlebih tahun ini memasuki tahun politik. Itu harus kita akui,” ujarnya dalam bincang media.
Meski pertumbuhannya melambat, nilai transaksi sektor ritel pada semester I-2023 naik menjadi 6,0 persen dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama, yakni 4,5 persen. Sementara itu, volume transaksi justru menurun dari 6,0 persen pada semester I-2022 menjadi negatif 2,8 persen pada semester I-2023.
Menurut Roy, turunnya tingkat volume transaksi tersebut menggambarkan pola konsumsi masyarakat yang cenderung melakukan substitusi barang akibat fluktuasi harga. Hal ini bertolak belakang dengan laju inflasi yang masih tetap terjaga dan dan laju pertumbuhan ekonomi yang positif.
”Memang ini bisa dibilang anomali atau perilaku konsumen berubah. Lalu, peritelnya banyak yang belum berubah padahali kekinian itu menjadi hal yang penting, yakni mengadopsi teknologi. Penjualan tidak hanya di toko, tetapi juga lewat berbagai cara, seperti media sosial, Whatsapp Marketing, e-katalog,” lanjutnya.