Tudingan dan kebijakan yang menekan ekspor Indonesia ke UE itu berakar pada harga minyak rapeseed dan bunga matahari yang diproduksi sejumlah negara anggota UE lebih mahal hingga 5 kali lipat dibandingkan kelapa sawit.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Dalam pertemuan antara ASEAN dan Uni Eropa atau UE, Indonesia meminta kebijakan yang menyangkut perdagangan internasional tidak bias dan tak subyektif. Pernyataan itu dilatarbelakangi oleh sejumlah kebijakan UE yang berpotensi menekan ekspor komoditas dan produk unggulan negara-negara anggota ASEAN.
Pertemuan konsultasi antara menteri-menteri ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Ministers’/AEM) dan Komisi Perdagangan UE ke-19 merupakan salah satu mata acara AEM Meeting ke-55 di Semarang, Jawa Tengah, Minggu (20/8/2023). Kementerian Perdagangan menghelat AEM Meeting ke-55 sepanjang 17-22 Agustus 2023 dalam rangka keketuaan Indonesia di ASEAN. EU Senior Economic Official Christophe Kiener menjadi salah satu anggota delegasi UE dalam pertemuan konsultasi itu.
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga, yang turut memimpin delegasi RI dalam pertemuan konsultasi, menyatakan, Indonesia memandang pentingnya prinsip keadilan dalam perdagangan global yang obyektif dan tidak bias.
”Tidak hanya dalam forum bilateral, di forum seperti tadi (konsultasi dengan UE), kita juga sampaikan perlu ada keberimbangan dan pinsip-prinsip yang obyektif serta memberikan keadilan dan kesetaraan dalam definisi-definisi kebijakan. Definisi kebijakan itu harus ditujukan untuk semua pihak. Jangan ada kepentingan-kepentingan sepihak yang diklaim (secara bersama). Pada dasarnya, kita ingin mencerminkan kerja sama yang strategis dan resiprokal,” ujar Jerry saat ditemui di sela rangkaian acara AEM Meeting ke-55 di Semarang, Minggu (20/8/2023).
Indonesia memandang pentingnya prinsip keadilan dalam perdagangan global yang obyektif dan tidak bias.
Dia memaparkan, pernyataan itu mengacu pada sejumlah kebijakan UE yang berpotensi menekan ekspor komoditas unggulan negara-negara anggota ASEAN yang memiliki sejumlah kemiripan, seperti kelapa sawit, kakao, kopi, kayu, dan produk turunannya. Contohnya, kebijakan Regulasi Antideforestasi UE (EUDR) dan penyesuaian batas karbon (carbon border adjustment measure/CBAM).
Secara spesifik, UE juga memberlakukan hambatan nontarif tak hanya dalam bentuk kebijakan, tetapi juga tudingan yang ditujukan pada salah satu negara, seperti Indonesia. Pada 16 Agustus 2023, Komisi Eropa memulai investigasi dugaan circumvention terhadap biodiesel Indonesia yang diekspor melalui China kemudian ke Inggris serta berujung ke UE demi menghindari pengenaan bea masuk.
Menyikapi tuduhan itu, Jerry mengatakan, Kementerian Perdagangan sedang menyusun tim dan berkoordinasi dengan sejumlah kementerian/lembaga untuk meninjau industri biodiesel secara komprehensif. Selain itu, Indonesia juga akan mempertanyakan objyektivitas UE dalam tudingan tersebut.
Adapun berdasarkan penelusuran Kompas, Badan Pusat Statistik (BPS) mendata, volume ekspor biodiesel Indonesia ke China sebesar 660.337,21 ton (2018), 606.779,27 ton (2019), 8.200 ton (2020), 86.329,6 ton (2021), dan 231.731,08 ton (2022). Menurut statistik perdagangan UE, total ekspor biodiesel Inggris ke UE sebanyak 286.226,38 ton (2018), 554.395,35 ton (2019), 0 (2020), 363.156,33 ton (2021), dan 387.759,56 (2022).
Menurut Jerry, persoalan biodiesel termasuk dalam rangkaian isu kesetaraan perdagangan antara Indonesia dan UE setelah kasus minyak kelapa sawit mentah, nikel, baja nirkarat, serta kebijakan EUDR. Peraturan yang UE susun kerap berdasarkan argumen subyektif, bias, menguntungkan diri sendiri, sekaligus merugikan negara lain.
Dia berpendapat, tudingan dan kebijakan yang menekan ekspor Indonesia ke UE itu berakar pada harga minyak rapeseed dan bunga matahari yang diproduksi oleh sejumlah negara anggota lebih mahal hingga lima kali lipat dibandingkan minyak kelapa sawit. Oleh sebab itu, UE mendapatkan tekanan untuk memproteksi produk mereka.
Sepanjang Januari-Juli 2023, data BPS menunjukkan, nilai ekspor nonmigas Indonesia ke UE mencapai 10,03 miliar dollar AS atau merosot 17,45 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Di sisi lain, nilai impornya melonjak 33,56 persen menjadi 8,43 miliar dollar AS pada periode tersebut.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono khawatir dengan dampak kebijakan yang diterapkan UE terhadap perdagangan internasional. ”Kebijakan tersebut menimbulkan hambatan (dagang) yang tidak perlu sekaligus konsekuensi yang tidak diinginkan, namun merugikan (negara lain),” katanya.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sekaligus Ketua ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) Arsjad Rasjid menyatakan, pelaku bisnis di ASEAN pun menyoroti kebijakan UE yang berorientasi pada lingkungan. Menurut dia, kemitraan antara UE dan ASEAN harus inklusif, kolaboratif, dan menghargai perbedaan perspektif.