Pemerintah Evaluasi Kebijakan Bebas Visa untuk 159 Negara
Evaluasi kebijakan bebas visa kunjungan untuk 159 negara akan berlangsung selama satu bulan. Sementara izin tinggal jangka panjang atau ”golden visa” akan segera direalisasikan.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah pernah menerapkan kebijakan bebas visa di masa sebelum pandemi Covid-19, pemerintah kembali mengevaluasi kebijakan ini. Pertimbangan resiprositas, kemanfaatan, dan keamanan jadi kriteria pemberian kebijakan.
Presiden Joko Widodo memimpin rapat tertutup terkait kebijakan bebas visa di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (1/8/2023). Hadir dalam rapat yang dimulai pukul 11.00 tersebut antara lain Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.
Kebijakan bebas visa atau bebas visa kunjungan (visa on arrival) awalnya diberikan pada tahun 2016 untuk 159 negara. Visa berlaku untuk 30 hari. Selain itu, warga dari sepuluh negara anggota ASEAN juga mendapatkan kebijakan bebas visa.
Saat pandemi Covid-19, tahun 2020, kebijakan ini dicabut sementara. Setelah pandemi berakhir, tahun 2023, kebijakan bebas visa khusus untuk sepuluh negara ASEAN kembali dibuka. Namun, sebanyak 159 negara lain tetap belum mendapatkan visa bebas kunjungan.
Sebelumnya, dalam kunjungan kerja di Pasar Parungpung, Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 21 Juni lalu, Presiden Jokowi sempat mengatakan ada evaluasi mengenai manfaat bebas visa kunjungan ini.
Yasonna mengatakan, evaluasi atas kebijakan visa bebas untuk 159 negara masih dilakukan dalam sebulan ini. Secara prinsip, evaluasi ini akan menggunakan tiga kriteria, yaitu resiprositas, keamanan, dan kemanfaatan.
Menurut Sandiaga, seusai rapat, kebijakan ini penting untuk terus mendorong keberlanjutan dunia pariwisata. ”Walaupun target pariwisata kita sudah melampaui proyeksi batas atas atau target atas, masih banyak peluang untuk pariwisata berkualitas dan berkelanjutan yang akan kita lakukan,” ujarnya.
Fasilitas kebijakan bebas visa akan menjadi panduan bagi wisatawan. Indonesia sendiri menargetkan wisatawan yang berkualitas dengan lama kunjungan di atas tujuh hari dan jumlah biaya yang dikeluarkan lebih dari seribu dollar AS per wisatawan.
Terkait izin tinggal jangka panjang atau golden visa, menurut Luhut, sedang difinalisasi. ”PP (peraturan pemerintah)-nya akan difinalisasi dan segera akan difinalkan nanti. Saya kira mungkin dalam 1-2 minggu ini selesai. Satu minggu-lah,” ujarnya kepada wartawan.
Luhut menambahkan, kriteria penerima fasilitas golden visa antara lain orang-orang yang mempunyai kapasitas intelektual tinggi, para peneliti dari universitas top, dan orang-orang berpengaruh. Ia mencontohkan, Sam Altman, CEO ChatGPT, menjadi sosok yang diharapkan bisa sering berkunjung ke Indonesia. ”Karena dia mau dan sering ke Indonesia, ya kita kasih,” ujar Luhut.
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Silmy Karim sebelumnya pernah menjelaskan, perubahan aturan terkait pemberian izin tinggal jangka panjang atau golden visa ini akan diberikan selama lima atau sepuluh tahun. Penerima golden visa ini bisa investor baik yang membuka perusahaan, berinvestasi obligasi pemerintah, maupun menempatkan dana di bank.
Kepada investor individu, misalnya, diterapkan beberapa persyaratan. Bila investor perorangan ini mendirikan perusahaan, syaratnya mendirikan perusahaan di Indonesia dengan modal minimal 5 juta dollar AS untuk visa 10 tahun dan 1 juta dollar AS untuk visa 5 tahun. Syarat lainnya, pemegang saham dengan nilai kepemilikan di atas 5 juta dollar AS pada perusahaan di luar negeri dengan nilai penjualan perusahaan minimal 25 juta dollar AS.
Selain itu, diperlukan data pendukung, seperti laporan audit perusahaan induk dari firma akuntansi internasional yang bereputasi.
Investor perorangan yang tidak mendirikan perusahaan, tetapi berinvestasi obligasi Pemerintah Indonesia sebesar minimal 350.000 dollar AS bisa mendapatkan visa lima tahun, sedangkan minimal 700.000 dollar AS untuk visa 10 tahun. Selain itu, investasi di reksadana atau saham perusahaan terbuka di Indonesia senilai 350.000 dollar AS untuk visa lima tahun dan senilai 700.000 dollar AS untuk visa 10 tahun. Syarat lainnya, pembelian rumah tapak/bukan rumah rapak senilai minimal 1 juta dollar AS.
Biaya pengurusan golden visa ini Rp 13 juta untuk visa lima tahun dan Rp 19 juta untuk visa 10 tahun.
Silmy menambahkan, pemantauan rekam jejak ataupun investasi yang dilakukan akan menjadi dasar pemberian golden visa.
Secara umum, golden visa tak hanya diberikan kepada investor. Menurut Silmy, ada 10 jenis warga asing yang bisa menerima golden visa ini.
Sebelumnya, seusai rapat terbatas terkait golden visa yang dipimpin Presiden Jokowi, 29 Mei lalu, Sandiaga Uno juga menyebutkan skema kemudahan untuk mendapatkan izin tinggal di Indonesia atau golden visa disiapkan untuk menarik talenta berkualitas di bidang digitalisasi, kesehatan, riset, ataupun teknologi. (INA)