Syarat ekspor CPO bertambah. Selain harus mendapatkan hak ekspor atas pemenuhan kewajiban memasok kebutuhan domestik (DMO), eksportir CPO harus punya bukti pembelian CPO dari bursa.
Oleh
Hendriyo Widi
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan menerbitkan regulasi tentang ekspor minyak kelapa sawit mentah atau CPO melalui bursa berjangka Indonesia. Regulasi baru yang direncanakan terbit akhir Juni 2023 itu bakal menambah syarat izin atau persetujuan ekspor CPO.
Syarat tambahan untuk mendapatkan persetujuan ekspor itu adalah eksportir harus memiliki bukti transaksi perdagangan CPO di bursa berjangka. Sebelumnya, eksportir CPO cukup memiliki hak ekspor (HE) atas pemenuhan kewajiban memasok kebutuhan domestik (DMO) CPO.
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Farid Amir, Rabu (28/6/2023), mengatakan, ekspor CPO melalui bursa berjangka komoditi hanya mengatur CPO dengan kode HS 15111000. Produk turunan CPO tidak termasuk dalam aturan itu.
CPO dipilih lantaran volume ekspornya tidak terlalu besar. Dengan begitu, saat diperdagangkan dalam bursa berjangka nanti tidak menimbulkan guncangan yang terlalu besar.
Menurut Farid, ekspor CPO hanya dapat dilakukan eksportir terdaftar (ET) dan memiliki HE. HE tersebut diperoleh dari pemenuhan DMO dan/atau dari pihak yang mengalihkan HE atas pemenuhan DMO.
Namun, sebelum mengekspor CPO, eksportir harus memperdagangkan CPO itu di bursa berjangka. Dari transaksi itu, eksportir bakal mendapatkan bukti pembelian CPO dari bursa. ”Bukti pembelian CPO di bursa berjangka itu bakal menjadi dokumen yang akan digunakan dalam pemrosesan persetujuan ekspor,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta.
Bukti pembelian CPO di bursa berjangka itu bakal menjadi dokumen yang akan digunakan dalam pemrosesan persetujuan ekspor.
Terkait dengan hal itu, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) akan menerbitkan peraturan Bappebti tentang petunjuk teknis perdagangan pasar fisik ekspor CPO. Bappebti juga akan mengeluarkan peraturan tata tertib bursa ekspor CPO.
Dalam Rancangan Peraturan Bappebti tentang Petunjuk Teknis Perdagangan Pasar Fisik untuk Ekspor CPO, pemerintah mengatur, antara lain, tata kelola bursa CPO dan lembaga kliring CPO, serta persyaratan perizinan bursa CPO dan lembaga kliring CPO. Selain itu, regulasi itu mencakup pula tata cara perdagangan di bursa CPO, mekanisme pengawasan oleh Bappebti dan bursa CPO, serta mekanisme penyelesaian perselisihan dan force majeure.
Adapun Rancangan Peraturan Tata Tertib Ekspor CPO melalui Bursa Berjangka berisi tentang ketentuan yang lebih teknis. Ketentuan itu antara lain mencakup persyaratan dan tata cara penerimaan peserta penjual/peserta pembeli, hak dan kewajiban peserta penjual/peserta pembeli, biaya jaminan transaksi, mekanisme pengawasan, serta mekanisme penyerahan fisik CPO dan force majeure (keadaan memaksa).
Bappebti telah menyelenggarakan kegiatan Konsultasi Publik tentang Kebijakan Ekspor CPO melalui Bursa Berjangka di Indonesia pada 26 Juni 2023 di Kementerian Perdagangan, Jakarta. Kegiatan itu dihadiri juga pelaku usaha dan asosiasi sawit dan perwakilan Kamar Dagang dan Industri Indonesia.
Pelaksana Harian Kepala Bappebti Isy Karim menjelaskan, ekspor CPO melalui bursa berjangka dapat menciptakan bank data CPO yang akurat. Salah satu tujuannya adalah sebagai sarana penciptaan harga dan pembentukan harga acuan yang transparan.
Kebijakan itu juga diharapkan dapat diimplementasikan dengan mempertimbangkan kontrak jangka panjang dan mudah dalam pelaksanaannya. ”Biaya transaksi CPO di bursa juga harus kompetitif atau minimal sama dengan biaya transaksi CPO yang dilakukan selama ini oleh pelaku usaha Indonesia di bursa Malaysia,” kata Isy.
Upaya menciptakan bursa CPO itu mendapat apresiasi positif sekaligus kekhawatiran dari petani sawit. Petani sawit juga berharap agar bursa CPO Indonesia bisa membentuk harga acuan CPO yang bagus dan tidak menekan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani.
Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto berpendapat, tujuan bursa CPO untuk membangun data akurat dan membentuk harga referensi CPO itu bagus. Namun, jangan sampai setelah bursa itu berjalan, hasilnya tetap sama dengan mekanisme lelang CPO di dalam negeri yang selama ini dilakukan di PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN).
”Kami berharap harga CPO di bursa nanti lebih baik dan tidak menekan harga TBS sawit petani,” katanya ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis (29/6/2023).
Kami berharap harga CPO di bursa nanti lebih baik dan tidak menekan harga TBS sawit petani.
Darto juga mengungkapkan perlunya pemerintah melihat dampaknya kepada pengusaha kecil CPO yang bukan eksportir. Mereka biasanya mengambil TBS dari petani dan menjual CPO ke perusahaan-perusahaan besar yang mengekspor komoditas tersebut.
Jangan sampai mereka mendapatkan harga CPO yang tidak adil sehingga bisa berimbas ke harga TBS petani. Oleh karena itu, pengawasan transparansi perdagangan CPO tersebut tidak hanya dilakukan di bursa, tetapi juga hingga pembentukan harga CPO di perusahaan-perusahaan CPO kecil non-eksportir dan TBS di tingkat petani.