Dengan PMN, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero)/IFG akan menuntaskan migrasi polis Jiwasraya ke IFG Life, anak usaha IFG. Untuk InJourney, PMN akan digunakan untuk infrastruktur KEK Mandalika dan Sanur.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi VI DPR menyetujui usulan penyertaan modal negara sebesar Rp 5,7 triliun kepada empat badan usaha milik negara atau BUMN. Salah satu BUMN itu ialah PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero)/IFG yang akan menuntaskan migrasi polis Jiwasraya ke IFG Life, anak usaha IFG.
Keempat BUMN penerima PMN yang bersumber dari alokasi cadangan pembiayaan investasi APBN tahun Anggaran 2023 itu ialah PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero)/IFG sebesar Rp 3 triliun, PT Aviasi Pariwisata Indonesia (InJourney) sebesar Rp 1,2 triliun, PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) sebesar Rp 1 triliun, dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI)/Id Food sebesar Rp 500 miliar.
Pengambilan keputusan itu dilakukan dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR dengan Menteri BUMN Erick Thohir di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (15/6/2023). Delapan dari sembilan fraksi menyetujui PMN untuk keempat BUMN itu, dengan maupun tanpa catatan. Sementara Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyetujui PMN untuk tiga BUMN dan menolak untuk IFG.
Erick mengatakan, PMN untuk IFG dalam rangka percepatan penyelesaian mengenai Jiwasraya. Selain PMN yang diberikan tahun ini, juga akan ada penambahan PMN pada tahun depan. Itu terkait dana yang sudah dikumpulkan kejaksaan melalui sita aset, lalu nantinya akan diberikan dengan skema PMN.
”Kalau bisa berjalan, ini menjadi prestasi bersama untuk (kasus) Jiwasraya yang tertunda-tunda sejak 2006. Pada periode ini bisa diselesaikan secara baik dan penyelesaian yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat yang selama ini sangat dirugikan,” ujar Erick.
Saat ini, polis Jiwasraya masih dalam proses migrasi ke PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life), anak usaha IFG sebagai perusahaan induk (holding) BUMN asuransi dan penjaminan. ”(Kemajuan) migrasi polis sudah lebih dari 80 persen, (jadi) tinggal 19 persen,” kata Direktur Utama IFG Hexana Tri Sasongko yang juga hadir dalam rapat itu.
Hexana menambahkan, pada Januari 2024 juga akan cair PMN sebesar Rp 3,56 triliun yang dananya berasal dari hasil rampasan aset. Suntikan PMN tersebut, imbuh Hexana, memberi penambahan kapasitas untuk migrasi polis Jiwasraya yang tersisa.
Selama ini, lantaran belum ada perubahan kapasitas, pihaknya belum mampu memindahkan nilai polis tersisa, sekitar Rp 7,5 triliun. Pasalnya risk based capital (RBC) IFG Life harus tetap dijaga agar bisa tetap beroperasi.
”Kalau (PMN) ini masuk, semua (migrasi polis) selesai. Target kami tetap tahun ini selesai, tetapi tetap perlu bridging lagi hingga Januari 2024. Nilai polis yang belum dipindahkan sekitar Rp 7,5 triliun," ucap Hexana.
Sementara itu, PMN sebesar Rp 1,2 triliun diberikan untuk InJourney dalam rangka pembangunan infrastruktur Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika dan Sanur. Erick mengatakan, PMN diberikan karena perekonomian sektor pariwisata, termasuk bandara dan kawasan wisata, sempat terdampak Covid-19. Kini, percepatan dibutuhkan.
”Setelah ada MotoGP dan hotel, tentu kawasan Mandalika ini pengembangannya harus dipercepat. Salah satunya ialah bagaimana mengurangi beban keuangan dengan PMN. Juga sekalian terus mengembangkannya," kata Erick.
Kendati usulan PMN untuk keempat BUMN disetujui, sejumlah anggota Komisi VI DPR RI memberi beberapa catatan. Anggota Komisi VI dari Fraksi PKS, Nevi Zuairina, meminta agar dividen BUMN dipertimbangkan lebih progresif dan ekspansif untuk meningkatkan pendapatan negara.
Menurut dia, dalam tiga tahun terakhir (2020-2022), dividen BUMN relatif rendah, berkisar Rp 29,5 trilun-Rp 43,9 triliun. ”Memang 2023-2024 proyeksi (dividen) Rp 80,2 triliun, tetapi ini masih relatif rendah dibandingkan realisasi pendapatan negara yang mencapai Rp 2.626 triliun pada 2022,” ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi VI dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron, mengemukakan, pemberian PMN pada perusahaan-perusahaan BUMN harus terukur dan tepat sasaran. Pemberian PMN juga harus dipertimbangkan matang dan jangan sampai BUMN menjadi beban APBN.
”Pemerintah harus mempertimbangkan kemampuan APBN. Jangan sampai akibat PMN, utang BUMN dan Indonesia menjadi lebih tinggi. Perusahaan pun harus mampu memastikan bahwa PMN yang diterima memberi keuntungan bagi korporasi dan memiliki multiplier effect (dampak ikutan),” kata Herman.