Potensi energi surya di Tanah Air yang belum dimanfaatkan secara optimal dinilai masih sangat besar. Namun, ketersediaan lahan menjadi salah satu tantangan dalam memanfaatkan tenaga surya. PLTS atap bisa jadi solusinya.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya memanfaatkan potensi pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS terkendala lahan. Pemerintah mendorong agar atap-atap gedung dan bangunan dapat dimanfaatkan untuk PLTS atap. Peresmian PLTS atap PT Blue Bird Tbk sekaligus diharapkan mendorong para pelaku usaha lain untuk dapat berinovasi serupa.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, Indonesia memiliki potensi energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 3.689 gigawatt (GW). Namun, potensi yang dimanfaatkan baru sebesar 12.557 megawatt (MW) atau setara 0,3 persen dari total potensi yang ada. Sebagai salah satu jenis dari beberapa potensi energi terbarukan di Indonesia, potensi listrik yang dapat dihasilkan oleh tenaga surya tercatat sekitar 3.300 GW.
Direktur Aneka EBT Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengatakan, potensi energi surya yang belum dimanfaatkan secara optimal masih besar.
”Permasalahannya adalah ketersediaan lahan. Dengan teknologi dewasa ini, 1 hektar lahan dapat menghasilkan 1 MW. Tentu dibutuhkan lahan yang sangat luas untuk memanfaatkan semua potensi yang kita miliki,” katanya saat memberi sambutan pada peresmian PLTS Atap PT Blue Bird Tbk di Jakarta, Selasa (13/6/2023).
Di sisi lain, pemerintah telah berkomitmen untuk mencapai nol emisi karbon (net zero emission/NZE) pada 2060. Untuk bisa mencapai tujuan tersebut, porsi EBT ditargetkan mencapai 23 persen dalam bauran energi pada 2025. Namun, pada 2022, target EBT baru tercapai separuhnya atau sekitar 12 persen.
Andriah menambahkan, pemerintah mendorong masyarakat maupun para pelaku industri agar menggunakan PLTS dengan memanfaatkan atap-atap yang ada. Dari hasil survei yang dilakukan, potensi PLTS atap mencapai 32,5 GW.
Berdasarkan peta jalan yang telah dibuat, kebutuhan tenaga listrik dari EBT mencapai 708 GW dengan 60 persennya atau sekitar 400 GW berasal dari PLTS. Selanjutnya, pada 2025, bauran dari PLTS ditargetkan mencapai 3,6 GW.
Kalau investasi untuk solar panel itu, kisaran 1 MWp butuh Rp 10 miliar. Sementara Blue Bird ini, kan, sekitar 215 KWp, kurang lebih sekitar Rp 2 miliar.
”Pada 2023 ini, PLTS ditargetkan bisa mencapai 900 MW. Ini yang menjadi pekerjaan rumah kita bersama karena secara jangka panjang kita harus mampu mewujudkan NZE pada 2060, kalau perlu lebih cepat. Berdasarkan peta jalan, semua pembangkit listrik nantinya sudah tidak berbasis karbon sehingga dibutuhkan kerja keras dan biaya investasi yang besar,” lanjut Andriah.
Sebagai gambaran, PT Blue Bird Tbk merealisasikan PLTS atap dengan PT Surya Utama Nuansa (SUN) Energy secara kemitraan (partnership). PT Blue Bird Tbk membayar kurang lebih Rp 2 miliar untuk PLTS bertenaga 215,6 kilowatt peak (KWp).
”Kalau investasi untuk solar panel itu, kisaran 1 MWp butuh Rp 10 miliar. Sementara Blue Bird ini kansekitar 215 KWp, kurang lebih Rp 2 miliar,” kata Direktur Utama PT SUN Energy Roy Wijaya.
Wakil Direktur Utama PT Blue Bird Tbk Adrianto Djokosoetono menuturkan, PLTS atap ini adalah inisiatif perusahaan untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Sebelumnya, Blue Bird telah berinovasi dengan mengoperasikan kendaraan ramah lingkungan serta reduce, reuse, dan recycle (3R).
”Kami ingin menjadi katalisator baru bagi pelaku industri yang lain. Upaya ini tidak harus dilakukan oleh perusahaan penghasil energi atau pabrik yang besar. Siapa saja bisa, kalau ada keinginan,” ujarnya.
Menurut Andrianto, pengadaan PLTS atap ini termasuk dalam visi keberlanjutan perusahaan pada tahun lalu, bertepatan dengan Hari Bumi. PLTS tersebut diproyeksikan dapat menekan hingga 2.000 ton emisi karbon per tahun.
Executive Vice President Penjualan dan Pelayanan Pelanggan Retail PT PLN (Persero) Tonny Bellamy yang mewakili Direktur Utama PT PLN menyampaikan, sampai Mei 2023, terdapat 3.105 pelanggan PLTS atap dengan total kapasitas 117.000 megawatt peak (MWp) atau 80 persen dari permohonan yang telah disetujui oleh PLN. Saat ini, total pelanggan PLTS atap eksisting mencapai 6.897 pelanggan yang telah terhubung dengan PLN.
”PLN menyambut dengan sukacita implementasi PLTS atap ini sebagai dukungan penuh akan pentingnya energi bersih untuk generasi mendatang. Implementasi PLTS atap ini merupakan salah satu dari berbagai inisiatif transformasi PLN dalam pilar green link customer focus yang tertuang dalam produk dan layanan green demi menjawab kebutuhan pelanggan akan produk energi hijau. PLN akan terus berkolaborasi untuk memenuhi animo masyarakat akan PLTS atap,” ujarnya.