Empat Kebijakan Baru Minyak Goreng dan Ekspor CPO Digulirkan
Empat kebijakan terkait minyak goreng dan ekspor CPO digulirkan, yakni pengurangan DMO, penurunan rasio pengali ekspor atas DMO, menaikkan insentif ekspor bagi penyedia minyak goreng kemasan, dan pencairan hak ekspor.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah menggulirkan empat kebijakan baru terkait minyak goreng dan ekspor minyak sawit mentah atau CPO dan tiga produk turunannya. Empat kebijakan yang menganulir kebijakan lama itu bertujuan menjaga keseimbangan ekspor CPO dengan kebutuhan minyak goreng domestik, serta memperbanyak porsi minyak goreng kemasan untuk rakyat.
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan Muhri, Kamis (27/4/2023), mengatakan, stok dan harga minyak goreng menjelang dan selama Ramadhan-Lebaran 2023 relatif terkendali. Selain itu, ekspor CPO juga masih berjalan baik dan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani juga terjaga dengan rata-rata Rp 2.000 per kg.
Mempertimbangkan hal itu, pemerintah mengubah empat kebijakan minyak goreng dan ekspor CPO beserta tiga produk turunannya. Pertama, pemerintah mengurangi kuota kewajiban memasok kebutuhan pasar domestik (DMO) minyak goreng dari semula 450.000 ton per bulan menjadi 300.000 ton per bulan.
Kedua, lanjut Kasan, pemerintah menurunkan rasio pengali ekspor atas pemenuhan DMO dari 1:6 menjadi 1:4. Ketiga, mencairkan deposit atau pembekuan 66 persen hak ekspor CPO dan tiga produk turunannya secara bertahap selama sembilan bulan ke depan.
Keempat, rasio insentif pengali ekspor bagi perusahaan yang memasok minyak goreng kemasan bantal dan nonbantal dinaikkan masing-masing menjadi 1:2 kali dan 1:2,5 kali lipat. Rasio tersebut naik dari rasio sebelumnya yang sebesar 1:1,5 untuk minyak goreng kemasan bantal dan 1:1,75 untuk kemasan nonbantal.
“Kebijakan-kebijakan itu diputuskan dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi pada 18 April 2023. Kebijakan baru itu mulai berlaku per 1 Mei 2023,” kata Kasan dalam konferensi pers yang digelar secara hibrida di Jakarta.
Pemerintah menurunkan rasio pengali ekspor atas pemenuhan DMO dari 1:6 menjadi 1:4 dan mencairkan deposit atau pembekuan 66 persen hak ekspor CPO dan tiga produk turunannya secara bertahap selama sembilan bulan ke depan.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Budi Santosa menuturkan, penurunan rasio pengali ekspor atas DMO bukan merupakan pengetatan ekspor. Kebijakan itu juga tidak akan mengganggu kinerja ekspor CPO dan tiga produk turunannya.
Kendati rasio tersebut turun, eksportir masih dapat mengekspor keempat komoditas itu lantaran pemerintah telah mencairkan pembekuan hak ekspor. Selain itu, pemerintah juga telah menaikkan rasio insentif pengali ekspor bagi perusahaan yang merealisasikan DMO dalam bentuk minyak goreng kemasan.
Budi menjelaskan, hak ekspor CPO dan tiga produk turunannya yang dibekukan pemerintah selama Februari-April 2023 sebanyak 3,027 juta ton. Hak ekspor itu akan dicarikan secara bertahap mulai Mei 2023-Januari 2024 dengan rata-rata per bulan sebanyak 336.000 ton.
“Di luar hak ekspor yang dibekukan, masih ada hak ekspor yang belum direalisasikan hingga April 2023, yakni sebanyak 6,9 juta ton, sehingga totalnya 9,927 juta ton,” kata Budi.
Badan Pusat Stastistik mencatat, nilai ekspor sawit pada Januari-Maret 2023 mencapai 5,92 miliar dollar AS. Nilai ekspor itu turun 11,34 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar 6,67 miliar dollar AS.
Penurunan rasio pengali ekspor atas DMO bukan merupakan pengetatan ekspor. Kebijakan itu juga tidak akan menggangu kinerja ekspor CPO dan tiga produk turunannya.
Dalam kesempatan itu, Kemendag juga menilai minat masyarakat terhadap minyak goreng kemasan, terutama merek Minyakita, semakin tinggi. Selain itu, dengan bentuk kemasan, minyak goreng akan semakin mudah didistribusikan ke berbagai daerah di Indonesia bagian timur.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag) Isy Karim mengatakan, realisasi DMO minyak goreng pada April 2023 sebanyak 217.600 ton. Jumlah itu masih jauh di bawah target 400.000 ton lantaran banyak perusahaan menghentikan produksi di saat libur Lebaran.
Namun, di tengah realisasi yang terbatas itu, persentase realisasi minyak goreng kemasan lebih besar ketimbang curah, yakni 55 persen berbanding 45 persen. Hal ini akan mendorong konsumsi minyak goreng curah tergantikan oleh minyak goreng kemasan secara perlahan-lahan.
“Dengan menaikkan rasio insentif pengali ekspor bagi perusahaan memasok minyak goreng kemasan, kami beharap persentase minyak goreng kemasan bisa mencapai 70 persen,” katanya.
Isy menambahkan, dengan bentuk kemasan, pemerintah juga akan lebih mudah mendistribusikan minyak goreng ke berbagai daerah di Indonesia bagian timur. Untuk meningkatkan pendistribusian ke daerah-daerah tersebut, Kemendag akan bekerja sama dengan Bulog dan ID Food.
Selain itu, untuk menarik minat perusahaan swasta, Kemendag akan memberikan insentif pengali ekspor atas pendistribusian DMO minyak goreng ke 12 wilayah tertentu yang lebih menarik. Salah satu opsi yang muncul adalah menaikkan insentif pengali, tetapi langkah itu dikhawatirkan bakal menyebabkan “banjir” ekspor CPO.
“Dalam waktu dekat ini, kami akan mengundang para pemangku kepentingan terkait untuk membahas opsi insentif pendistribusian minyak goreng ke wilayah Indonesia bagian timur,” kata Isy.
Ke depan, kami akan meningkatkan stok CMGP dari 100.000 ton menjadi 300.000 ton secara bertahap.
Sementara itu, Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilitas Pangan Badan Pangan Nasional (NFA) I Gusti Ketut Astawa menyatakan, NFA akan berupaya memperkuat cadangan minyak goreng pemerintah (CMGP) untuk menjaga stok dna stabilitas harga minyak goreng di dalam negeri. NFA akan memperkuat fungsi Bulog sebagai distributor utama dan bekerja sama dengan ID Food dan Hoding PT Perkebunan Nusantara III (Persero).
“Ke depan, kami akan meningkatkan stok CMGP dari 100.000 ton menjadi 300.000 ton secara bertahap,” ujarnya.
Pemerintah melalui NFA dan Kementerian Badan Usaha Milik Negera (BUMN) berencana mewujudkan CMGP. Salah satu pemasok stok tersebut adalah PTPN III. Saat ini, PTPN III sedang berproses membentuk Subholding PalmCo dan SupportingCo yang diperkirakan bakal kelar pada Mei 2023.
Melalui PalmCo, produksi minyak goreng PTPN ditargetkan dapat meningkat dari 460.000 ton pada 2021 menjadi 1,8 juta ton pada 2026. Peningkatan produksi itu akan dilakukan dengan pembangunan pabrik dan peremajaan 60.000 ha sawit rakyat berbasis kemitraan.