Pendatang Baru Dikhawatirkan Tak Terserap di Lapangan Kerja Formal
Para pencari kerja pendatang baru kota-kota besar setelah Lebaran 2023 dikhawatirkan tidak terserap ke lapangan kerja sektor formal. Pemerintah dinilai perlu mempertemukan mereka dengan sistem informasi pasar kerja.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga pendatang baru yang mencari pekerjaan di kota besar diprediksi meningkat setelah Lebaran. Mereka dikhawatirkan tidak semuanya terserap ke lapangan pekerjaan formal.
Sebelumnya, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta memprediksi ada kenaikan pendatang baru hingga 40.000 orang setelah Lebaran 2023. Oleh karena itu, dinas kependudukan berencana menempuh strategi administrasi kependudukan guna mengendalikan pendatang baru.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono meminta pemudik tidak membawa kolega atau sanak saudara yang tidak memiliki keterampilan atau keahlian khusus untuk datang ke Jakarta. Namun, dia tidak melarang mereka yang datang ke Jakarta dengan keahlian, keterampilan, atau memang sudah memiliki pekerjaan di Jakarta (Kompas.id, 15/4/2023).
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar di Jakarta, Selasa (25/4/2023), menilai, fenomena itu sebagai sebuah keniscayaan. Masih banyak warga menilai Jabodetabek, khususnya DKI Jakarta, sebagai tempat mencari uang. Pemerintah daerah setempat tidak boleh melarang warga pendatang untuk masuk dan mencari pekerjaan. Risikonya, tidak semua pendatang bisa diserap oleh lapangan kerja formal. Mereka malah akan mengisi kegiatan informal di kota besar.
”Bagi pendatang dan sedang mencari kerja, pemerintah daerah perlu mempertemukan mereka dengan sistem informasi pasar kerja. Pemerintah daerah juga perlu mengajak mereka, baik yang telah memiliki keterampilan maupun tidak, agar mengikuti pelatihan vokasional di balai pelatihan kerja,” ujarnya.
Dengan keterampilan yang ada, lanjut Timboel, kalaupun pendatang baru tidak terserap di lapangan kerja formal, mereka tetap bisa menjadi pekerja informal dengan keahlian yang baik. Pemerintah daerah bisa membantu mendekatkan mereka pada program kredit usaha rakyat.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta, Timboel menyebutkan, pada Agustus 2019 jumlah pekerja formal di DKI Jakarta mencapai 3,31 juta orang dan informal 1,52 juta orang. Kemudian pada Agustus 2020 jumlah pekerja formal turun menjadi 2,87 juta orang, sementara pekerja informal bertambah menjadi 1,78 juta orang.
Selanjutnya, pada Agustus 2021 total pekerja formal di DKI Jakarta tercatat 2,92 juta orang dan informal 1,812 juta orang. Adapun pada Agustus 2022 BPS Provinsi DKI Jakarta menyebutkan, pekerja formal bertambah 5,22 persen menjadi 3,07 juta orang, sedangkan jumlah pekerja informal turun 0,82 persen menjadi 1,79 juta orang.
Secara terpisah, Chief Operation Officer JobStreet Indonesia Varun Mehta mengatakan, pihaknya belum memiliki data rekrutmen untuk periode setelah Idul Fitri 2023. Sebab, mengumpulkan data melalui sistem JobStreet akan membutuhkan waktu dan umumnya akan menjadi analisis penelitian ex post facto.
Meski demikian, sesuai laporan survei ”Future Recruitment” yang dilakukan oleh SEEK (lokapasar pasar kerja) baru-baru ini menunjukkan, 42 persen pekerja profesional secara aktif mencari peluang kerja baru pada tahun 2023.
Pada saat bersamaan, menarik pekerja berkaliber tinggi keluar dari posisi pekerjaan yang ada merupakan hal yang sulit bagi pengusaha. Perusahaan tidak akan mudah mencopot dan mengganti dengan pekerja baru.
Selain itu, kata Varun, masih ada beberapa ketidakpastian dan tantangan pasar tenaga kerja ke depan dilihat dari sudut pandang makroekonomi. Pertumbuhan lowongan pekerjaan baru secara umum relatif masih datar.
”Meski demikian, sejumlah sektor industri yang mendapat berkah mobilitas orang semakin tinggi bisa membuka rekrutmen baru, di antaranya sektor perhotelan dan transportasi. Ada juga sektor industri yang mau buka lowongan baru, tetapi permintaan keterampilannya sangat khusus. Misalnya, sektor e-dagang dengan meminta pekerja yang punya keterampilan ilmu data,” ujar Varun. Pencari kerja sekarang semakin menghadapi realitas yang sulit.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat, pemerintah sebenarnya bisa mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi daerah. Lalu, pemerintah mengarahkan investasi industri baru keluar dari Jawa, termasuk keluar dari Jabodetabek. Selanjutnya, APBN sebagai sarana distribusi fiskal daerah perlu diperbanyak ke luar Jawa, seperti peruntukan fasilitas infrastruktur. Swasta pun harus dilibatkan untuk membangun daerah. Cara-cara pemerataan seperti itu akan membuat lapangan pekerjaan baru ikut merata.
”Kalau ’kue ekonomi’ tidak ada, warga akan cenderung mencari pekerjaan baru dengan urbanisasi ke kota besar, seperti Jabodetabek. Apalagi angkatan kerja baru pasti akan mencoba segala cara daripada keluarganya tidak bisa makan,” katanya.
Mengutip laporan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2022 yang dirilis BPS, Tauhid menyebutkan, penduduk yang bekerja di sektor informal hanya turun 0,14 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya sehingga porsi total menjadi 59,31 persen. Dia menilai porsi ini masih besar.
”Pasca-Lebaran, porsi pekerja di sektor informal biasanya cenderung naik. Siklusnya begitu. Akan tetapi, ketika pertumbuhan ekonomi bagus, porsi pekerja formal pasti naik,” ujar Tauhid.