Biaya Proyek Kereta Cepat Membengkak, Pemerintah Tambah Utang
Pemerintah Indonesia dan China telah menyepakati angka pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebesar 1,2 miliar dollar AS. Pemerintah kini tengah menegosiasikan pinjaman sebesar 560 juta dollar AS.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia dan China telah menyepakati angka pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebesar 1,2 miliar dollar AS. Pemerintah kini tengah menegosiasikan pinjaman sebesar 560 juta dollar AS dari pihak China untuk menutup pembengkakan tersebut.
Hal ini diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Senin (10/4/2023), ketika melaporkan hasil kunjungannya ke China pada 4-6 April 2023. Dari sepuluh hal yang dibahas kedua belah pihak, yang menjadi pembahasan utama adalah KCJB.
Luhut mengatakan, KCJB diharapkan mulai beroperasi pada 18 Agustus 2023 sebagai hadiah ulang tahun kemerdekaan ke-78 Republik Indonesia. ”Minggu lalu, saya sudah pergi meletakkan rel yang terakhir, jadi 304 kilometer rangkaian rel sudah selesai. Trial (uji coba) akan dimulai Mei,” ujarnya.
Kedua negara juga telah menyepakati nilai pembengkakan biaya (cost overrun) Proyek Strategis Nasional (PSN) ini sebesar Rp 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 18,02 triliun. Angka tersebut merupakan hasil audit setiap negara yang kemudian disepakati bersama. Dengan demikian, biaya total proyek yang berlangsung sejak 2016 itu kini mencapai 7,27 miliar dollar AS.
”Untuk pembiayaan cost overrun, kami sedang finalkan negosiasi mengenai suku bunga (dengan Bank Pembangunan China/CDB). Suku bunga sudah turun dari 4 persen, (tetapi) kita masih ingin lebih rendah lagi. Juga mengenai struktur penjaminan dan tenor tau jangka waktu, ini tinggal finalisasi,” kata Luhut.
Secara spesifik, pemerintah telah menyepakati tawaran pinjaman dari China sebesar 560 juta dollar AS atau setengah dari pembengkakan biaya. Namun, bunga yang ditawarkan adalah 3,4 persen dan Luhut berharap ini masih bisa ditekan lagi sampai ke 2 persen. Namun, kalaupun bunga tak bisa ditekan lagi, pemerintah masih bisa melunasinya.
”Enggak ada masalah. Negara kita ini makin baik, makin efisien. Penerimaan pajak kita naik 48,6 persen dari tahun lalu (menjadi Rp 162,23 triliun) karena banyak efisiensi melalui digitalisasi,” kata Luhut.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Kemaritiman Septian Hario Seto menambahkan, patokan bunga 2 persen adalah suku bunga yang berlaku pada 2017. Namun, tawaran 3,4 persen itu masih lebih rendah daripada bunga obligasi Pemerintah AS selama 30 tahun yang mencapai 5,6 persen.
”Jadi bunga yang ditawarkan sudah lebih rendah dibandingkan bunga Pemerintah AS atau bunga obligasi USD (dollar AS) dari pemerintah Indonesia. Tetapi kita mau negosiasi lagi,” kata Seto.
Menurut Seto, pembengkakan biaya ini tak akan berpengaruh pada rentang waktu hingga tercapainya titik impas (breakeven point), yaitu 38 tahun. Masa konsesi pun tak berubah, tetap di 80 tahun.
Yang kini perlu diperjelas adalah skema penyaluran pembiayaan. Menurut Luhut, pihak CDB ingin menyalurkannya via Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah kemudian akan menyalurkannya ke PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan diteruskan ke PT Kereta Cepat Indonesia China. ”Tetapi kita jelaskan prosedurnya jadi panjang. Mereka (China) masih mikir-mikir,” katanya.
Dihubungi via pesan teks, Vice President Public Relations PT KAI Joni Martinus menolak memberikan komentar karena masih rapat. General Manager Corporate Secretary PT KCIC Rahadian Ratry juga belum dapat menanggapi pertanyaan terkait pembengkakan biaya dan bunganya karena harus merapatkannya lebih dulu.
Tidak adil
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, pembiayaan cost overrun yang hanya ditanggung Pemerintah Indonesia tidaklah adil dan hanya menguntungkan kreditor China. Sebab, pembengkakan biaya ini berakar dari kesalahan proses perencanaan dan studi kelayakan (feasibility study) dari kedua pihak.
”Waktu itu, proses perencanaan proyek overoptimistis dan kreditor menawarkan bunga murah. Tetapi begitu dijalankan, ada biaya bengkak. Apa semua tanggung jawab BUMN dan Pemerintah Indonesia? Ini, kan, kurang fair. Beban utang dari kereta cepat juga akan semakin menimbulkan efek berantai pada defisit APBN,” katanya.
Nantinya, konsumen juga akan terbebani oleh pembengkakan biaya sebab harga tiket harus dinaikkan demi melunasi utang. Kalau harga tiket naik, jumlah penumpang berisiko tak mencapai proyeksi ideal. Akibatnya, subsidi negara untuk kereta cepat akan semakin berat.
Maka, skema ideal yang Bhima tawarkan adalah berbagi beban antara Indonesia dan China. Opsi yang terbuka adalah debt swap atau menukar utang kereta cepat yang harus dibayarkan Pemerintah Indonesia ke China dengan program subsidi tiket yang direncanakan.
”Jadi, beban utang bisa berkurang, sementara kreditor China akan menyubsidi tiket sebagai bagian dari goodwill (niat baik) terhadap masyarakat Indonesia,” kata Bhima.