Adopsi Teknologi Rantai Blok di Indonesia Terus Tumbuh
Penggunaan teknologi rantai blok atau ”blockchain” di Indonesia mengalami peningkatan sejak beberapa tahun terakhir. Implementasi diharapkan tidak hanya berhenti di sektor swasta, tetapi juga merambah ke pemerintahan.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·3 menit baca
KOMPAS/ADITYA DIVERANTA
Tangkapan layar konferensi daring ponsel Saga dari pengembang rantai blok (blockchain) Solana disiarkan secara daring di New York City, Amerika Serikat, 23 Juni 2022. Solana merilis ponsel untuk menjembatani ekosistem laman 3.0 atau Web3 yang transparan dan terdesentralisasi.
TANGERANG, KOMPAS —Penggunaan teknologi rantai blok di Indonesia tumbuh pesat sejak lima tahun yang lalu, khususnya di kalangan swasta. Perkembangan ini dinilai juga perlu diadopsi oleh pemerintah, khususnya untuk meminimalkan panjangnya rantai birokrasi serta mengefektifkan penggunaan data dan informasi.
Ketua Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) Asih Karnengsih menerangkan, penggunaan sistem rantai blok atau blockchain di Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya perusahaan yang menggunakan teknologi ini karena dinilai dapat membantu memudahkan proses bisnis, khususnya terkait ketelusuran data dan informasi.
Pada perkembangannya, penerapan teknologi ini semakin luas dan kini tidak hanya digunakan untuk aset kripto saja.
Berdasarkan catatan ABI, hanya terdapat sekitar tujuh perusahaan yang menggunakan teknologi rantai blok. Namun, hingga akhir tahun 2022, tercatat sebanyak 569 perusahaan yang telah menggunakannya. Angka ini didasarkan pada data Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, dengan kode 62014.
Sebagai informasi, KBLI dengan kode 62014 merupakan kelompok usaha yang terlibat dalam pengembangan teknologi rantai blok, seperti implementasi smart contract dan perancangan infrastruktur rantai blok yang bersifat publik ataupun privat.
”Pemahaman terhadap teknologi ini setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Pemerintah juga aktif untuk mengawal perkembangannya,” ujarnya di Binus University, Tangerang, Sabtu (25/3/2023).
Tidak hanya di sektor swasta, penggunaan teknologi ini juga mulai menarik perhatian pemerintah. Sejak awal tahun 2022, telah ada tujuh kementerian yang sedang menjajaki kerja sama implementasi rantai blok bersama ABI. Bahkan, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sudah mulai mengimplementasikannya agar ketertelusuran pengadaan produk melalui e-Katalog menjadi lebih baik.
Secara sederhana, teknologi ini berperan untuk mencatat setiap transaksi ataupun informasi dalam proses bisnis suatu organisasi. Berbeda dengan pencatatan transaksi digital pada umumnya yang bersifat terpusat, rantai blok membuat pencatatan bersifat desentralisasi atau tersebar.
KOMPAS/HERLAMBANG JALUARDI
Salah satu karya ilustrasi digital berformat NFT dari Endah N Rhesa yang dipasarkan di lokapasar Objkt di rantai blok (blockchain) Tezos. Foto diambil pada Jumat (17/6/2022) di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten.
Hal ini membuat penyimpanan catatan transaksi menjadi lebih merata karena tidak ada satu orang atau organisasi yang memiliki wewenang penuh terhadap penguasaan data tersebut. Adapun desentralisasi bisa dilakukan karena adanya keterhubungan antara satu jaringan komputer dan jaringan lain dalam satu kerangka rantai blok, atau sering disebut dengan nodes.
Asih menjelaskan, sifat kesinambungan antarjaringan (nodes) dalam teknologi rantai blok dapat dimanfaatkan pemerintah, khususnya untuk mengefektifkan pelayanan publik. Teknologi ini dapat membuat alur pelayanan publik menjadi lebih ringkas, khususnya apabila prosesnya melibatkan banyak institusi lintas kementerian atau lembaga.
Ia mencontohkan, teknologi ini bisa menyederhanakan alur kebijakan pelaporan pajak yang selama ini masih melibatkan banyak institusi mulai dari Kementerian Keuangan, perbankan, bank sentral, dan lembaga lainnya.
”Dengan membangun nodes di tiap kementerian dan lembaga terkait, proses verifikasi bisa dilakukan secara bersamaan, tanpa lembaga A harus menunggu lembaga B untuk verifikasi. Hal ini data sudah terdesentralisasi. Bank BUMN juga sudah implementasi teknologi ini untuk mempermudah proses bisnisnya,” tuturnya.
Tantangan pengembangan
Meski mulai tumbuh, implementasinya menghadapi beberapa tantangan, salah satunya terkait regulasi. Regulasi terhadap teknologi dinilai akan cukup sulit, mengingat ia akan terus berkembang setiap waktunya. Meskipun begitu, regulasi dapat dilakukan untuk produk yang dihasilkan teknologi rantai blok, seperti aset kripto.
ABI pun mengapresiasi pemerintah yang telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, yang mengatur tentang aset kripto dan hal lain yang berkaitan dengannya.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Karya seni yang dipamerkan dalam Rekam Masa yang digelar oleh Artopologi di Museum Nasional, Jakarta, Jumat (28/10/2022). Pameran ini mengemas konsep gelar karya seni yang terintegrasi dengan rantai blok sehingga bisa dimiliki para pengoleksi dalam bentuk NFT. Pameran ini berlangsung hingga Minggu (6/10/2022).
”Teknologinya agak sulit untuk diregulasi, tetapi produk dan organisasinya tentu bisa. Tantangan lain adalah infrastrukturnya, khususnya dari sisi ketersediaan jaringan di Indonesia,” kata Arsih menambahkan.
Ketertelusuran atau tracebility menjadi salah satu keunggulan yang ditawarkan oleh teknologi ini. Head of Strategy and Business RupiahToken Bagas Satriadi menjelaskan, perusahaan yang telah memakai teknologi ini dapat memberikan rasa aman terhadap konsumen, khususnya untuk memberikan informasi mengenai alur pembuatan suatu produk.
Di sisi tantangan, selain regulasi dan infrastruktur, faktor sumber daya manusia (SDM) juga membuat pengembangan dan implementasi rantai blok terhambat. Bagas menyebut, SDM yang mumpuni untuk mengerjakan sistem ini masih sedikit, berbanding dengan potensi pasar yang terus membesar.
”Tantangannya SDM. Demand SDM-nya cukup besar, tetapi suplainya masih sedikit,” ujar Bagas.