Kendati Disetujui Menjadi UU, Pengusaha-Serikat Pekerja Masih Memperdebatkan Substansi
Apindo tetap mempermasalahkan substansi kluster ketenagakerjaan, terutama menyangkut formula penghitungan upah minimum dan alih daya. Sementara serikat pekerja menilai DPR tidak mengikuti aspirasi masyarakat.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto (kiri) menyerahkan pandangan pemerintah kepada Ketua DPR Puan Maharani saat rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023). DPR menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menolak pengesahan itu. Rapat dihadiri 75 anggota DPR secara fisik, sebanyak 210 hadir secara daring, dan 95 orang tidak hadir dan izin.
JAKARTA, KOMPAS — Kendati Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja disetujui menjadi UU oleh DPR, masih muncul perdebatan substansi di kalangan pengusaha ataupun pekerja. Pemerintah menyatakan selama proses penyusunan telah menyerap aspirasi masyarakat. Substansi Perppu Cipta Kerja diyakini bisa menyikapi situasi ketidakpastian ekonomi global dan memberi kepastian hukum.
Menanggapi persetujuan DPR itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani mengatakan, Apindo secara umum bisa menerima keberadaan Perppu Cipta Kerja. Namun, Apindo tetap mempermasalahkan substansi kluster ketenagakerjaan yang ada di Perppu Cipta Kerja, terutama menyangkut formula penghitungan upah minimum dan alih daya.
Sesuai Perppu Cipta Kerja yang kini menjadi UU, formula penghitungan upah minimum mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Sebelumnya, UU Cipta Kerja tak mengatur variabel ”indeks tertentu” tersebut. Upah minimum sebelumnya ditentukan berdasarkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi serta mempertimbangkan variabel batas atas dan batas bawah upah minimum.
Berdasarkan Perppu Cipta Kerja, alih daya dimunculkan dan pemerintah membatasi sebagian. Padahal, dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, alih daya tidak disebut atau dibahas.
“Kami sudah sampaikan kepada pemerintah agar keputusan yang diambil menyangkut formula penghitungan upah minimum harus berdasarkan data dan kajian ilmiah, bukan berdasarkan kepentingan politis,” tegas Hariyadi yang ditemui di sela-sela acara OCBC NISP Business Forum, Selasa (21/3/2023), di Jakarta.
Terkait alih daya, menurut Hariyadi, pemerintah tidak menganggap alih daya sebagai suatu proses bisnis yang lumrah dilakukan oleh berbagai negara di dunia. Adanya pembatasan sebagian pekerjaan alih daya dinilai sebagai bentuk kontrol pemerintah. Ia menganggap keputusan itu juga tidak mempertimbangkan data ataupun kajian ilmiah.
Dia menambahkan, kondisi saat ini sebenarnya telah menunjukkan adanya pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19, tetapi masih ada beberapa tantangan yang mengganjal. Selain regulasi, tantangan lainnya mencakup transformasi teknologi digital dan ketidakpastian akibat perang Rusia-Ukraina yang masih berlangsung.
Secara terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai, disetujuinya Perppu Cipta Kerja menjadi UU menandakan DPR tidak mengikuti aspirasi masyarakat. Sekretaris Jenderal Federasi Logam, Mesin, dan Elektronik (F-Lomenik), afiliasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Eduard Parsaulian Marpaung menyampaikan, pihaknya membuat petisi menolak Perppu Cipta Kerja di platform Change.org dan telah ditandatangani sekitar 1.300 orang.
“Perppu Cipta Kerja melemahkan pengaturan upah karena aturan upah minimum kabupaten/kota dan upah minimum sektoral dihapus. Penggantinya adalah upah minimum provinsi. Perppu ini juga memangkas pesangon dari 32,2 kali upah menjadi maksimal 25 kali upah,” ujar Eduard.
KURNIA YUNITA RAHAYU
Sejumlah buruh dan mahasiswa berdemonstrasi menolak Perppu Cipta Kerja di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (14/3/2023).
Konsekuensi hukum
Sementara itu, di acara diskusi Forum Merdeka Barat 9, Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Elen Setiadi, menekankan, apabila ada pihak yang menggugat Perppu Cipta Kerja yang telah disetujui menjadi UU, hal itu merupakan konsekuensi dari Indonesia sebagai negara hukum. Pemerintah meyakini, keputusan mengeluarkan Perppu Cipta Kerja sudah tepat.
“Kita menghadapi kondisi perekonomian global yang sedang tidak baik-baik saja. Beberapa negara sudah mengalami stagflasi. Suku bunga cukup tinggi sehingga menyebabkan melambatnya perekonomian global,” kata dia.
Elen juga menjelaskan, terbitnya Perppu Cipta Kerja bisa memberikan kepastian hukum, terutama terhadap investasi besar yang bersifat jangka menengah-panjang atau pembangunan pabrik. Membahas sekitar 13.000 daftar invetaris masalah (DIM) UU No 11/2020 akan membutuhkan waktu panjang, tidak cukup hanya dua tahun seperti masa inkonstitusional yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi.
“UU No 11/2020 menghasilkan pembentukan Indonesia Investment Authority (INA) yang bertugas mengumpulkan investasi, pembentukan bank tanah, dan kemudahan perizinan UMKM melalui sistem perijinan berusaha berbasis elektronik,” imbuh dia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Indah Anggoro Putri menambahkan, selama proses penyusunan Perppu Cipta Kerja, pemerintah banyak menyerap aspirasi publik. Kemnaker bahkan turut dalam Satuan Tugas (Satgas) Percepatan UU Cipta Kerja.
“Jadi, tidak benar kalau Perppu Cipta Kerja mengada-ada,” kata Indah.
Menurutnya, Perppu Cipta Kerja yang sudah disetujui bertujuan positif, yaitu menciptakan lapangan kerja berkualitas dan menjawab dinamika perekonomian global. Dalam Perppu tetap dibuka ruang dialog sosial bipartit, termasuk menyangkut perjanjian kerja bersama.
Adanya pembatasan sebagian pekerjaan alih daya bertujuan melindungi pekerja. Indah menyampaikan, dia beberapa kali menerima informasi praktik kontrak jangka pendek ataupun alih daya terus-menerus. Dia berharap, fenomena itu tidak terjadi lagi.
“Sepanjang 2023, upah minimum tetap mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 18/2022. Formula penghitungan upah minimum yang diatur dalam Perppu Cipta Kerja yang disahkan akan berlaku tahun 2024. Pasca-persetujuan Perppu Cipta Kerja jadi UU, kami segera menyusun revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan,” tutur Indah.
Sementara itu, praktisi hukum tata negara, Denny Indrayana, memandang, penerbitan Perppu Cipta Kerja telah cacat sejak kelahirannya. Pemerintah tidak bisa menghadirkan argumentasi yang kokoh atas ‘kegentingan memaksa’. Dari sisi penyusunan sampai pengesahan perppu juga bermasalah secara hukum.
Sesuai Pasal 22 Ayat (2) dan (3) UUD 1945, perppu harus disetujui DPR pada masa sidang berikutnya dan harus dicabut jika tidak mendapatkan persetujuan DPR. Masa sidang berikutnya yang dimaksud, sesuai regulasi terkait pembentukan peraturan perundang-undangan, adalah masa sidang pertama DPR setelah perppu ditetapkan.
“Itu artinya sudah dilewati pada tanggal 16 Februari 2023 yang lalu. Dengan menyetujui Perppu Ciptaker pada masa sidang DPR sekarang, ada pelanggaran konstitusi,” kata Denny yang juga menjadi Senior Partner Integrity Law Firm