Potensi Nilai Perdagangan Indonesia-Rusia Capai 5 Miliar Dollar AS
Perjanjian perdagangan bebas Indonesia-EAEU diharapkan dapat menumbuhkan nilai perdagangan Indonesia di kawasan Eropa Timur, khususnya Rusia. Sejumlah pertemuan penting antara kedua negara akan dilakukan pada tahun 2023.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN/LAILY RACHEV
Presiden Joko Widodo bertemu dengan Presiden Vladimir Putin di Istana Kremlin, Rusia, Kamis (30/6/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Kerja sama perdagangan Indonesia-Rusia diharapkan dapat terus tumbuh mengingat besarnya potensi sektor yang masih dapat dimanfaatkan. Penandatanganan perjanjian perdagangan bebas antara keduanya diharapkan mampu menumbuhkan nilai perdagangan kedua negara. Untuk itu, sejumlah pertemuan penting akan dilaksanakan sepanjang 2023.
Special Adviser Inaris (forum kerja sama Indonesia-Rusia) Wahid Supriyadi menjabarkan, kerja sama antara Indonesia dan Rusia masih perlu ditingkatkan, khususnya untuk mencapai target nilai perdagangan pada 2024 sebesar 5 miliar dollar AS.
Wahid yang menjabat Duta Besar Indonesia untuk Federasi Rusia merangkap Belarus periode 2016-2020 ini menjelaskan, terlepas dari hubungan erat kedua negara, nilai transaksi perdagangan Indonesia-Rusia dalam lima tahun terakhir stagnan di angka 1 miliar dollar AS-3 miliar dollar AS.
Belum optimalnya perdagangan itu, antara lain, dikarenakan masih minimnya forum yang bisa mempertemukan pebisnis dari kedua negara. Menjawab hal itu, pemerintah pun kini rutin menyelenggarakan forum untuk menghubungkan pengusaha dari Indonesia dan Rusia.
DOKUMENTASI KEDUTAAN BESAR RI UNTUK RUSIA
Duta Besar RI untuk Rusia periode 2016-2020 Mohamad Wahid Supriyadi
”Rusia belum melihat potensi dari Indonesia, dan sebaliknya. Karena itu, sejak tahun 2016-2019, kami membuat Festival Indonesia yang besar di Rusia dan dampaknya signifikan, khususnya kunjungan wisatawan antara dua negara meningkat,” ucapnya seusai pembukaan acara Indonesia-Rusian Trade, Tourisme, and Investment Forum (IRTTIF) 2023, di Jakarta, Jumat (17/3/2023).
Selain memperbanyak forum pertemuan, optimalisasi perdagangan juga perlu didorong lewat perubahan regulasi, khususnya terkait pungutan impor produk Indonesia di Rusia. Perjanjian perdagangan diharapkan membuat beban biaya ekspor berkurang sehingga produk Indonesia dapat lebih banyak lagi masuk ke pasar Rusia dan juga sebaliknya.
Sejak 2018, Pemerintah Indonesia sudah memulai dialog untuk merumuskan perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) tingkat multilateral antara Indonesia dan persatuan ekonomi negara Eurasia (EAEU). Kini, perjanjian tersebut masih terus dalam pembahasan dan diharapkan dapat segera ditandatangani.
EAEU beranggotakan lima negara di kawasan Eropa Timur, yaitu Rusia, Belarus, Armenia, Kirgistan, dan Kazakhstan.
AFP/ROSLAN RAHMAN
Para pemimpin negara-negara anggota ASEAN dan negara-negara mitra dialog berfoto bersama sebelum pertemuan puncak Asia Timur (EAS) dalam rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi Ke-33 ASEAN di Singapura, Kamis (15/11/2018).
”Sekarang dalam tahap pembahasan technical details, kita harapkan dalam satu-dua tahun perjanjian ini bisa dilakukan. Vietnam sudah lama memiliki FTA dengan EAEU. Sebenarnya kita sudah terlambat, tapi lebih baik daripada tidak,” tuturnya.
Wahid menilai ada beberapa sektor potensial di Indonesia yang dapat menjadi daya tarik bagi Rusia, seperti bidang teknologi, pertanian, dan energi. Di teknologi, Pemerintah Kota Moskwa disebutkan tertarik untuk berinvestasi di proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Konsep smart city yang dimiliki Moskwa dinilai dapat juga diaplikasikan di IKN.
Pada sektor agrikultur, komoditas seperti minyak sawit mentah (CPO), kakao, dan kopi menjadi andalan.
Di samping dua sektor tersebut, sektor energi terbarukan juga bisa menjadi area kerja sama yang menarik, khususnya penggunaan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Teknologi ini dinilai menjadi pilihan utama untuk menyiasati masih minimnya teknologi ramah lingkungan yang mumpuni.
Perbincangan mengenai nuklir antara Indonesia, lewat Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), dan perusahaan nuklir milik Pemerintah Rusia, Rosatom, telah terjalin cukup lama. Namun, dalam perjalanannya kerap terjadi kebuntuan akibat masih minimnya kemauan dari sisi Pemerintah Indonesia.
Pemerintah dinilai masih risau terkait potensi penolakan dari masyarakat luas terhadap teknologi nuklir. Padahal, Indonesia sudah merencanakan untuk membangun PLTN pada 2039 mendatang.
”Masih belum terwujud karena public education-nya belum optimal. Good will dan political will kita harus lebih tegas lagi. Kita juga harus cepat supaya kita bisa mempelajari teknologinya,” ujarnya.
Perlu peningkatan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai perdagangan Indonesia-Rusia tahun 2022 tercatat sebesar 3,56 miliar dollar AS, naik 29,87 persen dari tahun 2021 sebesar 2,74 miliar dollar AS. Angka ini dinilai masih dapat ditingkatkan mengingat masih banyaknya sektor yang dapat dimanfaatkan.
Untuk itu, pada tahun ini, beberapa pertemuan antara pemerintah dan pengusaha Indonesia-Rusia akan dilakukan untuk menjajaki kerja sama di beberapa bidang, salah satunya di sektor teknologi, ritel, dan energi.
Ditemui seusai acara, anggota Delegasi Dagang Kementerian Industri dan Perdagangan Federasi Rusia, Alexander Svinin, menjelaskan, 10-20 perusahaan teknologi Rusia akan datang ke Indonesia pada Juni 2023 untuk memulai pembicaraan mengenai kerja sama di bidang tersebut. Perusahaan-perusahaan tersebut bergerak di bidang blockchain, kecerdasan buatan (AI), keamanan siber, dan lainnya.
Di bidang energi, beberapa perusahaan Rusia dan Indonesia juga dalam tahap pembicaraan mengenai investasi di sektor panas bumi dengan area garapan di wilayah timur Rusia.
Pemerintah Rusia juga akan menghelat pertemuan khusus dengan Pemerintah Indonesia dalam acara pertemuan puncak EAEU yang akan digelar di Rusia pada 24-25 Mei 2023.
”Nilai perdagangan ini masih perlu ditingkatkan karena potensi kerja sama antara kedua negara masih sangat besar,” ujar Svinin.