Pendidikan dan pelatihan vokasi dinilai strategis guna meningkatkan kapasitas calon tenaga kerja. Namun, standar kompetensi program itu di Indonesia dinilai belum merata.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·3 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Mahasiswa Akademi Komunitas Toyota Indonesia (AKTI) mengikuti sesi praktik magang di lini produksi mesin pabrik Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) di Kawasan Industri KJIE, Margamulya, Kecamatan Telukjambe, Karawang, Jawa Barat, Selasa (14/3/2023).
KARAWANG, KOMPAS — Pendidikan dan pelatihan vokasi dinilai strategis sebagai salah satu metode meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. Namun, standar kompetensi pendidikan dan pelatihan vokasi di Indonesia dinilai belum merata di Indonesia sehingga perusahaan perlu menyediakan pengajar berbasis kurikulum yang tepat agar industri tidak sekadar menjadi tempat magang.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit, saat berkunjung ke Akademi Komunitas Toyota Indonesia di Karawang, Jawa Barat, Selasa (14/3/2023), mengungkapkan, sistem pendidikan dan pelatihan vokasi dinilai tepat untuk meningkatkan kompetensi calon tenaga kerja. Dengan sistem pelatihan vokasi, pertukaran ilmu dan keterampilan dari perusahaan industri kepada calon tenaga kerja menjadi lebih mudah.
Anton mengatakan, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) sudah menggelar pelatihan vokasi dengan baik dalam meningkatkan keterampilan calon tenaga kerja selama enam bulan. Melalui pelatihan tersebut, calon tenaga kerja dapat terserap menjadi karyawan PT TMMIN.
Tenaga kerja yang dihasilkan melalui pelatihan vokasi dinilai memiliki kemampuan lebih baik untuk direkrut oleh perusahaan dibandingkan dengan tenaga kerja yang tidak memiliki pengalaman. Namun, pelatihan vokasi harus dilakukan dengan menyediakan pengajar berbasis kurikulum yang tepat sehingga industri tidak sekadar menjadi tempat magang.
Menurut Anton, pengalaman yang biasanya didapat dari bekerja selama dua tahun sudah bisa didapatkan hanya dengan enam bulan pelatihan vokasi. Dengan demikian, pelaku usaha akan lebih efektif merekrut lulusan program pelatihan vokasi.
”Sistem pelatihan vokasi tidak sekadar datang, masuk di pabrik lihat-lihat, tetapi ada sistem. Ada kurikulum, ada pengajar di tempat kerja, ada fasilitas, sistem monitoring, dan lainnya sehingga dalam periode yang sangat singkat, perusahaan bisa mendapatkan tenaga kerja yang handal dibandingkan masuk dengan jalur tanpa pelatihan,” ujar Anton.
Anton menambahkan, pemerintah perlu serius dalam menangani pendidikan dan pelatihan vokasi. Pelatihan vokasi bisa diterapkan di tempat kerja manapun, termasuk usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) dengan sistem pelatihan vokasi yang baik. ”Meskipun UMKM hanya terima 10 orang, harus ada sistem seperti mentor satu saja. Walaupun dia ahli, tetap memerlukan kemampuan untuk mentransfer pedagogi teori dan praktik agar bisa mendidik tenaga kerja baru,” katanya.
Revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi penting karena mutu angkatan kerja Indonesia 54,31 persen berpendidikan rendah dan tingkat produktivitas di bawah rata-rata.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi penting karena mutu angkatan kerja Indonesia 54,31 persen berpendidikan rendah dan tingkat produktivitas di bawah rata-rata. Selain itu, tingkat pengangguran terbuka tinggi, terutama di kalangan anak muda. Oleh karena itu, kebutuhan akan SDM kompeten perlu dipetakan. (Kompas.id, 21 Februari 2023).
Mengisi celah
Deputy Division Head Human Resource Division PT TMMIN Henry S Wibowo menilai, keterampilan antar-sekolah menengah kejuruan (SMK) yang ada Indonesia tidak merata. Untuk mengisi celah tersebut PT TMMIN membuat pelatihan vokasi yang terintegrasi dengan sistem pemagangan dengan melatih kompetensi dan keterampilan calon tenaga kerja.
”Celahnya kadang-kadang tidak hanya keterampilan, tapi juga masalah sikap yang diinginkan dalam industri. Sebetulnya di dalam, kami ada semacam kalibrasi juga melalui pelatihan supaya bisa bekerja secara efektif,” katanya.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Mahasiswa mengikuti sesi pelajaran teori dengan alat peraga di dojo (kelas) di Akademi Komunitas Toyota Indonesia (AKTI) di Kawasan Industri KJIE, Margamulya, Kecamatan Telukjambe, Karawang, Jawa Barat, Selasa (14/3/2023).
Pada 2017-2020, PT TMMIN merekrut tenaga kerja yang baru lulus dari SMK. Namun, tenaga kerja butuh waktu untuk penyesuaian standar kompetensi PT TMMIN seperti sikap, pengetahuan, dan keterampilan teknis.
Dengan adanya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri, proses pemagangan lebih terintegrasi dengan dinas tenaga kerja. Setelah enam bulan magang, tenaga kerja akan mendapatkan sertifikasi dan PT TMMIN mengembalikan peserta magang ke dinas tenaga kerja.
”Adanya pelatihan vokasi selain membantu level up lulusan, dalam satu tahun, misalnya, kami menyediakan tempat pelatihan dengan kapasitas 800 orang vokasi. Jika tahun itu Toyota butuh 500 orang, kami bisa ambil dari sini. Tapi kalau tahun itu Toyota ternyata tidak butuh, industri lain bisa merekrut tenaga kerja tersebut,” ujarnya.
Henry menyebut, sebanyak 75-80 persen tenaga kerja melalui sistem pelatihan vokasi terserap menjadi karyawan. Berdasarkan data PT TMMIN, tahun 2017-2020 pihaknya telah melakukan pelatihan kepada 850 tenaga kerja. Jumlah tersebut meningkat pada 2021 hingga sekarang sebanyak 2.587 tenaga kerja. Dari 2.587 tenaga kerja vokasi, sebanyak 1.772 orang menjadi tenaga kerja kontrak, 380 orang karyawan, dan 435 masih dalam proses pemagangan.
Dalam melakukan pelatihan vokasi tersebut, PT TMMI membuat sistem vokasi dengan memiliki 51 trainer bersertifikasi, 197 mentor, dan 87 asesor bersertifikat Badan Nasional Sertifikasi Profesi.