Jumlah petani muda di Tanah Air terus berkurang di tengah problem penyediaan pangan yang makin kompleks di masa depan. Usaha ekstra dinilai perlu dilakukan untuk menarik lebih banyak generasi muda terjun ke pertanian.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Petani membungkus buah apel muda di Desa Sumbergondo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur, Kamis (26/12/2019).
JAKARTA, KOMPAS — Ancaman krisis pangan membuat usaha mendongkrak produktivitas sektor pertanian melalui inovasi teknologi makin urgen. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan partisipasi generasi muda, yakni kelompok milenial dan generasi Z, yang dinilai lebih melek teknologi, untuk terjun ke sektor pertanian.
Peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies, Arisyi Raz, berpendapat, sektor pertanian membutuhkan partisipasi pemuda yang lebih besar agar bisa terus tumbuh. Peluang pasar masih terbuka, sementara petani perlu regenerasi.
Akan tetapi, pelaku di sektor ini masih menghadapi kendala, seperti adopsi teknologi yang belum optimal dan akses permodalan yang terbatas. ”Sektor pertanian di Indonesia masih sangat tradisional dan informalitasnya masih cukup besar,” ujarnya dalam seminar yang digelar Indonesian Banking School di Jakarta, Jumat (10/3/2023).
Pola pertanian yang masih tradisional dinilai tidak menarik minat pemuda. Mereka kini lebih tertarik bekerja di sektor jasa yang lebih menitikberatkan pada teknologi. Oleh karena itu, menurut Arisyi, pertanian Indonesia perlu didorong ke arah pemanfaatan teknologi yang lebih canggih.
Tak hanya menarik pemuda, penerapan teknologi diperlukan agar produktivitas pertanian bisa ditingkatkan di tengah ancaman krisis iklim yang dapat mengganggu rantai pasok pangan nasional dan global.
Menurut dia, sebetulnya sudah cukup banyak pemuda memanfaatkan teknologi di ”sektor pertanian”, tetapi mereka banyak berfokus di sisi permintaan (demand), salah satunya pemasaran produk pertanian dan turunannya (downstreaming). Hal ini terlihat dari tumbuhnya usaha rintisan di bidang tersebut, seperti Sayurbox dan Tanihub.
Pelibatan pemuda di sektor pertanian juga harus ditingkatkan di sisi pasokan (supply) karena jumlah pemuda yang bekerja di sektor ini terus turun. Penurunan ini dapat mengganggu upaya Indonesia mewujudkan ketahanan pangan di tengah krisis iklim.
Selain itu, rendahnya kontribusi pemuda terhadap pertanian membuat sektor ini akan semakin ditinggalkan sehingga produktivitasnya berpotensi menurun. Hal itu membuat ketergantungan pada komoditas pangan dari negara lain akan semakin tinggi. Padahal, membangun pertanian yang mandiri di dalam negeri diperlukan untuk memitigasi dampak ancaman krisis pangan global.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Buruh angkut terlelap saat istirahat siang di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Sabtu (23/12/2017).
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), persentase pemuda usia 16-30 tahun yang bekerja di sektor pertanian terus turun, dari 20,79 persen pada tahun 2017 menjadi 18 persen pada tahun 2022. Di sisi lain, persentase pemuda yang bekerja di sektor jasa terus naik, yakni dari 52,86 persen pada 2017 menjadi 56,82 persen pada 2022.
Selain itu, Arisyi menjelaskan, mengembangkan sektor pertanian berbasis teknologi membutuhkan modal besar. Namun, sektor pertanian masih memiliki tingkat informalitas yang tinggi sehingga akses modal ke perbankan tidak optimal.
Berdasarkan catatan BPS tahun 2022, persentase tenaga kerja informal di sektor pertanian mencapai 88,89 persen. Mengatasi hal itu, para pemuda yang ingin terjun ke sektor pertanian diharapkan membentuk semacam badan usaha terlebih dulu agar memiliki legalitas dalam mengajukan kredit ke bank.
”Tidak hanya bank, pemerintah juga harus memfasilitasi insentif bagi pemuda yang masuk ke pertanian agar kapasitas finansialnya naik, teknologinya bisa lahir, karena inovasi sering lahir dari para pemuda,” katanya.
Inovasi pertanian menjadi salah satu upaya mencegah dampak dari krisis pangan yang mengancam dunia. Arisyi melanjutkan, inovasi dalam bidang pertanian dibutuhkan guna mewujudkan ketahanan pangan sekaligus perekonomian.
Ia mencontohkan, Belanda mampu menjadi eksportir tomat nomor dua di dunia meski hanya memiliki lahan yang sedikit. Teknologi greenhouse yang diterapkan membuat produksi pertanian tidak terpengaruh siklus musim.
Penggunaan teknologi pertanian yang masif di Eropa dan Amerika juga menjadi salah satu kontributor penurunan harga pangan dunia sejak menyentuh angka tertingginya pada tahun 2008-2010. Selain itu, spesialisasi produk pertanian juga dibutuhkan untuk meningkatkan perekonomian dari sektor pertanian, khususnya untuk ekspor.
Di samping inovasi, pembenahan rantai distribusi juga perlu dilakukan agar tidak terjadi lagi disparitas harga antardaerah. Diversifikasi pangan lokal juga perlu untuk mengurangi ketergantungan terhadap satu produk, seperti beras. ”Harus ada terobosan agar pertanian Indonesia tidak mengikuti siklus musim,” ujarnya.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Warga melihat tumpukan beras saat operasi pasar murah di Desa Galagamba, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Senin (27/2/2023).
Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Iqbal Awaludin menerangkan, pihaknya terus melakukan stabilisasi harga pangan, khususnya beras, jagung, dan kedelai. Pelaksanaan tugas ini salah satunya dilakukan berdasarkan amanat baru pemerintah kepada Bulog lewat Peraturan Presiden Nomor 125/2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).
Selain lewat CPP, Bulog juga intensif melakukan operasi pasar atau stabilisasi pasokan dan harga pangan. Sepanjang tahun 2022, Bulog sudah menyalurkan beras lewat operasi pasar sebanyak 1.261.215 ton, jagung 25.032 ton, kedelai 168.475 ton, dan minyak goreng 62,2 juta liter.
Di samping operasi pasar, Bulog juga ditugaskan untuk menyerap beras dari petani sebagai salah satu sumber cadangan beras pemerintah. Selain itu, menghadapi ancaman krisis pangan, Bulog sedang menjajaki kerja sama untuk mengembangkan produk yang berasal dari pangan lokal, seperti sagu dan singkong.
”Cetak birunya sedang kami siapkan, karena ini perlu untuk mengantisipasi ancaman krisis di masa mendatang,” kata Iqbal.