Total bea keluar dan pungutan ekspor CPO pada periode 16-28 Februari 2023 sebesar 169 dollar AS per ton. Total BK dan PE itu lebih tinggi dari periode 1-15 Februari 2023 yang sebesar 142 dollar AS per ton.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Total bea keluar dan pungutan ekspor minyak kelapa sawit atau CPO naik dari 142 dollar AS per ton menjadi 169 dollar AS per ton. Kenaikan itu justru terjadi di tengah lesunya pasar CPO dan pembekuan sebagian hak ekspor CPO.
Kenaikan bea keluar (BK) dan pungutan ekspor (PE) CPO itu merujuk pada kenaikan harga referensi CPO pada periode 16-28 Februari 2023. Harga referensi CPO pada periode tersebut naik 0,08 persen menjadi 880,03 dollar AS per ton dibandingkan periode 1-15 Februari 2023 yang sebesar 879,31 dollar AS per ton.
Penetapan harga referensi CPO itu diatur dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 146 Tahun 2023 tentang Harga Referensi CPO yang Dikenakan BK dan Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Periode 16-28 Februari 2023.
”Harga referensi CPO itu naik di atas ambang batas, yakni 680 dollar AS per ton. Berdasarkan peraturan menteri keuangan (PMK) yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan BK CPO sebesar 74 dollar AS per ton dan PE CPO 95 dollar AS per ton,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (16/2/2023) malam.
Pemerintah mengenakan BK CPO sebesar 74 dollar AS per ton dan PE CPO 95 dollar AS per ton.
Penetapan BK CPO merujuk pada PMK Nomor 123 Tahun 2022. Adapun penetapan PE mengacu pada PMK Nomor 154 Tahun 2022. Pada periode 1-15 Februari 2023, pemerintah menetapkan BK CPO sebesar 52 dollar AS per ton dan PE CPO 90 dollar AS per ton.
Budi menjelaskan, kenaikan harga referensi CPO itu disebabkan oleh sejumlah faktor. Dua di antaranya adalah perubahan kebijakan biodiesel Indonesia dari B30 menjadi B35 dan pengetatan kebijakan kewajiban memasok kebutuhan pasar dimestik (DMO) CPO dan tiga produk turunannya.
”Pengetatan kebijakan DMO itu dilakukan dengan membekukan sebagian hak ekspor keempat komoditas tersebut,” kata Budi.
Pada 6 Februari 2023, pemerintah bersama produsen minyak goreng menyepakati untuk meningkatkan DMO minyak goreng sebesar 50 persen dari 300.000 ton per bulan menjadi 450.000 ton per bulan. Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan pembekuan atau deposito 66 persen hak ekspor eksportir CPO dan tiga produk turunan. Kedua kebijakan itu diterapkan pada awal Februari 2023 hingga akhir April 2023.
Pemerintah juga memfokuskan perdagangan minyak goreng kemasan sederhana untuk rakyat, yakni Minyakita, di pasar rakyat. Minyak goreng itu tidak boleh dijual secara daring dan di ritel modern. Selain itu, pemerintah membatasi pembelian minyak goreng curah 10 kilogram per orang per hari dan Minyakita 2 liter per orang per hari.
Sejumlah kebijakan itu digulirkan untuk menjaga stabilitas harga dan stok minyak goreng menjelang dan selama Ramadhan-Lebaran 2023. Sejak akhir tahun lalu, harga minyak goreng untuk rakyat, yakni minyak goreng curah dan Minyakita, naik. Masyarakat bahkan susah memperoleh Minyakita pada pekan pertama Januari 2023.
Beradasarkan Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, harga rata-rata nasional Minyakita per 16 Februari 2023 Rp 15.200 per liter. Harga tersebut masih di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 14.000 per liter.
Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) dan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menilai, pengenaan BK dan PE CPO bakal membebani para eksportir CPO di tengah lesunya permintaan CPO global. Untuk itu, DMSI dan GIMNI meminta insentif dari pemerintah.
Pelaksana Tugas Ketua DMSI sekaligus Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga menuturkan, sejak November 2022 hingga Januari 2023, hak ekspor CPO dan tiga produk turunannya menumpuk sebanyak 6,17 juta ton. Banyak eksportir empat komoditas tersebut yang tidak memanfaatkan hak ekspor lantaran permintaan CPO global melemah.
”Agar ekspor CPO tetap berjalan, setidaknya pemerintah membekukan BK CPO sementara waktu, yakni pada Februari-April 2023. Sementara PE CPO bisa tetap dikenakan lantaran dibutuhkan program B35 dan Peremajaan Sawit Rakyat,” tuturnya.
Agar ekspor CPO tetap berjalan, setidaknya pemerintah membekukan BK CPO sementara waktu, yakni pada Februari-April 2023. Sementara PE CPO bisa tetap dikenakan lantaran dibutuhkan program B35 dan Peremajaan Sawit Rakyat.
Sementara itu, sejumlah divisi riset perbankan di Malaysia menunjukkan prospek penurunan permintaan CPO global dan peluang pasar ekspor CPO Malaysia. Divisi Riset MIDF Amanah Investment Bank Berhad menyebutkan, ada risiko penurunan ekspor CPO pada tahun ini.
Hal itu disebabkan oleh pelemahan permintaan akibat tekanan inflasi, pengeluaran rumah tangga masih ketat, dan suku bunga tinggi. Harga CPO diperkirakan juga masih bergejolak di kisaran 3.500-4.500 ringgit Malaysia per ton.
Divisi Riset Hong Leong Investment Bank memperkirakan pembekuan sebagian hak ekspor CPO dan tiga produk turunannya di Indonesia berpotensi meningkatkan permintaan ekspor CPO Malaysia. Harga CPO diperkirakan 4.000 ringgit Malaysia per ton pada 2023 dan 3.800 ringgit Malaysia per ton pada 2024 (The Star, 14/2/2023).
Per 16 Februari 2023, harga CPO yang diperdagangkan di Bursa Derivatif Malaysia sebesar 4.069 ringgit Malaysia per ton. Harga tersebut naik 7,2 persen secara bulanan dan turun 26,11 persen secara tahunan.