Program pembangunan balai latihan kerja komunitas bertujuan melengkapi cara mengatasi kesenjangan kompetensi. Dari 3.757 unit yang terbangun, baru 283 termasuk kategori mandiri.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sepanjang tahun 2017–2022, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 3.757 balai latihan kerja komunitas atau BLKK. Dari jumlah itu, baru 283 masuk klasifikasi BLKK mandiri. BLKK diharapkan semakin terintegrasi dengan dunia usaha atau industri sehingga bisa berkembang secara optimal.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengklasifikasikan BLKK menjadi tiga, yaitu tumbuh, berkembang, dan mandiri. Klasifikasi tumbuh artinya BLKK sudah bisa menyelenggarakan pelatihan dengan baik. Sementara klasifikasi berkembang berarti BLKK dapat memberikan pelatihan, menjalin kemitraan untuk pendanaan pelatihan, dan pemberdayaan alumni.
Sementara klasifikasi mandiri berarti BLKK telah sampai pada tahap mampu menghidupi lembaganya dan memproduksi barang/jasa. BLKK boleh didirikan oleh komunitas serikat pekerja/buruh dan pondok pesantren.
Dari 3.757 unit BLKK yang terbangun 2017–2022, data Kemenaker menunjukkan 1.752 unit masuk klasifikasi tumbuh, 876 unit kategori berkembang, dan 283 unit tergolong mandiri. Sisanya, yakni 846 unit, baru selesai dibangun dan diresmikan pada Jumat (10/2/2023).
Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eisha Maghfiruha Rachbini, Sabtu (11/2/2023), di Jakarta, berpendapat, dengan masuk ke komunitas, BLK sebenarnya akan lebih mudah menjangkau kelompok usia angkatan kerja. Pemberi kerja di sekitar komunitas juga akan lebih mudah mencari pekerja. Oleh karena itu, lokasi pembangunan suatu BLKK semestinya dekat dengan sentra kawasan industri.
”Keberhasilan program BLKK bukan hanya dari berapa banyak BLKK yang berdiri, melainkan berapa banyak kelompok usia kerja yang ikut program, berapa banyak peserta BLKK yang berhasil mendapatkan pekerjaan,” ujar Eisha.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar memandang penting kebijakan pemerintah meningkatkan produktivitas atau kompetensi tenaga kerja. Sebab, kondisi angkatan kerja nasional masih didominasi oleh lulusan sekolah menengah ke bawah.
Pemerintah telah memiliki sederet program pelatihan vokasional untuk mengatasi masalah itu, mulai dari Kartu Prakerja, Jaminan Kehilangan Pekerjaan, hingga pelatihan melalui BLK. Dia berpendapat, dari deretan program itu, belum saling terintegrasi.
”Semestinya ada ’payung’ berupa sistem pelatihan vokasi nasional. Jadi, program pelatihan satu dengan lain tidak tumpang tindih dan bisa terintegrasi dengan dunia usaha/dunia industri (DUDI). Apalagi, ada pengalaman di tahun-tahun sebelumnya yang memperlihatkan BLK milik pemerintah daerah ‘mangkrak’,” tutur Timboel.
Timboel menekankan, integrasi lembaga pelatihan kerja apa pun, termasuk BLKK, dengan industri akan membantu peserta terserap ke pasar kerja dan menjadi peserta penerima upah jaminan sosial. Integrasi dengan industri akan membantu mempermudah materi pelatihan kompetensi sejalan dengan kompetensi.
Sementara itu, Ketua Bidang Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Apindo Anton J Supit berpendapat, idealnya sistem pelatihan vokasi melengkapi sistem pendidikan. Keduanya terhubung langsung dengan dunia usaha/industri. Program magangnya pun menjadi jelas.
Kontinuitas lembaga pelatihan kerja, termasuk BLKK, merupakan hal yang krusial. Apalagi, tata kelolanya butuh ongkos besar untuk membiayai fasilitas tenaga pengajar, peralatan praktik, kurikulum, dan sertifikasi kompetensi. Oleh karena itu, dia memandang pentingnya pengawasan terhadap manajemen 3.757 unit BLKK.
Esensi pendirian lembaga/balai latihan kerja harus jelas, bukan sekadar mengejar formalitas.
Menurut Anton, teknologi berubah cepat. Globalisasi pasar kerja terus berjalan sehingga tuntutan atas tenaga kerja kompeten semakin tinggi. Esensi pendirian lembaga/balai latihan kerja harus jelas, bukan sekadar mengejar formalitas.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyampaikan, pihaknya terus berinovasi mencari cara terbaik dan terobosan inovatif untuk melaksanakan pembangunan BLKK beserta kurikulumnya. Implementasi pembangunan BLKK dinilai selaras dengan langkah strategis kementerian untuk menghadapi masalah ketenagakerjaan.
”Tentu saja, terobosan pengembangan kurikulum pelatihan vokasi akan menyesuaikan dengan kondisi kebutuhan dunia usaha dan dunia industri saat ini,” kata Ida dalam siaran pers, Jumat.