Program B35 Diimplementasikan, Sejumlah Infrastruktur Disiapkan
Pemerintah menyiapkan sejumlah infrastruktur demi mendukung implementasi B35. Namun, masih ditemukan kendala dalam persiapannya.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program biodieselB35 dipastikan mulai diberlakukan pada 1 Februari 2023. Demi mendukung implementasinya, pemerintah telah mempersiapkan sejumlah infrastruktur demi menerapkan energi baru terbarukan tersebut.
Adapun B35 merupakan campuran biodiesel antara bahan bakar nabati (BBN) dari minyak kelapa sawit dan bahan bakar minyak (BBM) diesel. Sebesar 35 persen bahan bakar merupakan minyak kelapa sawit, sedangkan 65 persen sisanya adalah solar. Implementasi tersebut bertujuan meningkatkan penyediaan energi bersih berkelanjutan.
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution mengatakan, pihaknya sedang mempersiapkan infrastruktur dengan membangun tangki fatty acid methyl esters (FAME) 50.000 kiloliter yang baru. Pembangunan ini dilakukan demi mendukung produktivitas B35.
Pertamina sebagai pemasok B35 mendapatkan alokasi tambahan sebanyak 9,9 juta kiloliter pada 2023. Bahan bakar B35 dipastikan akan mulai didistribusikan di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) Pertamina pada 1 Februari 2023. Oleh karena itu, diperlukan infrastruktur demi menampung volume bahan bakar tersebut.
”Infrastruktur perlu disiapkan secara matang demi terus mempertahankan keberlanjutan ini. Sebab, 9,9 juta kiloliter itu jumlah yang sangat besar. Khusus untuk implementasi B35, kami mempersiapkan tangki FAME baru berkapasitas 50.000 kiloliter,” tutur Alfian dalam diskusi ”Energy Corner Special B35 Implementation” di Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2022).
Tidak hanya pembangunan tangki FAME baru, Pertamina juga mempersiapkan infrastruktur pendukung, seperti sistem pencampuran lewat pipa yang telah melewati proses pengendalian mutu (quality control/QC) dan diklaim sebagai pipa terbaik. Pipa tersebut dinilai mampu mencegah biodiesel tercampur dengan air.
Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan, pihaknya akan memastikan ketersediaan bahan baku dan bahan penyangga B35 yang memadai. Kualitas biodiesel dapat diukur dari kandungan air dan stabilitas oksidasi yang akan ditingkatkan.
Oleh karena itu, pendistribusian dan penyimpanan bahan bakar B35 dinilai perlu menjadi perhatian pemerintah. Sebab, hal ini dapat memengaruhi kualitas bahan bakar yang sampai ke masyarakat. Penggunaan tangki penampung biodiesel di darat untuk melengkapi ketersediaan penampung yang saat ini masih menggunakan penyimpanan apung atau floating storage di Balikpapan, Kalimantan Timur, menjadi pertimbangan terkait pendistribusian.
”Kami berupaya menjaga kualitas biodiesel dari pabrik hingga masyarakat karena tidak mudah. Kalau transportasinya dari laut, memakan waktu lama dan kemungkinan uap air yang masuk juga tinggi,” ujar Paulus.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana juga mengatakan, pemerintah sudah memastikan kesiapan fasilitas produksi dan distribusi biodiesel. Kapasitas terpasang pabrik biodiesel saat ini mencapai 18,93 juta kiloliter atau jauh di atas kebutuhan tahun ini (Kompas.id, 12/1/2023).
Implementasi B35 masih menghadapi tantangan dalam mempersiapkan infrastrukturnya, seperti terminal untuk penyaluran biodiesel dari produsen ke terminal BBM milik Pertamina. Oleh karena itu, Pertamina menyederhanakan jumlah terminal untuk menyalurkan biodiesel.
Jalur distribusi biodiesel dari produsen hanya ke 17 terminal dari total 112 terminal yang tersedia. Dengan demikian, penyaluran biodiesel ke terminal lainnya menjadi tanggung jawab internal Pertamina, bukan lagi produsen.
”Tantangan kami dalam mempersiapkan infrastruktur ialah terdapat 112 terminal distribusi biodiesel. Namun, jika Aprobi harus menyuplai semua, pasti akan sulit. Jadi, kami pangkas menjadi 17 terminal, kemudian sisanya menjadi tanggung jawab Pertamina untuk sampai ke 112 terminal lainnya,” ucap Alfian.
Tantangan lain yang dihadapi yaitu keberadaan pabrik biodiesel belum merata, khususnya untuk Indonesia timur. Pemerintah sedang menyiapkan pembangunan pabrik biodiesel di wilayah Papua karena di sana juga terdapat perkebunan kelapa sawit. Namun, pembangunan masih terkendala karena jarak antarperkebunan terpisah cukup jauh dan infrastruktur jalan terbatas (Kompas.id, 12/1/2023).
Tidak hanya tantangan yang dihadapi, terdapat penambahan biaya yang harus ditanggung sebesar Rp 110 per liter atas berbagai persiapan infrastruktur B35. Pertamina berharap pemerintah dapat membantu. Sebab, persiapan untuk implementasi B35 dinilai sebagai persiapan yang lebih sulit dibandingkan B30 pada 2022.
”Ketika program B35 ini hadir, batas kemampuan injeksi di terminal BBM atau automation terminal kami memang perlu ditingkatkan total,” kata Alfian.
Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana telah menerima dua surat dari Pertamina terkait tambahan biaya dalam mempersiapkan infrastruktur demi implementasi B35.
Saat ini, pemerintah sedang membahas demi menentukan langkah yang akan diambil ke depan terkait tambahan biaya persiapan infrastruktur implementasi B35. Di sisi lain, pemerintah memastikan tidak akan ada pihak yang kesulitan dalam menerapkan program B35.