Pelaku Usaha Perlu Inovasi untuk Tingkatkan ”Branding”
Perusahaan perlu mempertimbangkan isu-isu penting yang berkembang di masyarakat untuk mendorong inovasi dan memperkuat ”branding” produk.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pada era digitalisasi, para pelaku usaha perlu terus mendorong inovasi produk untuk memperkuat jenama atau branding. Inovasi dibutuhkan agar produk memiliki brand yang solid sehingga konsumen dapat mengidentifikasi kekhasan dan nilai kompetitif dari produk tersebut.
”Sebuah produk harus memiliki identitas yang sangat jelas meskipun tidak tercantum mereknya sekalipun secara langsung,” ujar Head of Innovation and Cost Transformation-Home Care Unilever Indonesia Nuning Wahyuningsih pada acara Unilever: Every U Does Good Heroes Summit secara daring, Minggu (29/1/2023).
Lebih jauh, Nuning menjelaskan, branding pada produk tidak hanya terlihat dari merek yang tertera, tetapi pada pengalaman yang dapat dirasakan oleh masyarakat terkait merek produk tersebut. Oleh karena itu, perusahaan perlu memikirkan dampak yang diberikan bagi konsumen.
Branding diperlukan tidak hanya untuk mengenalkan sebuah produk, tetapi juga terdapat muatan misi produsen di dalamnya. Sebuah produk diharapkan mampu memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi konsumen.
Ainul (28), salah seorang pelaku usaha jasa bidang psikologi dan terapi tarot, menuturkan, ia masih mengalami kesulitan membuat produk jasa yang menyentuh hati konsumen. ”Di bidang jasa ini saya masih mencari tahu bagaimana mengemas branding-nya agar menarik masyarakat dan tidak hanya menarik, tetapi dapat menjadi memori bagi mereka,” ujar Ainul pada forum yang sama.
Zakka (26), salah seorang pelaku usaha yang menyandang disabilitas, mengingatkan, para pelaku usaha dari kaum disabilitas juga perlu dipercaya untuk membangun branding suatu produk dan mampu berinovasi.
”Kami yang (mengalami) disabilitas juga memiliki potensi untuk branding produk dari usaha yang kami miliki agar kami juga dapat berinovasi. Kami ingin tahu ketika kami melakukan kesalahan, misalnya, bagaimana cara konsumen percaya lagi pada usaha kaum disabilitas,” ujar Zakka dalam bahasa isyarat.
Nuning memaparkan, terdapat tiga pilar yang perlu dipertimbangkan para pelaku usaha dalam berinovasi, yaitu lingkungan, kesehatan, dan kesejahteraan, serta pilar ekonomi yang lebih inklusif. Berdasarkan studi Unilever, sebanyak 87 persen generasi milenial di 60 negara merasa lebih setia kepada perusahaan yang berinovasi dengan mementingkan isu sosial dan lingkungan. Adapun 72 persen generasi Z menilai branding berperan sangat penting dalam kehidupan sosial dan bertanggung jawab untuk menjadikan perusahaan lebih baik.
”Produk yang dibuat oleh sebuah perusahaan perlu memiliki tujuan dan memiliki ’jiwa’. Artinya, membangun sebuah brand itu dimulai dari masyarakat terlebih dahulu lewat tiga pilar,” kata Nuning.
Peningkatan branding perlu dilakukan dengan memperhatikan target pasar produk tersebut. Produk perlu diolah dan dikemas mengikuti sesuai dengan tren dan perubahan zaman untuk menjangkau lebih banyak konsumen serta memberikan lebih banyak manfaat.
”Merek sebuah produk harus bisa menyentuh konsumen sehingga produk tersebut dapat bertumbuh. Selain itu, branding juga perlu berubah seiring berjalannya waktu dan bergantinya tren,” kata Nuning.