Produksi siap jual minyak di 2022 masih belum memenuhi harapan di tengah kenaikan investasi hulu migas. Pengeboran sumur pengembangan dimasifkan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
ADITYA PUTRA PERDANA
Selasa (9/8/2022), tepat setahun Pertamina mengelola penuh Blok Rokan, setelah dialih kelola dari PT Chevron Pacific Indonesia yang melakukannya sejak 1924. Selama satu tahun alih kelola, Pertamina Hulu Rokan (PHR) melakukan 370 pengeboran atau lebih dari tiga kali lipat dari sebelumnya.
JAKARTA, KOMPAS — Realisasi produksi siap jual atau lifting minyak bumi dan salur gas sepanjang 2022 gagal memenuhi target, bahkan lebih rendah dari capaian tahun sebelumnya. Situasi itu terjadi di tengah peningkatan investasi hulu migas di dalam negeri. Sejumlah upaya untuk memperbaiki lifting, antara lain, dengan memasifkan pengeboran sumur pengembangan.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto, dalam paparan capaian kinerja hulu migas tahun 2022 dan target tahun 2023, di Jakarta, Rabu (18/1/2023), mengatakan, lifting minyak bumi pada 2022 sebesar 612.300 barel per hari atau 87,1 persen dari target APBN 2022. Itu lebih rendah dari realisasi 2021 yang 660.300 barel per hari.
Adapun realisasi salur gas bumi 2022 sebesar 5.347 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 92,2 persen dari target, serta di bawah capaian 2021 yang 5.505 MMSCFD. Sementara itu, rasio pemulihan cadangan (reserve replacement ratio/RRR) pada 2022 mencapai 156 persen; biaya produksi yang dipulihkan (cost recovery) sebesar 7,8 miliar dollar AS; penerimaan negara 18,19 miliar dollar AS; dan investasi 12,3 miliar dollar AS.
Investasi hulu migas 2022 lebih tinggi dari realisasi investasi di 2021 yang sebesar 10,9 miliar dollar AS. Bahkan, realisasi di 2022 juga lebih tinggi dari 2019 atau sebelum pandemi Covid-19, yang sebesar 11,7 miliar dollar AS.
Deputi Eksploitasi SKK Migas Wahju Wibowo menambahkan, pada pertengahan 2021 atau saat menentukan target APBN 2022, produksi pada awal 2022 diperkirakan 660.000 barel per hari. Namun, prediksi meleset karena hanya 612.000 per hari sehingga dari sisi run rate sudah defisit sejak awal tahun.
”(Realisasi) menjadi 612.000 barel per hari karena ada beberapa waterfall, seperti penurunan produksi pada lapangan yang relatif tua, hasil pengeboran yang belum penuhi target, dan yang paling signifikan ialah penghentian produksi secara tak terduga (unplanned shutdown),” ujar Wahju.
Menurut Wahju, sejumlah upaya yang dilakukan ialah melalui filling the gap atau usaha-usaha yang sebelumnya tidak masuk dalam komitmen kerja di 2022. Selain itu, SKK Migas juga melakukan audit kinerja pada sejumlah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Dengan demikian, sejumlah permasalahan diketahui untuk menjadi evaluasi sekaligus perbaikan pada 2023.
Wahju menambahkan, pengeboran sumur pengembangan dilakukan agresif pada 2022 hingga mencapai 760 sumur atau meningkat 158 persen dari realisasi pada 2021. Pada 2023, akan ditingkatkan lagi menjadi 991 sumur atau mendekati 1.000. Terakhir kali dilakukan pengeboran lebih dari 1.000 sumur pada 2014, tetapi setelah itu terus menurun karena berbagai faktor.
Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf mengatakan, pada 2021-2022, lifting minyak memang di bawah target. Karena itu, menjadi pekerjaan rumah SKK Migas agar target-target rencana jangka panjang tercapai. Sebagai bagian dari strategi nasional, produksi pada 2030 ditargetkan 1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari.
”Mudah-mudahan tahun ini (2023) menjadi titik balik. Dengan mengeksekusi program-program lebih masif, diharapkan peningkatan produksi bisa terjadi perlahan sehingga target bisa dilampaui,” ujar Nanang.
PERTAMINA
Kegiatan hulu migas PHE Offshore North West Java di laut lepas bagian utara Jawa Barat, Jumat (10/4/2020). Anak usaha PT Pertamina (Persero) ini memilih tetap beroperasi di tengah pandemi Covid-19 yang masih terus berlangsung.
Proyek strategis
Dua dari empat proyek strategis nasional hulu migas yang pelaksanaannya selama ini dinanti adalah Indonesia Deepwater Development (IDD) di Kalimantan Timur dan Abadi Masela di laut lepas Maluku. Terkait IDD, Dwi mengatakan, pengalihan participating interest dan pengelolaan (operatorship) sedang berproses. Menurut dia, kedua belah pihak, baik Chevron maupun calon KKKS yang akan mengambil alih, sudah sepakat dan akan selesai pada triwulan I-2023.
”Saat ini sedang proses due diligence (uji tuntas). Pekan depan, ada beberapa data yang masih dimintakan keChevron. Juga meyakinkan lagi ke SKK Migas bahwa tak ada lagi masalah-masalah berkaitan aset IDD dan triwulan I-2023 bisa terjadi kesepakatan,” ucap Dwi.
Sementara terkait Abadi Masela, imbuh Dwi, saat ini tengah berlangsung negosiasi antara PT Pertamina (Persero) dan Shell. Adapun Pertamina hendak mengambil alih 35 persen saham Shell di Masela (65 persen lainnya milik Inpex Corporation selaku operator). Menurut dia, dari informasi yang diterimanya dan tanpa menyebut angka, kesepakatan bakal segera terwujud.
”Memang ada pihak-pihak lain yang berminat dan nanti semestinya pasti akan melanjutkan proses ada. Jadi saat ini mudah-mudahan Pertamina akan deal, sehingga yang lain nanti akan join (menjadi konsorsium). Namun, tentu akan tergantung Pertamina (jika sudah diambil alih) dan Inpex sebagai operator,” ujar Dwi.
Sebelumnya, pengamat ekonomi energi yang juga dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Fahmy Radhi, mengatakan, Blok Masela memiliki potensi gas alam yang besar. Namun, selama ini selalu dirundung masalah sehingga pelaksanannya terus mundur.
Fahmy menambahkan, dengan diawali Pertamina, nantinya bisa dibentuk konsorsium dengan menarik lebih banyak investor. ”Blok Masela prospeknya bagus. Namun, ada tantangan perihal kemampuan (teknologi dan finansial). Sebelumnya, Inpex dan Shell, kan, terguncang. Apabila nantinya dibentuk konsorsium, bisa lebih kuat,” ujarnya.