Atasi Hambatan Peremajaan Sawit demi Dongkrak Produksi
Program peremajaan sawit rakyat (PSR) bertujuan meningkatkan produktivitas kelapa sawit sekaligus menjaga keseimbangan pangan dan energi. Namun, pelaksanaan program itu sangat lambat karena banyak kriteria yang rumit
Oleh
Hendriyo Widi, M PASCHALIA JUDITH J
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peremajaan tanaman kelapa sawit merupakan salah satu upaya meningkatkan produksi untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan pangan dan energi. Namun, program peremajaan dinilai masih berjalan lambat. Oleh sebab itu, pemerintah tengah menyederhanakan aturan mengenai peremajaan agar dapat mendongkrak produktivitas kebun kelapa sawit.
Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit menyatakan peremajaan kelapa sawit dilakukan pada lahan dengan tanaman yang usianya lebih dari 25 tahun. Lahan yang diremajakan dalam program ini maksimal empat hektar per pekebun.
Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengatakan, program peremajaan sawit rakyat (PSR) bertujuan meningkatkan produktivitas kelapa sawit sekaligus menjaga keseimbangan pangan dan energi. Namun, pelaksanaan PSR masih sangat lambat karena banyak kriteria dan standar yang cukup rumit untuk dipenuhi petani.
Beberapa di antaranya adalah penentuan koordinat kebun petani, membuat surat pernyataan bahwa kebun tidak berada di areal gambut dan kawasan hutan lindung, serta verifikasi atas data itu. Selama ini, banyak petani yang tidak memiliki kapasitas menentukan koordinat kebun berdasarkan citra satelit.
”Hal itu menyebabkan proses pendataan hingga verifikasi tersebut sangat panjang. Memakan waktu hampir setengah tahun. Proses panjang itu bisa membuat bibit sawit telanjur tua. Padahal, bibit sawit yang baik itu idealnya ditanam pada usia 11 bulan,” ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta, Minggu (15/1/2023).
Menurut Darto, jika proses itu ingin lebih cepat, pemerintah perlu memiliki rencana strategis PSR. Misalnya saja, Kementerian Pertanian menyiapkan data petani sawit mandiri beserta koordinat kebun sehingga langsung bisa diverifikasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
”Petani yang memiliki kebun di kawasan gambut dan hutan lindung jelas tidak perlu diproses, sedangkan yang sudah sesuai persyaratan langsung segera diproses PSR-nya,” katanya.
Tahun ini, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan meremajakan tanaman kelapa sawit rakyat seluas sekitar 180.000 hektar. Setiap petani dapat meremajakan tanaman pada maksimal empat hektar (ha) lahan. Dana hibah peremajaan sawit rakyat dialokasikan Rp 30 juta per ha per petani.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Andi Nur Alam Syah menyebutkan, rekomendasi teknis atas usulan program PSR beserta realisasinya sepanjang 2022 mencakup 17.587 hektar perkebunan kelapa sawit atau dengan jumlah petani mencapai 8.119 orang. Salah satu tantangan pelaksanaan PSR ialah, rendahnya minat pekebun kelapa sawit yang telah memenuhi kriteria dalam mengajukan program karena tren harga tandan buah segar (TBS) yang relatif naik.
Kedua, lanjut Andi, kelapa sawit enggan meremajakan lahannya lantaran khawatir kehilangan penghasilan selama fase peremajaan karena kelapa sawit mulai berproduksi minimal tiga tahun sejak ditanam. Adapun tantangan teknis yang diidentifikasi ialah, kesulitan pekebun dalam memenuhi persyaratan legalitas lahan untuk mengikuti program PSR. Syarat lain yang menjadi tantangan, pekebun kelapa sawit belum berkelompok.
Andi menjelaskan, pemerintah sedang merevisi Permentan No 3/2022 dengan menyederhanakan persyaratan mengenai status lahan yang tidak berada di kawasan lindung gambut. ”Harapannya, (perubahan ini) dapat mempercepat pengusulan PSR,” katanya saat dihubungi, Sabtu (14/1).
Dalam Permentan No 3/2022, status lahan yang tidak berada di kawasan hutan dan kawasan lindung gambut dibuktikan dengan keterangan dari unit kerja kementerian yang membidangi lingkungan hidup dan kehutanan. Dokumen persyaratan lainnya ialah gambar lahan atau kebun yang minimal memuat 4 titik koordinat atau lebih untuk setiap pekebun yang mengajukan.
Andi menambahkan, upaya mengakselerasi program PSR juga dilakukan melalui pengusulan dengan dua pola, yakni melalui dinas kabupaten/kota atau melalui kemitraan dengan bantuan surveyor. Secara umum, program PSR menjadi strategi untuk meningkatkan produksi kelapa sawit.
Sepanjang 2022, produksi minyak kelapa sawit mentah (CPO) mencapai 48,2 juta ton dengan rata-rata nasional produktivitas sebesar 3,9 ton per hektar. Dalam skenario optimistis, produksi CPO pada 2023 ditargetkan mencapai 56 juta ton.
Sejak 2016-2022, BPDPKS telah menggulirkan dana peremajaan sawit rakyat senilai total Rp 7,52 triliun kepada 120.168 petani sawit. Dari dana itu, lahan sawit yang telah diremajakan seluas 273.666 ha. Adapun lahan atau perkebunan kelapa sawit petani mandiri seluas 6,72 juta hektar atau sekitar 41 persen dari total lahan kelapa sawit di Indonesia.
Adapun untuk biodiesel, BPDPKS telah menggulirkan dana Rp 144,59 triliun sepanjang 2015-2022. Dana itu dialokasikan untuk menyubsidi 42,98 juta kiloliter biodiesel.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menuturkan, untuk meningkatkan produksi CPO, Gapki juga turut mendorong program PSR di sejumlah daerah di Indonesia, antara lain di Kalimantan dan Riau. Gapki juga melihat peremajaan sawit, baik yang digulirkan oleh perusahaan swasta maupun PSR, dapat meningkatkan produktivitas kelapa sawit dan CPO.
Ia memperkirakan, jika program PSR berjalan baik dan tidak lambat, produksi CPO di Indonesia pada 2045 bisa mencapai 71 juta ton dengan rata-rata yield CPO (produktivitas CPO per satu hektar per periode tertentu) 5,28 ton per ha per tahun.
Dalam empat tahun terakhir ini, total produksi CPO dan minyak inti sawit (PKO) rata-rata masih 51 juta ton. Sementara yield CPO masih di kisaran 3,5-4 ton per hektar per tahun.
Belum terlibat
Terkait program B35 atau pencampuran 35 persen produk turunan minyak sawit, metil ester asam lemak (fatty acid methyl esters/FAME), dengan solar, SPKS melihat belum banyak petani sawit mandiri yang dilibatkan dalam rantai pasok biodiesel itu. Program itu juga didominasi oleh perusahaan-perusahaan swasta.
Oleh karena itu, dalam implementasi mandatori B35, Darto berharap agar pemerintah dan swasta melibatkan petani mandiri untuk memasok tandan buah segar (TBS) yang akan diolah menjadi minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan FAME. Selama ini, industri biodiesel hanya memproduksi CPO dan FAME dari kebun sendiri, sedangkan petani mandiri tetap menjual TBS ke tengkulak.
”Kami juga berharap badan usaha milik negara segera memiliki pabrik biodiesel sendiri yang menjalin kemitraan dengan petani mandiri,” kata Darto. (HEN/JUD)