Kopi, komoditas yang menghidupi lebih dari 1 juta petani di Indonesia, dinilai rentan turun produksinya karena terdampak perubahan iklim. Petani perlu dibimbing agar bisa beradaptasi dan memitigasi situasi tersebut.
Oleh
Ninuk M Pambudy
·4 menit baca
Penikmat kopi sebagian besar masih mencecap minuman ini dengan penuh bahagia. Indonesia kaya dengan jenis-jenis kopi, terutama robusta. Tidak terbayang suatu ketika kopi akan langka dan orang harus membayar lebih mahal, bahkan untuk kopi reguler.
Kekhawatiran akan menyusutnya produksi kopi, terutama jenis arabika, disuarakan sejumlah pihak. Mantan chef sekaligus penasihat senior untuk nutrisi yang pertama di Gedung Putih, Sam Kass, dalam wawancara dengan majalah People, berbicara mengenai pertanian berkelanjutan dan perubahan iklim.
Di antara jenis-jenis produk olahan kesukaan masyarakat dunia yang dia khawatir akan punah atau harganya menjadi sangat mahal karena langka, menurut Kass, adalah minuman anggur, cokelat, kerang-kerangan, beras, dan kopi.
Kopi, terutama jenis arabika, menurut penelitian Roman Grüter dan kawan-kawan dari Institute of Natural Resource Sciences di Zurich University of Applied Sciences dalam jurnal Plos One, paling terpengaruh perubahan iklim.
Suhu udara rata-rata yang tinggi, suhu minimum yang rendah, dan curah hujan sepanjang tahun jadi faktor penentu. Perubahan iklim membuka peluang perluasan daerah baru tanaman kopi, tetapi produksi di negara penghasil kopi utama saat ini, yaitu Brasil, Vietnam, Dominika, Peru, dan Indonesia, diprediksi akan menurun nyata.
Mantan peneliti kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Cahya Ismayadi, mengakui belum memiliki cukup data dampak perubahan iklim terhadap kopi. Namun, kenaikan suhu muka bumi diasumsikan memengaruhi produksi kopi, terutama jenis arabika yang menyukai suhu udara lebih dingin. Sementara robusta dan liberika bisa bertahan di suhu lebih panas.
Ketua Koperasi Kopi Alko Kerinci, Jambi, Suryono menyebut angin kencang dan musim hujan yang tidak dapat diprediksi beberapa tahun terakhir sangat memengaruhi produksi kopi yang ditanam di lahan terbuka. Angin kencang menyebabkan bunga rontok. Buah dari tanaman peremajaan juga banyak diserang hama. Sekarang, Suryono mendorong petani kembali menanam kopi di bawah pohon tahunan untuk melindungi dari angin dan terik matahari.
Indonesia merupakan penghasil terbesar keempat kopi dunia dengan produksi 760.963 ton pada 2021. Produsen terbesar adalah Brasil (3.009.402 ton) disusul Vietnam (1.683.971 ton) dan Kolombia (885.120 ton). Namun, dari sisi produktivitas, Indonesia sangat rendah, hanya 604,9 kilogram per hektar per tahun. Sementara Vietnam yang belajar mengenai kopi ke Indonesia menghasilkan 2.704,6 kg, sebagian besar robusta; Brasil 1.650,4 kg, sebagian besar arabika; dan Kolombia 1.036,8 kg.
Meskipun sumbangan pertanian dan perkebunan on farm pada ekonomi nasional terus menurun, kopi memberi penghidupan bagi lebih dari 1 juta petani yang memproduksi 99,33 persen (757.300 ton) kopi nasional, selain memasok industri pengolahan dan menjadi komoditas ekspor.
Nilai dan volume ekspor kopi tahun 2011-2020 berfluktuasi. Menurut Badan Pusat Statistik, volume tertinggi pada tahun 2013 sebesar 534.020 ton senilai 1.174,03 juta dollar AS, lalu merosot menjadi 379.350 ton pada 2020 senilai 821,93 juta dollar AS. Salah satu penyebab penurunan itu adalah naiknya konsumsi dalam negeri.
Minuman kopi jadi industri yang berkembang pesat, dengan selera masyarakat dicirikan oleh es kopi susu. Gerai waralaba lokal bertumbuhan, seperti Janji Jiwa, Kulo, JCo Donut and Coffee, hingga Kopi Kenangan. Konsumsi per kapita naik dari 0,5 kg pada 2000 jadi 1,15 kg pada 2019.
Menghadapi prediksi internasional mengenai turunnya produksi dalam sepuluh tahun ke depan, Cahya menganjurkan perbaikan praktik budidaya, terutama untuk robusta dan liberika yang menyerbuk silang antar-tanaman. Bibit yang baik, benar, dan unggul sangat penting. Ini untuk menghindari keluhan kebun hanya menghasilkan 40 persen dari potensi. Jenis liberika yang tahan lahan marjinal dapat dikembangkan di lahan gambut dan pesisir.
Petani perlu dibimbing agar dapat beradaptasi dan memitigasi perubahan iklim.
Kendala yang harus dapat diatasi adalah terbatasnya sumber platma nutfah kopi Indonesia dan lamanya proses pemuliaan. Karena kopi memberi nilai tambah tinggi dari kebun menjadi minuman dan bahan industri lain, petani perlu dibimbing agar dapat beradaptasi dan memitigasi perubahan iklim. Pemilihan bibit dan budidayanya harus menjamin keberlanjutan kopi sebagai tanaman tahunan.
Bagi industri besar tantangannya menemukan keseimbangan antara menjaga keberlangsungan usaha dan pengembangan kebun baru. Adi Haryono dari Kapal Api menyebut, saat ini membangun perkebunan baru belum menjadi prioritas.