Penerapan pajak pada aset kripto perlu dilakukan secara efektif dan efisien. Dengan begitu, penerapan pajak tidak menghambat pertumbuhan industri digital baru tersebut.
Oleh
Axel Joshua Halomoan Raja Harianja
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengenakan pajak atas transaksi perdagangan aset kripto sejak 1 Mei 2022. Namun, besaran pajak yang ditetapkan dianggap memberatkan pedagang aset kripto. Pemerintah pun diminta untuk menurunkan tarif pajak tersebut.
Pajak atas transaksi perdagangan aset kripto diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Dalam aturan itu, pemerintah membuat ketentuan tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi perdagangan aset kripto.
Berdasarkan regulasi yang diundangkan pada 30 Maret 2022 itu, tarif PPN ditetapkan sebesar 0,11 persen jika transaksi diselenggarakan oleh pedagang aset kripto yang terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Tarif PPN ditetapkan 0,22 persen jika transaksi dilakukan melalui pedagang yang tidak terdaftar di Bappebti. Bappebti merupakan otoritas di bawah naungan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang berwenang mengatur dan mengawasi kripto.
Adapun, tarif PPh Pasal 22 final ditetapkan 0,1 persen jika transaksi melalui pedagang yang terdaftar di Bappebti dan 0,2 persen jika transaksi dilakukan oleh pedagang yang tak terdaftar di Bappebti.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, berpandangan, kondisi pasar aset kripto saat ini tengah lesu. Selain itu, volume transaksi aset kripto juga menurun. Oleh karena itu, seharusnya tarif pajak kripto diturunkan.
"(Pajak diturunkan) di kisaran PPh 0,05-0,06 persen, itu tarif yang ideal," kata Bhima saat dihubungi di Jakarta, Jumat (6/1/2023).
Kondisi pasar aset kripto saat ini tengah lesu. Selain itu, volume transaksi aset kripto juga menurun.
Berdasarkan data dari Bappebti, nilai transaksi aset kripto di Indonesia pada 2022 menurun. Pada 2021, nilainya berada di angka Rp 859,4 triliun. Angka tersebut meningkat dari nilai tahun 2020 yang hanya Rp 64,9 triliun. Sementara per Januari hingga November 2022, nilai transaksi aset kripto menurun menjadi Rp 296,6 triliun.
Bhima menilai, tarif pajak yang tinggi akan berdampak beralihnya investor ritel ke luar negeri, lantaran banyak negara yang menetapkan tarif pajaknya lebih rendah dari Indonesia.
"Pemerintah juga sudah mendapat banyak pendapatan dari sumber lainnya, termasuk dari windfall (pajak yang dipungut pemerintah terhadap industri tertentu) harga komoditas. Sebisa mungkin, (pajak kripto) lebih cepat turun lebih baik," ucap Bhima.
Senada dengan Bhima, peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, mengatakan, adanya pajak membuat pertumbuhan industri aset kripto terhambat. Menurutnya, saat ini belum tepat menetapkan pajak bagi industri digital yang baru bertumbuh.
"Jika pun diberikan pajak, maka harus ada timbal balik kebijakan bagi industri. Ini kan bursa-nya saja belum ada," kata Nailul.
Sebelumnya, Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) mengusulkan tarif PPh final diturunkan menjadi 0,05 persen, dan tanpa PPN. Asosiasi menilai, industri aset kripto di Indonesia masih relatif baru. Kebijakan yang tak tepat berpotensi menekan pertumbuhannya.
AXEL JOSHUA HALOMOAN RAJA HARIANJA
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Kurniawan Harmanda seusai acara penandatangan perjanjian kerja sama (PKS) antara Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dengan Aspakrindo di Gedung Bappebti, Jakarta, Kamis (5/1/2023).
Ketua Umum Aspakrindo Teguh Kurniawan Harmanda, berujar, pihaknya sudah melakukan audiensi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Saat ini, asosiasi masih menunggu respons dari DJP Kemenkeu.
"Kami tidak menolak adanya penerapan pajak. Cuma, kami menginginkan penerapan pajak yang sifatnya efektif dan efisen karena sekarang ini sangat enggak efektif. Karena apa? Akhirnya capital outflow, orang berdagang atau bertranskasi di luar. Yang dirugikan siapa? Yang dirugikan orang Indonesia juga," ujar Harmanda di Gedung Bappebti, Jakarta, Kamis (5/1/2023).
Sementara itu, saat dihubungi pada Jumat (6/1/2023), Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Neilmaldrin Noor, membenarkan pihaknya telah berdiskusi dengan Aspakrindo terkait pajak aset kripto tersebut.
"Dari hasil komunikasi tersebut, hingga saat ini belum ada informasi terkait perubahan tarif yang dimaksud," tutur Neilmaldrin.
AXEL JOSHUA HALOMOAN RAJA HARIANJA
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Didid Noordiatmoko, menjawab pertanyaan wartawan seusai konferensi pers Outlook Bappebti Tahun 2023 di Jakarta, Rabu (4/1/2023).
Terkait pajak aset kripto, Pelaksana Tugas Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko pada Rabu (4/1/2023), mengatakan, aset kripto bermanfaat bagi penerimaan negara. Sejak Mei hingga 14 Desember 2022, pajak yang dihasilkan dari perdagangan aset kripto dari pedagang yang terdaftar di Bappebti mencapai Rp 231,75 miliar.
"Kami mengatur di kriptonya saja. Keputusan besarnya tarif pajak di DJP, bukan di kami. Kami memfasilitasi untuk pertemuan (antara DJP dengan asosiasi)," kata Didid di Gedung Bappebti, Jakarta.