Pabrik Minyak Makan Merah Segera Beroperasi, Jadi Ekosistem Hilirisasi Sawit Petani
Pemerintah membangun ekosistem hilirisasi sawit petani yang selama ini hanya menjual tandan buah segar tanpa nilai tambah apa pun. Tiga pabrik minyak makan merah yang dikelola petani segera beroperasi untuk percontohan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Pemerintah membangun ekosistem hilirisasi sawit petani yang selama ini hanya bisa menjual tandan buah segar tanpa menikmati nilai tambah apa pun. Tiga pabrik minyak makan merah yang akan dikelola petani sudah dibangun dan segera beroperasi di Sumatera Utara sebagai proyek percontohan.
”Kami ingin membuat terobosan. Setiap 1.000 hektar kebun sawit, petani harus punya satu pabrik minyak makan merah sendiri. Ekonomi kerakyatan harus menjadi bagian penting dalam pembangunan ekonomi nasional,” kata Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir saat meninjau pembangunan pabrik minyak makan merah di Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (6/1/2023).
Erick mengatakan, tiga pabrik minyak makan merah dibangun dengan kerja sama PT Perkebunan Nusantara III (holding), Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Pabrik pertama dibangun di lahan PT Perkebunan Nusantara II berdampingan dengan pabrik kelapa sawit Pagar Merbau.
Pabrik ini adalah harapan petani. Kalau sukses, petani akan menjadi tuan di tanah sendiri.
Erick mengatakan, gonjang-ganjing harga dan kelangkaan minyak goreng yang terjadi tahun lalu menunjukkan rantai pasok industri sawit nasional perlu dibenahi. Meskipun Indonesia merupakan negara penghasil sawit terbesar di dunia, ketika itu harga dan pasokan minyak goreng tidak bisa dikendalikan.
Erick menyebut, BUMN tidak bisa melakukan operasi pasar karena hanya menguasai 3-4 persen kebun sawit secara nasional. Sementara swasta menguasai sampai 56 persen dan petani 40 persen.
Namun, petani tidak berdaya karena hanya bisa menjual tandan buah segar (TBS) ke pabrik-pabrik milik swasta atau BUMN.
Minyak goreng
Dengan kondisi rantai pasok itu, kata Erick, BUMN belum bisa maksimal mengendalikan harga dan pasokan minyak goreng. Harga dan pasokan minyak goreng lebih stabil jika petani bisa membangun satu pabrik kelapa sawit dan satu pabrik minyak makan merah per 1.000 hektar kebun sawit.
Petani juga mendapat nilai tambah yang jauh lebih besar dibandingkan hanya menjual TBS. Dengan rata-rata kepemilikan sawit petani 2 hektar per keluarga, satu pabrik bisa melibatkan 500 keluarga petani untuk hilirisasi sawit.
Dalam kunjungannya itu, Erick juga mencoba mencicipi pisang goreng yang dimasak dengan minyak makan merah. Menurut Erick, minyak makan merah hasil produksi petani tersebut bisa menghasilkan makanan yang lebih sehat karena kandungan vitaminnya lebih tinggi daripada minyak goreng biasa.
Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara III Muhammad Abdul Gani mengatakan, bangunan pabrik minyak makan merah itu sudah selesai 80 persen dan mesin 30 persen. Mereka menargetkan pabrik beroperasi pada akhir Februari. Dua pabrik lagi akan dibangun di Kabupaten Langkat dan Asahan.
Menurut Gani, Presiden Joko Widodo menaruh perhatian langsung pada pembangunan pabrik minyak makan merah karena terkait dengan peningkatan kesejahteraan petani. Pengoperasian pabrik itu menurut rencana akan diresmikan Presiden Joko Widodo.
”Pabrik ini adalah harapan petani. Kalau sukses, petani akan menjadi tuan di tanah sendiri,” kata Gani.
Peneliti di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Frisda Rimbun Panjaitan, mengatakan, pabrik itu bisa mengolah 10 ton minyak sawit mentah (CPO) per hari yang akan menghasilkan 7,4 ton minyak makan merah.
TBS petani akan dititipkan untuk diolah menjadi CPO di pabrik kelapa sawit Pagar Merbau milik PTPN II. CPO itu lalu diolah di pabrik minyak makan merah yang dikelola pangsung oleh petani.
”Ongkos produksi pabrik ini lebih murah sekitar Rp 2.000 per kilogram dibandingkan minyak goreng curah, tetapi kualitasnya jauh labih bagus,” kata Frisda.
Frisda menyebut, kandungan vitamin dalam minyak makan merah bisa dijaga karena diolah pada suhu 70 derajat celsius. Sementara minyak goreng biasa diolah pada suhu 250 derajat celsius.
Minyak makan merah bisa dimanfaatkan untuk menggoreng layaknya minyak goreng atau dikonsumsi langsung sebagai minyak makan. Kandungan beta karoten, vitamin A, fitonutrien, dan komposisi asam lemaknya dinilai sangat baik untuk mengatasi tengkes (stunting).
Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah mengatakan, hilirisasi sawit petani akan meningkatkan nilai tambah yang dapat dinikmati petani secara signifikan. Ekonomi rakyat akan meningkat dan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi daerah.