Suntikan Modal Negara Rp 7,5 Triliun bagi Garuda Indonesia Cair
Garuda Indonesia resmi menerima pencairan PMN Rp 7,5 triliun. Di sisi lain, IATA memproyeksikan industri penerbangan global tetap resilien pada 2023 meski ketidakpastian ekonomi masih tinggi.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk resmi menerima penyertaan modal negara Rp 7,5 triliun. Suntikan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2022 itu akan memperkuat dan mengakselerasi pemulihan kinerja Garuda.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, Garuda menerima dana penyertaan modal negara (PMN) itu pada Selasa (20/12/2022). Realisasi PMN itu dilakukan melalui proses tahapan yang mengedepankan prinsip kehati-hatian dan pemenuhan aspek kepatuhan yang berlaku.
Garuda akan menggunakan PMN tersebut untuk mendukung percepatan pemulihan kinerja perusahaan, khususnya pada lini operasional penerbangan. Beberapa langkah konkretnya adalah restorasi pesawat, pemeliharaan suku cadang dan komponen pesawat, serta penyehatan arus kas perseroan penopang operasional.
”Realisasi PMN ini akan semakin memperkuat langkah Garuda untuk terus mengakselerasikan proses restrukturisasi pascahomologasi yang kami perkirakan dapat rampung akhir tahun ini,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Selasa.
Realisasi PMN ini akan semakin memperkuat langkah Garuda untuk terus mengakselerasikan proses restrukturisasi pascahomologasi yang kami perkirakan dapat rampung akhir tahun ini.
Menurut Irfan, perbaikan kinerja bisnis merupakan salah satu substansi rencana perdamaian proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang ditawarkan Garuda terhadap para kreditor. PMN tersebut dapat memperkuat komitmen Garuda kepada semua kreditor untuk memaksimalkan pertumbuhan kinerja usaha ke depan.
Garuda juga dapat turut mendukung pemulihan ekonomi nasional, khususnya sektor pariwisata. Kontribusi itu diwujudkan, antara lain, melalui peningkatan aksesibilitas dan penyediaan layanan penerbangan yang aman, nyaman, dan berdaya saing.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo menyatakan, saat ini Garuda dan Citilink telah mengoperasikan 80 pesawat. Dengan keterlambatan perbaikan sejumlah pesawat dan pencairan PMN, kedua maskapai itu hanya mampu mengoperasikan 100 pesawat hingga akhir tahun ini.
”Target 120 pesawat yang semula diperkirakan bisa dioperasikan pada akhir tahun ini baru dapat direalisasikan pada triwulan I-2023,” kata Kartika dalam rapat kerja dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat yang digelar secara hibrida pada 5 Desember 2022.
Pada semester I-2022, Garuda Indonesia mulai menunjukkan kinerja positif. Maskapai berlode emiten GIAA itu membukukan laba bersih sebesar 3,76 miliar dollar AS. Laba tersebut ditopang oleh pertumbuhan pendapatan Garuda sebesar 26,1 persen, penyusutan beban usaha sebesar 11,71 persen, dan restrukturisasi keuangan.
Restrukturisasi utang Garuda Indonesia melalui PKPU berpengaruh signifikan terhadap utang perseroan. Utang GIAA yang semula 10,1 miliar dollar AS berkurang menjadi 5,1 miliar dollar AS.
Asosiasi Transportasi Penerbangan Internasional (IATA) menyebutkan, industri jasa penerbangan berangsur-angsur pulih pada 2022 dan 2023. Kendati begitu, sejumlah tantangan masih akan mewarnai pemulihan tersebut.
IATA memproyeksikan kerugian bersih maskapai dunia pada 2022 bisa berkurang menjadi 6,7 miliar dollar AS dari perkiraan IATA pada Juni 2022 yang sebesar 9,7 miliar dollar AS. Kerugian itu sudah berkurang dibandingkan kerugian pada 2020 dan 2021 yang masing-masing sebesar 137,7 miliar dollar AS dan 42 miliar dollar AS.
Pada 2023, laba bersih maskapai dunia diperkirakan sebesar 4,7 miliar dollar AS. Itu merupakan laba bersih pertama maskapai dunia sejak 2019 yang mencapai 26,4 miliar dollar AS.
Pada 2023, laba bersih maskapai dunia diperkirakan sebesar 4,7 miliar dollar AS. Itu merupakan laba bersih pertama maskapai dunia sejak 2019 yang mencapai 26,4 miliar dollar AS.
Direktur Jenderal IATA Willie Walsh menuturkan, peningkatan laba bersih itu berpotensi terjadi meskipun ketidakpastian ekonomi dunia meningkat. Ada beberapa alasan IATA tetap optimistis pada tahun depan.
Pertama, tingkat inflasi harga bahan bakar akan lebih rendah. Rata-rata harga minyak mentah Brent pada 2023 diperkirakan 92,3 dollar AS per barel, turun dari rata-rata pada 2022 yang sebesar 103,2 dollar AS per barel.
Kedua, permintaan penumpang dan kargo akan terus bertambah sehingga akan menjaga pendapatan. Dengan begitu, pengeluaran berbagai biaya yang diperkirakan masih cukup tinggi tetap terkendali meskipun memperkecil keuntungan.
Biaya keseluruhan maskapai dunia pada 2023 diperkirakan tumbuh 5,3 persen menjadi 776 miliar dollar AS. Pertumbuhan biaya itu sedikit lebih rendah daripada pertumbuhan pendapatan yang diperkirakan sebesar 5,32 persen menjadi 779 miliar dollar AS.
”Persoalan geopolitik Rusia-Ukraina dan kebijakan nol persen Covid-19 China masih akan memengaruhi industri penerbangan tahun depan. Namun, pembaruan bisnis modal dan kebijakan setiap negara mulai melonggarkan penerbangan domestik akan membuat maskapai lebih berdaya tahan,” kata Walsh melalui siaran pers.