WTO menyebutkan restriksi dagang komoditas pangan, pakan, dan pupuk masih terjadi. Sementara IMF menyatakan, perubahan harga pangan dipengaruhi oleh penurunan panen, harga minyak, pupuk, dan kenaikan suku bunga acuan.
Oleh
Hendriyo Widi
·5 menit baca
Restriksi dagang masih cukup kuat bercokol di pengujung 2022. Restriksi itu bakal membayangi perdagangan dunia pada 2023. Jika tetap berlanjut dan tak berkurang, restriksi dagang akan membuat ketidakpastian di tahun depan lambat berkurang.
Dalam laporan Badan Peninjau Kebijakan Perdagangan Organisasi Perdagangan Dunia (TPRB WTO) yang dirilis pada 6 Desember 2022, dari 78 tindakan pembatasan ekspor pada makanan, pakan, dan pupuk yang dilakukan sejak perang Rusia-Ukraina pada akhir Februari 2022, 58 pembatasan masih diberlakukan. Total nilai perdagangan itu 56,6 miliar dollar AS.
Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala mengatakan, negara-negara anggota WTO semakin banyak yang menerapkan pembatasan perdagangan baru, khususnya di sisi ekspor. Semula pembatasan perdagangan itu dilakukan dalam konteks pandemi Covid-19, kemudian baru-baru ini berkembang dalam konteks perang Rusia-Ukraina dan krisis ketahanan pangan.
Meskipun beberapa pembatasan ekspor itu telah dicabut, masih banyak juga yang tetap dipertahankan. Padahal, pencabutan pembatasan ekspor itu sangat penting untuk mengurangi lonjakan harga dan volatilitas serta memungkinkan barang mengalir ke negara-negara yang sangat membutuhkan.
”Saya berharap anggota WTO menahan diri dari mengadopsi langkah-langkah pembatasan perdagangan baru, khususnya pembatasan ekspor, serta menjaga pasar tetap terbuka. Pembatasan tersebut dapat berkontribusi pada memburuknya prospek ekonomi global,” ujarnya melalui keterangan pers.
Pembatasan ekspor dapat berkontribusi pada memburuknya prospek ekonomi global,
WTO memperkirakan perdagangan global pada 2022 bakal tumbuh 3,5 persen dan 1 persen pada 2023. Kondisi itu akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi global. WTO memperkirakan ekonomi gobal pada 2022 dan 2023 masing-masing tumbuh 2,8 persen dan 2,3 persen.
Berdasarkan data Institut Penelitian Kebijakan Pangan Internasional (IFPRI), per 26 November 2022, sebanyak 18 negara masih membatasi ekspor pangan dan empat negara membatasi ekspor pupuk. Pembatasan itu mulai dari penghentian ekspor, menambah persyaratan izin ekspor, hingga pengenaan atau peningkatkan pajak ekspor.
Sepanjang Agustus-Oktober 2022, ada sejumlah negara telah mencabut restriksi dan ada yang menerapkan kebijakan pembatasan baru. Pada Agustus dan September 2022, Kazakhstan telah mengakhiri larangan ekspor biji bunga matahari, gandum dan tepung terigu, sedangkan Malaysia mencabut larangan ekspor ayam hidup dan daging ayam.
Di sisi lain, pada 8 September 2022, India pertama kali mengenakan pajak ekspor beras untuk mengamankan pasokan di dalam negeri lantaran produksinya menyusut akibat curah hujan tinggi. Beras yang belum digiling dan beras pecah kulit, beras yang telah digiling, beras brasmati akan dipungut pajak ekspor sebesar 20 persen per 9 September 2022.
Bersamaan dengan itu, India juga melarang ekspor beras pecah. Adapun China, pada 2 Oktober 2022, memberlakukan larangan ekspor tepung jagung.
Untuk mengurai restriksi dagang itu, WTO berupaya memfasilitasi perdagangan. Sepanjang pertengahan Oktober 2021 hingga Oktober 2022, ada 376 tindakan fasilitasi perdagangan yang digulirkan WTO. Total nilai perdagangan yang difasilitasi WTO itu diperkirakan 1,16 triliun dollar AS. Angka itu lebih besar ketimbang nilai pembatasan perdagangan yang mencapai 278 miliar dollar AS.
Ekonom Divisi Komoditas Departemen Penelitian Dana Moneter Internasional (IMF) Christian Bogmans mengatakan, dalam analisis terbaru IMF, ada empat faktor yang memengaruhi harga komoditas pangan dunia. Pertama, setiap penurunan panen dunia sebesar 1 persen akan menaikkan harga komoditas pangan sebesar 8,5 persen.
Kedua, kenaikan 1 basis poin suku bunga acuan bank sentral AS, Fed Fund Rate, akan mengurangi harga komoditas pangan sebesar 13 persen setelah satu triwulan. Ketiga, kenaikan harga minyak sebesar 1 persen akan meningkatkan harga komoditas pangan sebesar 0,2 persen.
”Keempat, kenaikan harga pupuk sebesar 1 persen akan membuat harga pangan naik 0,45 persen. Kenaikan harga pupuk ini terutama lebih dipengaruhi kenaikan harga gas alam dunia, meskipun terdampak juga oleh pembatasan ekspor,” kata Bogmans dalam IMF Blog pada 9 Desember 2022.
Setiap kenaikan harga minyak sebesar 1 persen akan meningkatkan harga komoditas pangan sebesar 0,2 persen. Kenaikan harga pupuk sebesar 1 persen akan membuat harga pangan naik 0,45 persen.
Berdasarkan Data Harga Komoditas Bank Dunia (The Pink Sheet) yang dirilis pada 2 Desember 2022, harga pupuk dunia turun 5,8 persen per November 2022. Pupuk urea, misalnya. Harganya yang pernah tebus di kisaran 800 dollar AS per ton kini turun menjadi 588,8 dollar AS per ton per November 2022. Pada Januari-Desember 2021, harga rata-rata pupuk urea dunia hanya 483,2 dollar AS per ton.
Dampak tingginya harga pupuk itu dirasakan para petani, terutama yang tidak mendapatkan pupuk bersubsidi. Tingginya harga pupuk itu berimbas pada kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya produksi itu juga dirasakan tak sebanding dengan kenaikan harga hasil panen.
Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengatakan, biaya produksi petani sawit mandiri naik signifikan. Kenaikan itu dipengaruhi kenaikan harga pupuk, upah pekerja, dan biaya pengangkutan.
Harga pupuk noinsubsidi, misalnya, naik rata-rata di atas 50 persen. Di Kabupaten Rokan Hulu dan Siak, Riau, rata-rata harga pupuk NPK Rp 900.000 per zak (kapasitas 50 kg) dan urea Rp 960.000 per zak. Harga NPK dan urea tersebut masing-masing naik sekitar 64 persen dan 74 persen.
Begitu juga di Kabupaten Sekadau dan Sanggau, Kalimantan Barat. Rata-rata harga pupuk NPK dan urea telah tembus masing-masing Rp 800.000 per zak dan 560.000 per zak. Harga pupuk NPK telah naik 63 persen dan urea 64 persen.
”Kenaikan biaya produksi, termasuk harga pupuk, belum seimbang dengan kenaikan harga tandan buah segar (TBS) sawit. Harga TBS sawit di tingkat petani per 1 Desember 2022 di kisaran Rp 2.250 per kg-Rp 2.700 per kg. Untuk mengimbangi kenaikan biaya produksi, idealnya harga TBS di tingkat petani Rp 3.000 per kg-Rp 3.200 per kg,” kata Darto.