BPR Syariah masih tumbuh positif di tengah berbagai tantangan dan juga pengaruh dampak pandemi Covid-19. BPR Syariah juga didorong berinovasi dan beradaptasi, termasuk dengan digitalisasi perbankan.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Di tengah berbagai tantangan dan pengaruh pandemi Covid-19, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah atau BPR Syariah dapat tumbuh positif, baik dari sisi aset maupun dana pihak ketiga. Meski demikian, kemajuan teknologi dan pertumbuhan penggunaan berbagai media dan sarana elektronik mendorong perlunya BPR Syariah beradaptasi dan berinovasi, termasuk dengan melaksanakan transformasi ke digitalisasi, sehingga layanan perbankan tetap relevan dengan kebutuhan nasabah.
Dari sambutan Ketua Umum Kompartemen BPR Syariah DPP Perkumpulan Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Cahyo Kartiko, yang dibacakan Ketua II DPP Asbisindo Edi Sunarto dalam pembukaan seminar nasional dan Rapat Kerja Nasional Kompartemen BPR Syariah Asbisindo di Ungasan, Kuta Selatan, Badung, Jumat (9/12/2022), dinyatakan kinerja industri BPR Syariah di Indonesia masih tumbuh dengan baik.
Mengacu laporan Data Kinerja BPS Syariah periode triwulan III-2022 dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aset BPR Syariah tumbuh 18,49 persen pada triwulan III-2022 dan dana pihak ketiga (DPK) bertumbuh 18,02 persen.
Sementara itu, pandemi Covid-19 menyebabkan adanya pembatasan interaksi fisik, termasuk pula dalam layanan perbankan kepada nasabah. Kondisi tersebut mendorong meningkatnya penggunaan berbagai media dan sarana elektronik untuk memudahkan akses dan mempercepat layanan kepada masyarakat.
Hal itu mendorong industri BPR Syariah untuk segera mengadaptasi transformasi digital agar BPR Syariah menjadi relevan terhadap kebutuhan nasabah dan memperbaiki kinerja pembiayaan serta memperluas basis nasabah BPR Syariah.
”Dampak pandemi Covid-19 ini belum berakhir, lalu ada ancaman resesi,” kata Edi Sunarto di sela-sela pembukaan acara seminar nasional dan Rakernas Kompartemen BPR Syariah Asbisindo di Badung, Jumat (9/12).
”Meskipun kondisi ekonomi Indonesia masih cukup baik, dalam situasi turbulensi ini memerlukan kehati-hatian dan juga strategi berinovasi, termasuk transformasi digital,” ujar Edi, yang juga Direktur Utama PT BPR Barokah Dana Sejahtera, Yogyakarta, itu menambahkan.
Adapun seminar nasional mengawali kegiatan Rakernas Kompartemen BPR Syariah Asbisindo di Badung, Bali. Seminar nasional diadakan dengan mengangkat tema ”Outlook BPR Syariah 2023”.
Penyelenggaraan Rakernas Kompartemen BPR Syariah Asbisindo dan juga seminar nasional di Bali itu disebut sebagai bentuk dukungan kalangan BPR Syariah terhadap upaya Pemprov Bali dalam memulihkan perekonomian Bali.
Dampak pandemi Covid-19 ini belum berakhir, lalu ada ancaman resesi. (Edi Sunart)
Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara Giri Tribroto menyebutkan, tantangan sama dihadapi BPR Syariah dan BPR umum. Menurut Giri Tribroto, industri jasa keuangan masih mengalami efek luka memar (scarring effect) dampak pandemi Covid-19 dan juga menghadapi kondisi ketidakpastian di tahun mendatang.
”Pengembangan BPR Syariah perlu didukung,” kata Giri dalam serangkaian kegiatan seminar nasional dan Rakernas Kompartemen BPR Syariah Asbisindo di Badung, Jumat (9/12).
Teknologi informasi
Giri pun menyatakan, BPR Syariah juga perlu mengadopsi perkembangan teknologi informasi, termasuk dengan melaksanakan transformasi digital atau memasuki ekosistem digital untuk memenuhi kebutuhan dan memberikan layanan kepada nasabah.
Menurut Giri, BPR Syariah dapat bekerja sama dengan penyelenggara layanan jasa keuangan berbasis peer to peer lending (P2P lending) atau teknologi finansial (fintek) dalam pelayanan pembiayaan.
Kemampuan dan keseriusan melaksanakan transformasi digital dinilai akan mampu memperbaiki kinerja pembiayaan dan memperluas basis nasabah, selain akan membuat industri perbankan mampu bertahan dalam situasi pelambatan laju ekonomi.
Dalam pandangan Bank Syariah, menurut Cahyo Kartiko dalam sambutannya, digitalisasi BPR Syariah adalah kegiatan-kegiatan BPR Syariah dengan menggunakan sarana elektronik atau digital dalam layanan, proses, pemasaran, dan pelaporan.
Adapun tantangan dan kendala yang dihadapi BPR Syariah dalam upaya bertransformasi ke digitalisasi, antara lain, keterbatasan permodalan BPR Syariah untuk memenuhi infrastruktur pendukung layanan berbasis digital dan keterbatasan jumlah dan kualitas vendor penyedia jasa layanan digital dan layanan komunikasi.
Selain itu, masih juga dirasakan adanya kesulitan dalam memperoleh perizinan dari regulator dalam penyelenggaraan layanan berbasis teknologi dan belum semua nasabah BPR Syariah memahami layanan digital karena sebagian besar nasabah adalah masyarakat menengah ke bawah.
Sementara itu, Kepala Biro Pengadaan Barang atau Jasa dan Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Bali I Ketut Adiarsa, yang mewakili Gubernur Bali dalam pembukaan seminar nasional dan Rakernas Kompartemen BPR Syariah Asbisindo di Badung, Jumat (9/12), mengatakan, kehadiran BPR, termasuk BPR Syariah, diharapkan berkontribusi mendorong maju usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Adiarsa menambahkan, tingkat inklusi keuangan di Bali dinilai cukup baik, tetapi literasi keuangan di Bali masih perlu ditingkatkan. ”Ini juga perlu peran dari BPR Syariah memberikan edukasi keuangan kepada masyarakat,” kata Adiarsa, yang ditemui seusai acara pembukaan.