Perlu Kuasai Teknologi untuk Capai Target Produksi Migas 2030
Teknologi sangat nyata dalam perkembangan migas di Amerika Serikat. Pada 2010, produksi minyak AS kurang dari 5 juta barel per hari. Dengan teknologi, produksi meningkat menjadi 12 juta barel per hari pada 2019.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
ADITYA PUTRA PERDANA
Hari ini, Selasa (9/8/2022), tepat setahun Pertamina mengelola penuh Blok Rokan, setelah dialihkelola dari PT Chevron Pacific Indonesia yang melakukannya sejak 1924. Selama satu tahun alih kelola, Pertamina Hulu Rokan (PHR) melakukan 370 pengeboran atau lebih dari tiga kali lipat dari sebelumnya.
JAKARTA, KOMPAS — Tantangan berat dihadapi Indonesia untuk mencapai target produksi minyak bumi 1 juta barel per hari dan gas 12 miliar standar kaki kubik per hari pada 2030 di tengah menurunnya produksi secara alamiah. Penguasaan teknologi pun perlu dipacu sebagai langkah awal penting dalam mengejar target. Setidaknya, ditargetkan sumur-sumur yang produksinya terhenti dapat dipantau secara langsung.
Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Nanang Abdul Manaf, pada Integrated Operation Center (IOC) Forum: Transformasi dan Inovasi Digital Hulu Migas Indonesia, secara hibrida, Rabu (7/12/2022) mengatakan, teknologi sangat relevan dengan situasi migas saat ini.
“Sedih sekali saat ada teman-teman di lapangan mengetahui sumur mati dan menyebabkan penurunan produksi, setelah 2-3 hari. Belum ada cerita real time, padahal sudah seabad industri migas di Indonesia. Ini tantangan. Era mendapatkan minyak dengan mudah, seperti cerita 1970-80-an sudah berakhir. Sekarang, kita harus menguasai teknologi,” kata Nanang.
Menurutnya, peran teknologi sangat nyata dalam perkembangan migas di Amerika Serikat. Dalam catatannya, pada 2010, produksi minyak di AS kurang dari 5 juta barel per hari. Dengan teknologi, mereka lalu bisa meningkatkannya menjadi 12 juta barel per hari pada 2019. Teknologi juga terbukti mampu memangkas biaya dari pengeboran hingga penyelesaian (completion).
Meski industri migas berkait dengan hal-hal jangka panjang, lanjut Nanang, peningkatan kemampuan dengan teknologi diharapkan segera terjadi. “(Diharapkan) tak ada lagi cerita sumur mati 2-3 hari (baru diketahui). Kalau bisa, saat itu juga (real time) sehingga bisa melakukan intervensi dan lainnya,” ujarnya.
Nanang menuturkan, langkah besar selalu dimulai dengan langkah kecil. Oleh karena itu, peningkatan penguasaan teknologi perlu dilakukan dalam upaya mencapai target produksi minyak dan gas bumi pada 2030. Di samping itu, pendataan yang valid, termutakhir, akurat, dan terintegrasi mesti ada agar keputusan dan tindaklanjutnya juga tepat. Upaya-upaya itu kian mendesak di tengah tantangan yang dihadapi industri migas.
“Kita hadapi situasi sangat berat. Semua orang bicara transisi energi. Namun, meski transisi energi nantinya akan tercapai dan persentase energi terbarukan bakal meningkat pesat, migas tetap berperan. Persentasenya akan turun, tetapi secara volume tetap naik,” katanya.
Direktur Utama Pertamina EP Wisnu Hindadari menambahkan, di era industri 4.0, industri migas mesti terus berinovasi lewat penerapan teknologi digital. Hal tersebut dapat mendukung efisiensi dan produktivitas kegiatan operasi, misalnya dengan data yang telah terintegrasi sehingga kecepatan, keakuratan, simplifikasi, serta sinergi bisa lebih optimal.
“Salah satu program yang dibangun di Pertamina EP ialah integrated monitoring system (IMS). IMS dibangun dengan tujuan untuk mengintegrasikan dan memonitor seluruh sistem meter custody (alat ukur migas yang dihasilkan) Pertamina EP yang berjumlah 144 titik di seluruh wilayah kerja, dari Rantau Field di Aceh hingga Papua Field di Sorong,” kata dia.
KOMPAS/ARIS PRASETYO
Rombongan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan berkunjung ke unit produksi terapung di lapangan Jangkrik, Blok Muara Bakau, sekitar 70 kilometer dari garis pantai Kalimantan Timur, Minggu (11/6/2017). Lapangan ini mulai memproduksi gas sejak pertengahan Mei lalu dengan kapasitas 130 juta standar kaki kubik per hari dan akan ditingkatkan menjadi sedikitnya 450 juta standar kaki kubik per hari.
Wisnu menambahkan, Pertamina EP juga melakukan terobosan dengan pendekatan digital pada setiap aspek bisnis perusahaan. Diharapkan, ada akselerasi dalam pencapaian produksi, yang juga sebagai target penugasan.
“Ini sejalan dengan upaya akselerasi pencapaian target produksi, dalam mendukung rencana jangka panjang nasional, yakni 1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik per hari pada 2030,” ucap Wisnu.
Pengaturan
Hendra Martaprawira dari Bagian Operation Surface Facilities PT Pertamina Hulu Mahakam mengatakan, pihaknya memiliki teknologi geographic information system (GIS). Dengan demikian, semua fasilitas operasional, baik pipa sumur maupun gathering station, digambarkan detail berikut dengan koordinatnya.
“Aplikasi GIS ini juga digunakan saat pengajuan izin kerja di satu area. Dengan demikian, saat ada beberapa pekerjaan di area itu, kami lebih mudah memantau pada masing-masing lapangan, sehingga tidak ada penumpukan izin kerja maupun persilangan dalam pekerjaannya,” ucap Hendra.
Sementara itu, Chief Administrative Officer (CAO) PT Medco Energy International Tbk Amri Siahaan menuturkan, bahwa teknologi digital ialah enabler atau pendukung, bukan pengendali dalam satu perusahaan, termasuk migas. Namun, teknologi yang berkembang dan ada harus dilihat, mana yang bisa mengantar pada agenda bisnisnya.