Tarik Minat Warga, Subsidi Sepeda Motor Listrik Digodok
salah satu kriteria sepeda motor yang disasar untuk dikonversi ialah yang telah berusia di atas 10 tahun. Sudah ada sejumlah bengkel binaan yang dapat mengonversi motor BBM ke listrik.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
HUMAS PEMKOT BOGOR
Wali Kota Bogor Bima Arya bersama wakilnya Dedie A Rachim saat mengendarai motor listrik. Saat ini Pemkot Bogor memiliki lima motor listrik dan dua mobil listrik.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menggondok rencana pemberian subsidi harga sepeda motor listrik untuk menarik minat warga beralih dari kendaraan berbahan bakar minyak atau BBM. Selain subsidi pada harga, juga terbuka kemungkinan subsidi pada konversi sepeda motor BBM berusia di atas 10 tahun ke sepeda motor listrik.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif di Jakarta, Jumat (2/12/2022) mengatakan, beban besar ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk subsidi energi, termasuk subsidi BBM pada 2022. Sementara saat ini ada sekitar 120 juta sepeda motor yang menggunakan bensin. Tren pembelian pun meningkat, berkisar 4-5 persen per tahun.
Menurut dia, pemberian subsidi sepeda motor diupayakan agar harganya lebih terjangkau masyarakat. “Sepeda motor lebih cepat (untuk didorong) ketimbang mobil listrik. Rentang harganya masih relatif dalam jangkauan masyarakat. (Dengan insentif) kami coba dorong agar masyarakat bergairah menggunakan motor listrik,” kata Arifin.
Arifin mengemukakan, konsumsi BBM untuk sepeda motor saat ini sekitar 800.000 barel per hari. Dengan kisaran harga minyak mentah saat ini, berarti setiap harinya menghabiskan sekitar 70 juta dollar AS. Sementara operasional kendaraan listrik dipastikan lebih hemat. Per kilowatt jam (kWh) yakni Rp 1.600, dibandingkan harga pertalite misalnya, yang Rp 10.000 per liter.
Sejak tahun lalu, pemerintah pun mulai menjalankan program konversi sepeda motor BBM ke listrik. Menurut Arifin, salah satu kriteria sepeda motor yang disasar untuk dikonversi ialah yang telah berusia lebih dari 10 tahun. Saat ini, sudah ada sejumlah bengkel binaan yang dapat mengonversi dalam waktu tiga jam, dan akan terus dikembangkan di bengkel-bengkel lainnya.
“Biaya konversi (sepeda motor BBM ke listrik) itu Rp 15 juta. (Bagian) paling mahal baterai yakni Rp 7,5 juta. (Pemerintah) sedang pikirkan, bisa tidak baterai ini digendong (disubsidi). Kalau bisa, lumayan. Kami sudah survei ke masyarakat, kalau (biaya konversi) Rp 5-6 juta masyarakat tidak keberatan,” ucap Arifin.
Arifin menuturkan, subsidi dapat diberikan baik terkait harga beli maupun pada biaya konversi. Namun, ia cenderung lebih dulu mendorong konversi sepeda motor terlebih dulu, agar penggunaan kendaraan listrik bisa lebih dipacu.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, dalam Permata Bank Wealth Mindfully Recover, yang disiarkan daring, Selasa (29/11) menuturkan, pemerintah sedang memfinalisasi subsidi untuk sepeda motor listrik. Apabila Thailand memberi subsidi sebesar Rp 7 juta, Indonesia diperkirakan sekitar Rp 6,5 juta.
“Target kami, 2024 ada 1,2 juta sepeda motor listrik. Namun, saya minta naikkan lagi, bisa tidak 1,5 juta? Jadi, kita mau lakukan itu. Juga nanti (berikutnya) pada mobil,” kata Luhut.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Pengojek daring menukar baterai motor listriknya di stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di Kantor PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Gambir, Jakarta, Selasa (18/10/2022). Tahun ini PLN menargetkan membangun 110 unit SPKLU untuk melengkapi 250 unit SPKLU yang telah terbangun tahun lalu. Infrastruktur itu diperlukan untuk mendukung percepatan pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai.
Dorong konsumsi
Selain diyakini bakal mengurangi beban APBN dalam menanggung subsidi energi yang pada 2022 mencapai lebih dari Rp 500 triliun, penggunaan kendaraan listrik juga akan menekan emisi gas rumah kaca. Lebih jauh, dengan ekosistem yang terus terbangun, maka permintaan listrik akan meningkat sehingga masalah kelebihan pasokan listrik perlahan bisa teratasi.
Guru Besar Bidang Ilmu Teknik Elektro sekaligus Dekan Fakultas Teknik Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Slamet Riyadi menuturkan, sektor transportasi, terutama kendaraan listrik, menjadi salah satu kunci dalam peningkatan konsumsi listrik per kapita di Indonesia. Sebab, saat ini, konsumsi listrik per kapita di Indonesia masih rendah, antara lain karena cenderung terpusat di Jawa, Bali, dan Sumatera.
Apabila kendaraan listrik terus berkembang, baik sepeda motor maupun mobil, ekosistemnya pun akan juga terus tumbuh. “Akan dibutuhkan energi listrik yang lebih besar dari saat ini. Selain penukaran baterai (battery swap), gedung-gedung perkantoran akan banyak dilengkapi dengan SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum),” ucap Slamet.
Menurut data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, konsumsi listrik per kapita di Indonesia relatif stagnan lima tahun terakhir, yakni 1.065 kWh per kapita pada 2018, 1.084 kWh di 2019, 1.089 kWh pada 2020, dan 1.123 kWh pada 2021. Capaian itu selalu di bawah target.
Adapun pada 2022, hingga September, konsumsi listrik Indonesia masih 1.169 kWh per kapita atau di bawah target yang 1.268 kWh per kapita. Indonesia juga jauh tertinggal dari negara-negara lain di ASEAN, yang rata-rata 3.672 kWh per kapita.