Keberadaan layanan ”Beli Sekarang, Bayar Nanti” atau ”Paylater” semakin digemari untuk bertransaksi kebutuhan sehari-hari yang bernilai nominal relatif kecil, termasuk untuk membeli pulsa.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
Layanan ”Beli Sekarang, Bayar Nanti” atau (BNPL) semula lekat dengan citra untuk produk bernominal relatif tinggi, seperti gawai, elektronik, dan peralatan rumah tangga. Namun, kini terjadi pergeseran tren. Model pembayaran tunda ini semakin banyak dipakai untuk belanja dengan nominal relatif kecil, seperti pembelian pulsa sehari-hari.
Pergeseran tren ini antara lain terlihat dari pengalaman Kredivo. General Manager Kredivo Indonesia Lily Suriani menuturkan, saat ini 20 persen dari total transaksi BNPL Kredivo ternyata disumbang dari pembelian pulsa untuk kebutuhan harian. Transaksi BNPL untuk pembelian pulsa ini sebagian besar memiliki nominal Rp 50.000 -Rp 100.000.
”Ada juga sekitar 15 persen dari total pengguna kami yang beli pulsa dengan nominal Rp 300.000. Kenyamanan mengakses BNPL kami duga jadi alasan utama membeli pulsa memakai BNPL,” ujar Lily saat ditemui usai peluncuran Telkomsel Paylater, akhir November lalu, di Jakarta.
Pemakaian BNPL untuk bayar pulsa, sesuai pengalaman Kredivo, bukan hanya terjadi di kalangan pengguna di kota besar. Pengguna Kredivo yang berada di kota-kota kecil pun mulai melakukannya. Tren itu sejalan dengan penetrasi pengguna BNPL yang terjadi setahun-dua tahun terakhir.
Menilik profil pengguna BNPL sejauh ini, rata-rata adalah orang muda berusia 25–35 tahun dan angkatan kerja baru.
Sebagai gambaran, di Kredivo, jumlah pengguna BNPL di kabupaten/kota tier 2 dan tier 3 meningkat sebesar 52 persen pada semester I-2022 dibandingkan dengan setahun sebelumnya. Menilik profil pengguna BNPL sejauh ini, rata-rata adalah orang muda berusia 25–35 tahun dan angkatan kerja baru.
”Persentase penduduk yang memiliki akses ke kartu kredit hanya 3 persen. Artinya, peluang kami, para penyedia BNPL, masih besar. Target kami sejak awal didirikan tahun 2016 adalah warga berpendapat tetap, tetapi underbanked atau warga yang sudah mempunyai rekening bank tetapi belum bisa menggunakan produk keuangan lain,” ujar Lily.
”Kami optimistis, BNPL pasti akan bertumbuh, termasuk dengan penggunaannya untuk bayar barang/jasa bernominal besar sampai kecil, seperti pulsa. Berdasarkan pengalaman kami, pertumbuhan jumlah penggguna setiap tahun mencapai 20–30 persen. Apabila tahun depan ada resesi, hal yang akan kami lakukan adalah mitigasi risiko yang tepat,” kata Lily.
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira berpendapat, registrasi layanan BNPL relatif mudah dan cepat dibandingkan dengan kartu kredit. Selain itu, BNPL memungkinkan warga mendapatkan pinjaman dengan tenor pendek, seperti 30 hari, dan tidak mengikat penggunanya.
”Promo-promo yang ditawarkan oleh penyedia BNPL biasanya personal dan tersegmen. Mereka memakai algoritma. Limit dana sesuai produk yang akan dibeli oleh konsumen,” ujar Bhima, saat dihubungi, Jumat (2/12/2022), di Jakarta.
Karakteristik-karakteristik seperti itu, kata Bhima, berpotensi menggeser popularitas kartu kredit ataupun dompet elektronik. Ditambah lagi, penetrasi pengguna internet yang mengadopsi layanan e-dagang terus naik dan merata ke seluruh daerah.
Terkait tren penggunaan BNPL untuk membayar transaksi dengan nominal yang semakin kecil, Bhima mengatakan, hal itu sejalan dengan tren penyaluran pinjaman sektor mikro. Per September 2022, dia menyebut, penyaluran pinjaman UMKM terbesar berasal dari sektor mikro.
”Banyak pelaku usaha mikro sebenarnya menggunakan BNPL untuk bayar pulsa. Pulsa dipakai untuk mendukung praktik penjualan mereka,” kata Bhima.
Secara terpisah, peneliti ekonomi pada Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, menyampaikan pandangan senada. Pertumbuhan penerbitan kartu kredit mengalami minus dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Dia menduga salah satu penyebabnya karena kehadiran BNPL.
”Sejumlah warga yang kesusahan mengakses kartu kredit berpotensi memilih pindah ke BNPL. Warga yang ingin mengakses kartu kredit harus memiliki rekam jejak transaksi perbankan yang bagus, berbeda dengan administrasi BNPL yang relatif lebih mudah,” kata Nailul.
Dia menduga melejitnya popularitas BNPL untuk membayar produk/layanan sehari-sehari terjadi di kalangan anak muda. Data dari industri pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi menunjukkan hal serupa. Permintaan kredit konsumtif meningkat dan didominasi oleh debitor berkarakteristik usia muda.
Permintaan kredit konsumtif meningkat dan didominasi oleh debitor berkarakteristik usia muda.
Nikkei Asia melalui artikel ”From Hong Kong to Philippines, ’Buy Now, Pay Later’ A Tough Sell (19/3/2022)” mengatakan, berdasarkan laporan penelitian FIS (perusahaan penyedia perangkat lunak keuangan asal Amerika Serikat), tahun lalu, di Indonesia, penggunaan BNPL relatif lebih rendah dibandingkan dengan dompet virtual. Dalam transaksi di platform e-dagang khususnya, porsi penggunaan BNPL mencapai 3 persen, sedangkan porsi penggunaan dompet digital mencapai 39 persen.
Di Malaysia, porsi penggunaan BNPL di e-dagang mencapai 4 persen, sedangkan porsi dompet seluler di e-dagang mencapai 16 persen. Di Filipina, porsi penggunaan BNPL di e-dagang hanya 2 persen dan porsi penggunaan dompet digital di e-dagang 31 persen.
Laporan penelitian FIS juga menyebutkan, pertumbuhan BNPL di Asia lambat karena persaingan ketat dari opsi pembayaran yang variatif. Meskipun persaingan ketat, BNPL diperkirakan menjadi metode pembayaran dengan pertumbuhan tercepat untuk e-dagang pada jangka panjang, terutama di Hong Kong, India, Malaysia, dan Singapura. Tingkat pertumbuhan tahunan gabungannya mencapai lebih dari 40 persen hingga 2025.