Dengan jumlah dan kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional, UMKM diperkirakan bakal menjadi penopang kinerja ekonomi digital pada masa depan. Peningkatan kapasitas pelaku usaha dan digitalisasi jadi kuncinya.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Usaha mikro kecil menengah atau UMKM diperkirakan akan menjadi penopang kinerja ekonomi digital Indonesia pada masa mendatang. Proyeksi ini tidak lain karena besarnya jumlah UMKM dan kontribusinya terhadap perekonomian nasional. Guna mewujudkan potensi besar UMKM bagi perekonomian, para pelaku usaha dinilai tetap perlu dilatih agar kapasitas usahanya bisa terus berkembang.
Hal tersebut menjadi mengemuka dalam diskusi Road to Kompas100 CEO Forum ke-13 Powered by East Ventures: CEO Live Series #3 bertajuk ”Mendorong UMKM dan Ekonomi Kreatif Naik Kelas Melalui Go Digital” di Jakarta, Kamis (24/11/2022).
Hadir sebagai pembicara dalam acara itu Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki, Direktur Ritel dan Syariah Bank DKI Babay Parid Wazdi, Co-Founder & Vice Chairman Tokopedia Leontinus Alpha Edison, Chief Executive Officer (CEO) ALAMI Dima Djani, dan Kepala Divisi Pengembangan Kapasitas Usaha PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Dicky Fajrian.
Teten mengatakan, UMKM akan ikut berperan besar dalam mendukung pertumbuhan ekonomi digital Indonesia pada masa mendatang. Sebab, mayoritas unit usaha di Indonesia adalah UMKM. Data Kementerian Koperasi dan UMKM menyebutkan, pada 2021 sebanyak 99 persen dari usaha di Indonesia adalah UMKM.
Potensi ekonomi digital Indonesia pada masa mendatang sangat besar. Mengutip laporan ekonomi digital yang dirilis Google, Temasek, dan Bain, nilai ekonomi digital Indonesia pada 2021 mencapai Rp 416 triliun. Adapun pada 2030, pertumbuhan ekonomi digital diperkirakan tumbuh 13 kali lipat lebih besar menjadi sekitar Rp 5.600 triliun.
Digitalisasi, lanjut Teten, telah banyak membantu UMKM untuk bertahan selama pandemi Covid-19. Dengan bergabung di ekosistem digital, UMKM bisa mengakses pasar yang lebih luas dan bisa memperoleh berbagai alternatif pendanaan.
Saat sebelum pandemi, baru 8 juta UMKM yang tergabung dalam ekosistem digital. Adapun saat ini, sampai Oktober 2022 tercatat 20,24 juta UMKM yang telah terhubung dalam ekosistem digital. Pemerintah menargetkan pada 2024 ada 30 juta UMKM yang akan tergabung dalam ekosistem digital.
”Kami terus mendorong pertumbuhan UMKM untuk masuk ke dalam ekosistem digital. Dengan bergabung ke dunia digital, UMKM punya peluang dan potensi untuk meningkatkan kapasitas usahanya,” ujar Teten.
Perhatian terhadap UMKM yang besar tak lepas dari kontribusinya terhadap perekonomian nasional. Pada 2021, UMKM berkontribusi 60,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. UMKM juga berkontribusi hingga 96,9 persen dari total serapan tenaga kerja nasional dan 15,69 persen terhadap total ekspor.
Lekatnya ekonomi digital dengan UMKM salah satunya dibuktikan di lokapasar Tokopedia. Menurut Leon, 90 persen produk yang dipasarkan di Tokopedia berasal dari UMKM. ”Digitalisasi ini bisa sangat membantu UMKM untuk menjangkau pasar yang lebih luas sehingga bisa meningkatkan kapasitas UMKM itu sendiri,” ujar Leon.
Kendati sudah dipermudah oleh digitalisasi yang memperluas pemasaran dan menjangkau pelanggan baru, Leon menambahkan, UMKM tetap harus meningkatkan kapasitas produk dan layanannya. Produk yang ditawarkan harus terus-menerus ditingkatkan kualitasnya. Pedagang juga harus berlatih merespons dan mengirim barang dengan cepat.
UMKM Indonesia, lanjut dia, punya potensi besar untuk bisa menjadi produk unggulan, bahkan menembus pasar global. Namun, mereka perlu dibantu dan dibimbing untuk terus bisa meningkatkan kapasitasnya. ”Kalau bicara persaingan global, kuncinya adalah terus meningkatkan kompetensi UMKM, baik dari segi produk maupun layanannya,” ujar Leon.
Babay menambahkan, dari pengalamannya membina UMKM, salah satu kendala yang kerap dijumpai adalah pelaku UMKM adalah mereka sering kesulitan membedakan uang kas usaha dengan uang pribadi. Kekeliruan ini justru bisa menghambat, bahkan mematikan UMKM itu sendiri.
Berangkat dari hal itu, Bank DKI juga telah mengembangkan program pembinaan UMKM bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bernama Jakpreneur. Saat ini pihaknya telah membina 300.000 UMKM agar terus bisa meningkatkan kapasitasnya. Adapun upaya peningkatan kapasitas itu melalui bantuan permodalan hingga edukasi manajemen bisnis.
Babay sepakat, digitalisasi salah satu kunci UMKM bisa terus bertahan dan tangguh. ”Hari ini, UMKM yang tahan banting adalah yang sudah go digital. Mereka bisa menjangkau pasar lebih luas sehingga bisa terus bertahan hidup bahkan meningkatkan kapasitasnya,” ujar Babay.
Dicky menambahkan, untuk mendorong kapasitas UMKM, PNM berani mendukung pembiayaan pelaku usaha ultramikro. Ia mencontohkan, pihaknya memberi pembiayaan kepada debitor ibu-ibu prasejahtera dengan nilai Rp 2 juta-Rp 3 juta, bahkan tanpa melihat agunan. ”Ini sebagai modal untuk membuat usaha sendiri, seperti menjual gorengan atau jualan pulsa. Pada intinya memberdayakan mereka,” ujar Dicky.
Ia menjelaskan, debitor yang ingin memperoleh pembiayaan tambahan untuk meningkatkan kapasitas usaha, maka dia harus membuktikan dulu bahwa usahanya bisa berjalan baik. Hal ini agar pembinaan dan pembiayaan bisa berjalan seiring agar bisa mendorong kapasitas UMKM.
Dima mengatakan, salah satu aspek yang tak kalah penting dalam pembinaan UMKM, selain pembiayaan, adalah mendorong mereka menerapkan usaha-usaha dengan prinsip berkelanjutan sejak dini. Prinsip itu, antara lain, ialah lingkungan, sosial, dan tata kelola (environtment, social, governance/ESG).
”Ketika sejak awal menerapkan ESG, saat bertumbuh menjadi usaha besar, mereka sudah secara otomatis terbiasa mengoperasikan usaha dengan prinsip-prinsip tersebut,” ujar Dima.