PT Wijaya Karya Beton Tbk, misalnya, mencatatkan kontrak baru senilai Rp 4,95 triliun pada September 2022. Kontrak baru ini naik 39 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 3,56 triliun.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan usaha milik negara yang bergerak pada bidang konstruksi sudah mulai mengumumkan perolehan kontrak baru mereka hingga triwulan III-2022. Kalaupun pekerjaan tersebut tidak selesai pada tahun ini, dapat diselesaikan pada tahun depan. Proyek di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara juga banyak memberikan peluang bagi emiten-emiten konstruksi ini.
PT Wijaya Karya Beton Tbk, misalnya, mencatatkan kontrak baru senilai Rp 4,95 triliun pada September 2022. Kontrak baru ini naik 39 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 3,56 triliun. Wika Beton juga mendapatkan beberapa proyek di IKN.
Direktur Utama Wijaya Karya Beton Kuntjara optimistis pencapaian perusahaan akan terus membaik. ”Kinerja pada triwulan ketiga positif. Kami optimistis akan lebih baik dari tahun 2021. Kinerja kami masih sangat sehat dalam menghadapi tiga bulan terakhir dan banyak proyek besar di akhir tahun,” ujarnya dalam paparan publik di Jakarta, Rabu (19/10/2022).
Direktur Keuangan, Human Capital & Manajemen Risiko Wijaya Karya Beton Ahmad Fadli Kartajaya menambahkan, sebelum pandemi, laba yang diperoleh perseroan mencapai Rp 500 miliar dan saat ini hanya mendapatkan Rp 81 miliar, antara lain karena utilisasi yang kurang maksimal. ”Kami yakin, pada tahun 2025 perolehan laba semakin mendekati keadaan normal, dapat meraih lagi ke angka Rp 500 miliar,” tuturnya.
Wijaya Karya Beton mempersiapkan anggaran belanja modal sebesar Rp 200 miliar sampai Rp 250 miliar pada 2023. Dana tersebut akan digunakan untuk investasi aset yang dapat menunjang kapasitas produksi karena ada kenaikan kontrak baru.
Kenaikan harga bahan bakar minyak juga membuat biaya distribusi dan logistik meningkat. Wijaya Karya Beton yang memiliki pabrik yang tersebar di empat tempat dapat menekan biaya logistik tersebut sehingga tetap efisien walaupun ada kenaikan harga bahan bakar. Selisih kenaikan harga BBM akan diperhitungkan pada harga pokok penjualan.
Adhi Karya
BUMN karya lainnya, yakni PT Adhi Karya (Persero) Tbk, juga sudah meraih kontrak baru sebesar Rp 18,1 triliun hingga September 2022. Jumlah ini naik 57,3 persen jika dibandingkan perolehan di kurun waktu yang sama tahun lalu.
Farid Budiyanto, Sekretaris Perusahaan Adhi Karya, menjelaskan, di antara kontrak baru tersebut, kontrak untuk turut membangun IKN mencapai Rp 1,4 triliun. Kontrak itu di antaranya untuk membangun jalan tol pada ruas Karangjoang-Kariangau senilai Rp 1,1 triliun. Selain pembangunan jalan tol, Adhi juga mendapatkan kontrak proyek pembangunan hunian pekerja dan fender jembatan Pulau Balang.
Dilihat dari kontribusi per lini bisnis pada kontrak baru ini, lini konstruksi menempati porsi 90 persen, properti 6 persen, dan sisanya merupakan lini bisnis lainnya. Sementara dari jenis pekerjaan, proyek jalan dan jembatan menempati porsi 40 persen, pembangunan gedung 12 persen, dan proyek infrastruktur lainnya, seperti dermaga, jalur kereta api, sumber daya air dan proyek energi serta proyek lainnya sebesar 48 persen.
Farid juga menjelaskan, Adhi Karya telah mendapatkan restu dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan penambahan modal melalui skema penawaran umum terbatas II dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (right issue). Adhi menargetkan dana segar sebesar Rp 3,9 triliun. Dana itu terdiri atas penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 1,976 triliun dan dana publik sebesar Rp 1,898 triliun. Ada sekitar 7 miliar saham baru yang akan diterbitkan.
Adapun BUMN karya lainnya, PT Waskita Karya (Persero), membukukan kontrak baru sebesar Rp 11,58 triliun hingga akhir September 2022. Proyek baru tersebut 65,36 persen bersumber dari pemerintah dan 11,81 persen dari swasta.
Sekretaris Perusahaan Waskita Karya Novianto Ari Nugroho menjelaskan, kontribusi proyek yang paling besar adalah jalan tol IKN segmen Simpang Tempudung-Jembatan Pulau Balang senilai Rp 900 miliar.