Asumsi Harga Minyak Indonesia pada 2023 Disepakati 90 Dollar AS Per Barel
Pada Kamis lalu disepakati ”cost recovery” pada 2023 ialah 8,5 miliar dollar AS, kini diubah menjadi 8,25 miliar dollar AS.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA
Susana di rig Pertamina di Duri, Kabupaten Bengkalis, Riau, yang merupakan bagian dari Wilayah Kerja Rokan (Blok Rokan), Senin (8/8/2022). Pengeboran itu menjadi salah satu rig Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang mengelola Blok Rokan sejak Agustus 2021 setelah dialih kelola dari Chevron.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah bersama Komisi VII DPR merevisi asumsi harga minyak mentah Indonesia atau ICP 2023 dari 95 dollar AS per barel menjadi 90 dollar AS per barel. Dengan demikian, asumsi ICP 2023 itu dikembalikan pada posisi semula, sesuai nota keuangan RAPBN 2023 yang dibacakan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.
Revisi tersebut disepakati dalam rapat kerja di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (12/9/2022). Selain terkait ICP, rapat itu juga mengubah asumsi produksi siap jual (lifting) minyak dan gas bumi, khusus pada poin biaya produksi yang dapat dipulihkan (cost recovery). Pada Kamis lalu disepakati cost recovery pada 2023 ialah 8,5 miliar dollar AS. Kini, diubah menjadi 8,25 miliar dollar AS.
”Atas dinamika global dan tren penurunan harga minyak bumi, kami di Komisi VII seluruh poksi (kelompok fraksi) me-review ulang terhadap asumsi yang ditetapkan 8 September lalu dan menetapkan asumsi yang digunakan dalam RAPBN 2023,” ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Gerindra Bambang Haryadi saat memimpin rapat tersebut.
Beberapa anggota Komisi VII DPR mengapresiasi diturunkannya asumsi ICP dan cost recovery pada 2023 seraya berharap target lifting migas pada 2023 tercapai. Namun, mereka juga berharap hal serupa (diubahnya akan sesuatu yang telah disepakati) tidak terulang di kemudian hari.
Anggota Komisi VII DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa, Ratna Juwita Sari, menuturkan, koordinasi menunjukkan ada ruang yang terbuka dalam memberi toleransi demi kemajuan dan ketahanan ekonomi negara. Namun, di sisi lain, penetapan asumsi makro mesti diputuskan lebih matang sehingga ke depan diharapkan tak lagi terjadi revisi serupa.
”Bagaimanapun, asumsi makro adalah fondasi yang dimiliki APBN. Misal kita sudah putuskan, lalu dikelola lagi, kayak kurang serius dalam menangani segala macam yang terjadi di negeri ini. Kami mohon, terutama kepada mitra kami, agar di tahun-tahun mendatang hal semacam ini tolong dikoordinasi sebaik dan sebijaksana mungkin,” kata Ratna.
Arifin Tasrif, yang hadir secara daring, menjelaskan, dinamika di tingkat global saat ini membuat segalanya sulit diterka. Sebelumnya, telah diasumsikan bahwa harga minyak mentah, yakni 90-100 dollar AS per barel. Permintaan juga seharusnya meningkat karena sejumlah negara sudah memasuki perubahan musim ke musim dingin. Akan tetapi, di tengah permintaan yang meningkat, harga justru turun.
”Ini berarti off taker-nya (penyerap atau pembeli) juga menurun. Ini harus kita cermati. Prinsipnya kami sepakat. Terkait lifting migas, kami upayakan kenaikan target (gas bumi menjadi 1,1 juta barel setara minyak per hari) sehingga cost recovery adalah 8,5 miliar dollar AS. Namun, dengan catatan ini (diturunkan ke 8,25 miliar dollar AS), kami akan optimalkan cost recovery tersebut,” katanya.
Dengan demikian, rincian asumsi untuk 2023 yang disepakati ialah ICP 90 dollar AS per barel, lifting minyak bumi 660.000 barel per hari, lifting gas bumi 1,1 juta barel setara minyak per hari, dan cost recovery 8,25 miliar dollar AS. Lalu, volume BBM bersubsidi ialah biosolar 17 juta kiloliter (kl), minyak tanah 500.000 kl, elpiji 3 kilogram (kg) 8 juta ton, subsidi tetap minyak biosolar Rp 1.000 per liter, dan subsidi listrik Rp 72,33 triliun.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Antrean sepeda motor yang hendak mengisi BBM jenis pertalite di SPBU di kawasan Larangan, Kota Tangerang, Banten, Kamis (25/8/2022).
Tahun ini, harga minyak mentah internasional berfluktuasi. Catatan Trading Economics untuk minyak mentah jenis Brent, misalnya, sempat menyentuh 119 dollar AS per barel pada Maret 2022. Setelah itu, menurun, tetapi masih di atas 100 dollar AS per barel hingga pertengahan Juli 2022.
Memasuki September 2022, ada tren penurunan harga dan sempat pada harga sekitar 82 dollar AS per barel, tetapi kemudian kembali naik. Per 9 September 2022 tercatat harga pada 86 dollar AS per barel. Pada akhir triwulan III-2022, harganya diperkirakan pada 89,63 dollar AS per barel.
Sebelumnya, ekonom yang juga Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Malang, Nazaruddin Malik, dalam webinar terkait sistem pengawasan BBM bersubsidi, Jumat (9/9/2022), menuturkan, inflasi di dalam negeri tidak lain juga efek transisi dari inflasi global, termasuk energi. Karena itu, yang mendesak bagi pemerintah ialah distribusi yang lebih adil kepada kelompok masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan.