PMN Rp 41,31 Triliun Belum Cukup, BUMN Ajukan Tambahan Rp 13,58 Triliun
Kementerian BUMN berupaya mendapatkan tambahan PMN lagi sebesar Rp 13,58 triliun. Tambahan itu berasal dari pengajuan PMN kembali sebesar Rp 7,88 triliun dan pemanfaatan cadangan investasi pemerintah Rp 5,7 triliun.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Empat badan usaha milik negara atau BUMN akan mendapatkan penyertaan modal negara senilai total Rp 41,31 triliun pada 2023. Alokasi dana itu dinilai belum cukup sehingga Kementerian BUMN mengajukan tambahan sebesar Rp 13,58 triliun.
Keempat BUMN penerima penyertaan modal negara (PMN) itu adalah PT Hutama Karya (Persero) atau HK, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, Defend ID, dan AirNav Indonesia. HK yang bakal menerima PMN Rp 28,9 triliun akan menggunakannya untuk melanjutkan pembangunan jalan tol trans-Sumatera.
PLN yang memperoleh Rp 10 triliun akan melanjutkan pembangunan jaringan listrik dan program listrik desa. Defend ID yang menerima Rp 1,75 triliun akan menggunakannya untuk pengembangan fasilitas dan kapasitas produksi radar, pesawat, kapal, dan amunisi.
AirNav yang bakal menerima Rp 660 miliar akan menggunakannya untuk memperbarui peralatan navigasi. Hal itu penting karena RI bakal mengelola kembali ruang udara Kepulauan Riau dan Natuna setelah kesepakatan RI-Singapura tentang Re-alignment Flight Information Region (FIR) atau Penyesuaian Area Layanan Navigasi Penerbangan.
Menteri BUMN Erick Thohir, Kamis (8/9/2022), mengatakan, sebelumnya Kementerian BUMN mengajukan PMN untuk Tahun Anggaran 2023 bagi 10 perusahaan negara senilai total Rp 67,82 triliun. Dari jumlah itu, Kementerian Keuangan hanya menyetujui Rp 41,31 triliun bagi empat perusahaan saja.
”Kami tengah berupaya mendapatkan tambahan PMN lagi sebesar Rp 13,58 triliun. Tambahan itu berasal dari pengajuan PMN kembali sebesar Rp 7,88 triliun dan pemanfaatan cadangan investasi pemerintah Rp 5,7 triliun,” kata Erick dalam rapat kerja di Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang digelar secara hibrida di Jakarta.
Kami tengah berupaya mendapatkan tambahan PMN lagi sebesar Rp 13,58 triliun. Tambahan itu berasal dari pengajuan PMN kembali sebesar Rp 7,88 triliun dan pemanfaatan cadangan investasi pemerintah Rp 5,7 triliun.
Dana tambahan senilai total Rp 13,58 triliun itu akan diberikan kepada enam BUMN. Keenam BUMN itu adalah HK sebesar Rp 1,66 triliun, PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney Rp 1,4 triliun, Indonesia Financial Group (IFG) Rp 6 triliun, ID Food Rp 520 miliar, PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau IndonesiaRe Rp 3 triliun, dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI Rp 1 triliun.
Erick menjelaskan, IFG membutuhkan PMN untuk memberikan jaminan atas kredit usaha rakyat (KUR) bagi Jamkrindo dan Askrindo. Dana tersebut bukan untuk Jiwasraya. ID Food juga membutuhkan PMN untuk memperkuat ekosistem pangan nasional sekaligus meningkatkan program bagi petani dan nelayan.
Adapun InJourney memerlukan dana itu untuk pembangunan kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika dan Tanamori serta pemenuhan ekuitas di KEK Sanur. ”BUMN perlu mendapatkan tambahan dana tersebut mengingat kontribusinya cukup besar bagi masyarakat dan negara. Aset, laba, dan dividen juga terus meningkat, rasio utang berhasil ditekan,” ujarnya.
Kinerja BUMN
Kementerian BUMN mencatat, total aset BUMN secara konsolidasi tumbuh 8 persen dari Rp 8.312 triliun pada 2020 menjadi Rp 8.978 triliun pada 2021. Pendapatan usaha juga meningkat 9 persen dari Rp 1.930 triliun menjadi Rp 2.292 triliun.
Laba bersih BUMN secara konsolidasi juga meningkat sangat signifikan dari Rp 13 triliun pada 2020 menjadi Rp 125 triliun pada 2021. Laba bersih pada 2022 diperkirakan akan mencapai Rp 144 triliun.
Rasio utang terhadap modal (DER) juga dapat ditekan dari 38,6 persen pada 2020 menjadi 36,2 persen pada 2021. Pada 2021, total utang pendanaan konsolidasi BUMN sebesar Rp 1.580 triliun dan investasi tertanam (modal ekuitas plus utang pendanaan) pada BUMN Rp 4.358 triliun. Sementara, rasio utang terhadap ebitda juga turun dari 4,26 persen pada 2020 menjadi 3,37 persen pada 2021.
Menurut Erick, realisasi dividen pada tahun anggaran 2022 mencapai Rp 39,7 triliun, lebih besar daripada target awal Rp 36,4 triliun. Setoran dividen tersebut ditargetkan terus meningkat menjadi Rp 43,3 triliun pada 2023.
”Setoran dividen pada 2023 itu sudah mirip dengan situasi sebelum pandemi Covid-19. Dengan terus melakukan efisiensi dan perbaikan bisnis model, setoran dividen pada 2024 diperkirakan akan lebih dari Rp 43,3 triliun,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron meminta pemerintah, termasuk Kementerian BUMN, memberi perhatian khusus kepada ID Food. PMN bagi Holding BUMN Pangan tersebut harus diberikan agar turut menjaga stabilitas stok dan harga pangan di tengah krisis pangan.
”Perusahaan-perusahaan negara di sektor pangan tidak memiliki modal yang cukup kuat. Jika tidak mendapat suntikan modal, BUMN pangan bakal semakin lemah. Apabila hal itu terjadi, masyarakat, terutama kelas menengah bawah, bakal kesulitan mendapatkan pangan murah,” kata Herman.
PMN bagi Holding BUMN Pangan tersebut harus diberikan agar dapat turut menjaga stabilitas stok dan harga pangan di tengah krisis pangan.
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR Nusron Wahid menilai, ada ketidaksinkronan kebijakan pemerintah terkait program KUR dengan penjaminan KUR. Presiden Joko Widodo meminta anggaran KUR ditingkatkan, tetapi tidak ada alokasi penjaminan tersebut dalam nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023.
”Targetnya dinaikkan, tetapi bantalannya tidak disiapkan. Pasti akan pincang. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengalokasikan PMN bagi IFG untuk penjaminan KUR,” kata Nusron.
Dalam Nota Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023, pemerintah mengalokasikan dana subsidi non-energi Rp 86,5 triliun. Dari jumlah itu, sebesar Rp 45,6 triliun dianggarkan untuk program subsidi bunga. Dana tersebut meningkat dari perkiraan realisasi pada 2022 yang mencapai Rp 31,7 triliun.