Harga TBS Belum Optimal, Pembebasan Pungutan Ekspor Diperpanjang
Pemerintah memperpanjang masa pembebasan pungutan ekspor sawit selama dua bulan hingga 31 Oktober. Kebijakan ini diharapkan mendongkrak harga tandan buah segar sawit di tingkat petani yang hingga kini belum optimal.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain mengerek volume ekspor minyak kelapa sawit mentah dan produk turunannya, kebijakan pembebasan pungutan ekspor turut mendongkrak harga tandan buah segar atau TBS di level petani. Namun, kenaikan harga TBS dinilai belum signifikan. Perpanjangan kebijakan itu diharapkan dapat menormalisasi harga TBS yang sempat anjlok.
Pemerintah memutuskan untuk memperpanjang kebijakan pembebasan tarif pungutan ekspor untuk semua produk kelapa sawit. Kebijakan yang semula hanya berlaku selama kurun 15 Juli-31 Agustus 2022, kini telah diperpanjang hingga 31 Oktober 2022.
Kebijakan itu dinilai turut mendongkrak volume ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang pada Juni 2022 tercatat 2,9 juta ton menjadi 3,3 juta ton pada Juli 2022. Dalam sebulan penerapan kebijakan itu, volume ekspor CPO naik 409.000 ton atau 14 persen.
Kendati peningkatan volume ekspor tersebut telah diikuti dengan naiknya harga TBS di level petani, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menilai kenaikan harga TBS belum optimal. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Apkasindo Gulat Manurung menilai, periode waktu pembebasan pungutan ekspor CPO selama kurang lebih satu bulan belum cukup untuk mengerek harga TBS ke level normal.
”Harga TBS di level petani sempat anjlok karena pasar dalam negeri kelebihan pasokan CPO. Perpanjangan periode pembebasan tarif pungutan ekspor bisa membuat harga TBS kembali ke level normal, di atas Rp 3.500 per kilogram (kg),” kata Gulat saat dihubungi, Jumat (2/9/2022).
Sebelumnya, Apkasindo memperkirakan pembebasan pungutan ekspor dapat mengerek harga TBS di tingkat petani Rp 1.000-Rp 1.800 per kg. Namun, kenyataannya, dalam 46 hari pemberlakuan kebijakan itu, harga TBS di level petani rata-rata hanya naik Rp 200 per kg hingga Rp 500 per kg.
Menurut Gulat, tertahannya kenaikan harga TBS di level petani lebih disebabkan oleh peraturan harga acuan TBS di level pemerintah provinsi yang ditetapkan sebulan sekali. Untuk itu, pihaknya berharap Kementerian Pertanian menerbitkan aturan harga jual TBS di level daerah ditetapkan minimal dua kali dalam sebulan.
Data Apkasindo menunjukkan harga rata-rata TBS petani sawit swadaya di 22 provinsi mencapai Rp 1.820 per kg dengan rentang harga Rp 1.200 per kg-Rp 2.250 per kg. Sementara harga TBS petani mitra perusahaan rata-rata mencapai Rp 2.010 per kg dengan rentang harga Rp 1.750 per kg-Rp 2.450 per kg.
”Dua bulan ke depan sangat cukup untuk memulihkan hubungan hulu-hilir sawit yang terganggu akibat kebijakan larangan ekspor,” ujar Gulat.
Jaga momentum
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio N Kacaribu mengatakan, pembebasan tarif pungutan ekspor CPO dan produk turunannya telah mengurangi beban ekspor yang ditanggung pelaku usaha. Kondisi ini turut meningkatkan ekspor sesuai harapan pemerintah. ”Momentum ini perlu dijaga agar mampu mengurangi stok (CPO) dalam negeri dan mengoptimalkan harga TBS,” ujarnya.
Kebijakan pengenaan tarif pungutan ekspor datar (flat) sebesar nol dollar AS untuk produk CPO dan turunannya hingga 31 Oktober 2022 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.05/2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) pada Kementerian Keuangan.
Menurut Febrio, pemerintah telah menempuh berbagai kebijakan atas harga CPO untuk menjaga keseimbangan antara ketersediaan dan keterjangkauan harga minyak goreng, profit usaha yang berkeadilan, keberlanjutan program B30, dan kesejahteraan petani.
”Dampak dari berbagai kebijakan tersebut, ketersediaan dan keterjangkauan harga minyak goreng curah yang dijual di pasar-pasar tradisional di beberapa wilayah khususnya Jawa sudah tercapai,” ujar Febrio.
Kebijakan pembebasan pungutan ekspor diperlukan di tengah harga CPO internasional yang sedang turun dan cenderung stagnan.
Sementara itu, dihubungi secara terpisah, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menilai, kebijakan pembebasan pungutan ekspor diperlukan di tengah harga CPO internasional yang sedang turun dan cenderung stagnan. ”Kebijakan ini sangat membantu menaikkan harga TBS karena beban biaya berkurang sehingga harga CPO lokal dan TBS naik,” kata Eddy.
Situasi di industri sawit nasional dinilai bermasalah pada paruh pertama tahun ini. Pelarangan ekspor CPO dan produk turunannya membuat stok CPO melimpah dan menekan harga TBS. Data Gapki menunjukkan, stok akhir minyak sawit nasional yang pada Januari-Mei 2021 mencapai 3,07 juta ton melonjak jadi 7,23 juta ton pada Januari-Mei 2022.
Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute Tungkot Sipayung menilai, volume minyak sawit itu sangat besar sehingga perlu kerja ekstra untuk menyerapnya.