Pariwisata Kebugaran Mengoptimalkan Peran Masyarakat Lokal
Industri pariwisata kebugaran memiliki peluang dan potensi dikembangkan di Indonesia. Pelaku industri bersama pemerintah perlu memaksimalkan kekayaan alam, keotentikan budaya, dan peran masyarakat lokal.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
Para peserta International Wellness Tourism Conference and Festival (IWTCF) 2022 yang dibimbing oleh pemateri dari Karimatarii tengah meracik minyak atsiri dalam workshop DIY (Do It Yourself) Experience of Indonesia Aromatherapy di Hotel Alila, Surakarta, Jawa Tengah, Jumat (5/8/ 2022).
Peran komunitas masyarakat lokal perlu dioptimalkan untuk memajukan pariwisata kebugaran. Aktivitas berwisata ini berkaitan dengan tujuan meningkatkan kesehatan dan kebugaran fisik. Selain mampu meningkatkan kesejahteraan, pendekatan ini juga diyakini mampu melestarikan keotentikan alam dan nilai budaya.
Pendiri dan CEO Rumah Atsiri Natasha Clairine Mintarga mengatakan, Rumah Atsiri, Tawangmangu, Karanganyar, mulai dibuka ke publik tahun 2018. Rumah Atsiri mentransformasi pabrik minyak esensial Citronella menjadi destinasi pariwisata kebugaran dan aromaterapi. Di Rumah Atsiri, terdapat beberapa aktivitas yang bisa dilakukan, seperti mengunjungi museum dan menginap ala glamping.
”Pengembangan Rumah Atsiri mengikuti Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Makanya, kami selalu memberdayakan masyarakat lokal dan membuat konsumsi yang regeneratif. Dalam rencana jangka menengah ’Sabuk Lawu Masterplan’, kami ingin membawa destinasi pariwisata kebugaran lainnya di Tawangmangu terintegrasi menjadi area kebugaran herbal,” ujar Natasha saat menjadi salah satu pembicara di International Wellness Tourism Conference and Festival hari kedua yang berlangsung secara hibrida, Sabtu (6/8/2022), di Jakarta.
Indonesia memiliki keunikan budaya yang mendukung pariwisata kebugaran, seperti jamu dan spa tradisional.
Destinasi pariwisata lainnya, Pasar Prapringan Ngadiprono di Kabupaten Temanggung, Jateng, dimulai pada 2016. Project Officer Pasar Papringan Wening Lastri mengatakan, semua makanan yang dijual di pasar ini menggunakan bahan baku lokal. Warga desa pun bisa menjual hasil pertanian yang dikemas dengan kemasan yang materialnya dari sekitar mereka, yakni bambu. Rata-rata pengunjung yang hadir berkisar 2.000-4.000 orang.
Sebelum muncul program Pasar Papringan, Wening menyebutkan, di sekitar lokasi yang dijadikan tempat pasar, terdapat sejumlah persoalan. Warga Desa Ngadiprono dulu terbiasa suka membuat kompos dan memakai material alam sebagai kemasan, kemudian kebiasaan itu luntur. Penggunaan plastik meningkat. Sampah pun tidak terkelola dengan baik.
”Kami bukan aktivitas pariwisata yang murni. Kami menggerakkan komunitas warga lokal ambil bagian. Dengan pendekatan ini, kami rasa kegiatannya bisa berkelanjutan, baik dari sisi kegiatan, alam, maupun warga desa yang terlibat,” ujar Wening.
Chairman dan CEO Global Wellness Institute Susie Ellis mengatakan, sebelum pandemi Covid-19, industri pariwisata secara umum tumbuh rata-rata 3,2 persen per tahun. Sementara industri pariwisata kebugaran tumbuh lebih pesat hingga dua kali lipat.
Ketika pandemi Covid-19 muncul, ketertarikan warga terhadap pariwisata kebugaran semakin naik. Warga semakin mengapresiasi aktivitas fisik di alam terbuka dan pentingnya menjaga kesehatan mental.
Berdasarkan studi Global Wellness Institute yang dirilis Desember 2021, nilai ekonomi global dari industri kebugaran mencapai 4,4 triliun dollar AS. Untuk subsektor industri pariwisata kebugaran, khususnya, telah mencapai 436 miliar dollar AS.
Pelaku industri pariwisata Indonesia juga harus memperhatikan beberapa tren perilaku wisatawan ke depan. Misalnya, perilaku turis menyukai alam, kesehatan mental, fisik, imunitas, dan wellness sabbaticals.
”Setiap negara memiliki keunikan potensi. Indonesia memiliki keunikan budaya yang mendukung pariwisata kebugaran, seperti jamu dan spa tradisional,” ucap Susie. Keunikan ini dianggap sebagai potensi yang seharusnya bisa dioptimalkan oleh Indonesia.
Dia menambahkan, pelaku industri pariwisata Indonesia juga harus memperhatikan beberapa tren perilaku wisatawan ke depan. Misalnya, perilaku turis menyukai alam, kesehatan mental, fisik, imunitas, dan wellness sabbaticals. Setelah itu, ekosistem pelaku industri pariwisata termasuk pemerintah semestinya tetap membangun infrastruktur fisik.
”Karena wisatawan telah mulai lagi bepergian, pemerintah semestinya tetap mengakomodasi tes Covid-19 untuk mereka. Saran kami lainnya adalah jangan lupa mengembangkan industri pariwisata kebugaran domestik yang setara dengan internasional,” ujar Susie.
Sementara itu, Nanyoung Paek dari Korea Forest Welfare Institute mengatakan, Indonesia memiliki hutan tropis terbesar ketiga di dunia. Hutan tropis Indonesia merupakan rumah bagi beberapa keanekaragaman hayati. Akan tetapi, atraksi wisata kebugaran terkait sumber daya hutan malah terbatas. Hutan di Indonesia justru digunakan lebih banyak untuk perkebunan (era 1950-an), industri pengolahan kayu (1970-an), kertas (1980–2000-an), dan kelapa sawit (2001–2010).
”Upaya pemerintah mengatasi deforestasi terus dilakukan. Selain deforestasi terus-menerus, pemerintah tetap perlu mendorong kegiatan restorasi dan konservasi yang melibatkan masyarakat lokal. Pendekatan ekowisata memiliki dampak berkelanjutan bagi alam ataupun masyarakat lokal meskipun manfaat ekonominya lebih kecil daripada usaha kayu,” tuturnya.
Hutan tropis Indonesia merupakan rumah bagi beberapa keanekaragaman hayati. Akan tetapi, atraksi wisata kebugaran terkait sumber daya hutan malah terbatas.
Pada Jumat (5/8/2022), saat membuka acara, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno mengatakan, sesuai riset Global Wellness Institute tahun 2017, Indonesia menempati peringkat ke-17 sebagai pasar tujuan wisata kebugaran dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi 1,31 juta tenaga kerja. Ini merupakan pasar terbesar kedua di wilayah Asia Tenggara.
Menurut Sandiaga, hasil riset Global Wellness Institute itu semestinya jadi perhatian bersama. Pekerjaan rumah untuk membangun industri pariwisata kebugaran nasional masih banyak. International Wellness Tourism Conference and Festival yang sebenarnya merupakan acara sampingan Konferensi Tingkat Tinggi G20 diharapkan jadi ruang untuk mengumpulkan ide dan gagasan yang akan menjadi rencana aksi nasional 2022–2026.
Acara itu juga bisa jadi ajang meningkatkan sosialisasi ke masyarakat tentang sejumlah layanan kebugaran yang dilakukan swasta dan komunitas secara gotong royong.