Tingginya harga batubara membawa berkah bagi Indonesia sebagai salah satu negara utama pengekspor batubara di dunia. Namun, di sisi lain, isu disparitas harga perlu dicari solusinya agar krisis energi tak terulang.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Aktivitas pembongkaran batubara asal Kalimantan yang baru tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (4/8/2022).
Sejak akhir 2021, harga batubara di pasar global terus menanjak, bahkan belakangan semakin menggila. Pada awal Agustus 2022, harga ”emas hitam” sudah mencapai 390-400 dollar AS per ton. Sebagai negara pengekspor, Indonesia mendapat rezeki nomplok, tetapi di sisi lain, ada ancaman seretnya pasokan di dalam negeri.
Belum hilang dari ingatan, krisis energi yang mengancam Indonesia persis di pergantian tahun 2021 ke 2022. Seiring membaiknya ekonomi dunia, harga batubara internasional saat itu melonjak. Sejumlah pengusaha pun lebih memilih mengekspor batubara ketimbang memasok kebutuhan dalam negeri (DMO) yang dipatok seharga 70 dollar AS per ton.
Pemerintah kemudian melarang ekspor batubara per 1-31 Januari 2022 demi memenuhi kebutuhan batubara PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) guna mencegah pemadaman listrik massal. Namun, sekitar 10 hari kemudian, ekspor kembali dibuka. Kebijakan diikuti dengan pengetatan sanksi terhadap perusahaan-perusahaan yang belum memenuhi DMO.
Harga batubara kini kian melambung sebagai dampak dari perang Rusia-Ukraina. Menurut ICE Newcastle, seperti disajikan Investing.com, harga batubara melonjak dari 233 dollar AS per ton pada 14 Februari 2022 menjadi 417 dollar AS per ton pada 28 Februari. Setelah itu, turun menjadi 259 dollar AS per ton pada 28 Maret 2022. Akan tetapi, setelah itu lompatan kembali terjadi. Bahkan, sejak 2 Mei hingga awal Agustus 2022, harga batubara tak pernah di bawah 380 dollar AS per ton, dengan capaian tertinggi pada 16 Mei seharga 417 dollar AS per ton.
Di Indonesia, harga batubara acuan (HBA) Agustus 2022 ditetapkan 321,59 dollar AS per ton, meningkat dari Juli yang 319 dollar AS per ton. Kendati volatilitasnya tinggi, harga batubara saat ini masih berada di level kuat.
Di tengah ketidakpastian pasokan gas akibat perang Rusia-Ukraina permintaan batubara di Eropa memang meningkat. Di sisa 2022, ada potensi harga masih di level kuat. Pasalnya, dari sisi permintaan, pada bulan-bulan menjelang musim dingin di Eropa, permintaan batubara akan semakin meningkat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor batubara Indonesia pada Juni 2022 sebesar 4,5 miliar dollar AS. Jumlah tersebut meningkat 3,3 persen secara bulanan dan 136,6 persen secara tahunan. Khusus ke Uni Eropa, nilai ekspor batubara pada triwulan II-2022 mencapai 191,2 juta dollar AS atau meningkat 143,7 persen dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Nilai ekspor batubara sebesar saat ini, yang bertahan dengan relatif lama, belum pernah terjadi sebelumnya. Di tengah melambungnya harga batubara, perlu dicermati, hingga kapan situasi yang menguntungkan tersebut bakal berlangsung. Jangan sampai, target NZE (emisi nol bersih pada 2060) terpengaruh melambungnya harga batubara saat ini. Justru windfall ini harus dimanfaatkan untuk pengembangan ke arah energi terbarukan.
Sejumlah pengembangan peralihan ke arah energi yang lebih bersih memang sudah dilakukan, seperti co-firing atau pembakaran biomassa di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Sudah dikembangkan pula proyek gasifikasi batubara guna menghasilkan dimetil eter sebagai pengganti elpiji.
KOMPAS/STEFANUS ATO
Kapal tongkang terisi penuh batubara melintasi di Sungai Mahakam, wilayah Kelurahan Muara Kembang, Kecamatan Muara Jawa, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, pada Senin (4/7/2022) sore.
Saat harga batubara bertahan tinggi seperti saat ini, disparitas dengan patokan harga DMO sebesar 70 dollar AS per ton amatlah lebar. Kondisi ini bisa kembali mengancam pasokan di dalam negeri, seperti yang terjadi pada awal tahun.
Gejala pun sudah muncul. Adanya disparitas harga membuat sejumlah perusahaan pemasok batubara enggan berkontrak dengan PLN. Perusahaan pemasok masih menunggu terbentuknya badan layanan umum (BLU) yang akan mengelola dana berbagai pungutan terkait batubara, yang kemudian akan dipakai salah satunya untuk subsidi batubara di dalam negeri. Untuk mengatasi persoalan ini, pembentukan BLU sebaiknya disegerakan.
Tingginya harga batubara memang membawa keuntungan besar bagi Indonesia sebagai salah satu negara pemasok utama kebutuhan batubara dunia. Namun, pengalaman krisis energi pada awal 2022, yang bakal menyangkut hajat hidup banyak orang, jangan sampai terulang.