Tren Kasus Menurun, Penanganan PMK Tak Boleh Lengah
Jumlah kasus harian penyakit mulut dan kuku yang dilaporkan cenderung turun sepekan terakhir. Namun, vaksinasi, penanganan kasus, dan penerapan biosekuriti perlu terus diterapkan guna mencegah risiko penularan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
KOMPAS/YOLA SASTRA
Kondisi sapi yang sembuh dari penyakit mulut dan kuku (PMK) di Nagari Ketaping, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman, Kamis (21/7/2022). Padang Pariaman merupakan salah satu dari tiga daerah di Sumbar dengan kasus PMK tertinggi dengan jumlah kasus per 20 Juli 2022 mencapai 1.966 ekor. Peternak mengobati ternak yang terpapar PMK secara swadaya karena dinas peternakan setempat tidak punya obat-obatan.
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah kasus penyakit mulut dan kuku atau PMK menunjukkan tren menurun sepekan terakhir setelah menjangkiti ratusan kota/kabupaten di 22 provinsi di Indonesia. Namun, situasi itu diharapkan tidak membuat penanganan penyakit pada hewan berkuku belah itu menjadi kendur. Pendekatan biosekuriti dan pemberian nutrisi pada hewan tertular mesti terus dipacu.
Menurut laporan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan PMK, Selasa (26/7/2022), kasus PMK telah dilaporkan menular ke 269 kabupaten/kota di 22 provinsi di Indonesia. Dari total 427.132 hewan yang dinyatakan sakit, 209.000 ekor di antaranya sembuh, 207.894 ekor belum sembuh, 3.82 ekor mati, dan 6.356 ekor dipotong bersyarat. Adapun vaksinasi telah diberikan pada 673.889 ternak.
Sejak Selasa (19/7), ada tambahan lima kabupaten/kota dan satu provinsi yang tertular PMK. Namun, penambahan hewan yang sakit cenderung turun. Pada Minggu (17/7) tercatat ada tambahan lebih dari 5.000 kasus per hari. Setelah itu, jumlahnya turun menjadi ratusan kasus hingga puluhan kasus per hari.
Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Ali Agus, saat dihubungi Selasa, mengatakan, prosedur standar operasi (SOP) atau protokol mesti tetap dijaga meski tren kasus PMK menurun. Hal itu penting demi mengembalikan produksi, termasuk pada sapi perah yang meski bisa sembuh dari PMK, produktivitasnya bakal menurun.
”Kini, penting bagaimana pemulihannya. (Sapi perah) Yang sempat kena PMK, kan, produksi susunya turun, kemudian akankah bisa kawin lagi dan bunting? Ini perlu pengamatan. Selain itu, penting untuk terus menerapkan biosecurity (tindakan pertahanan dari wabah) serta peningkatan nutrisi,” kata Ali.
Sejak bulan lalu, tim dari Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, di bawah koordinasi Ali, memberikan edukasi kepada peternak terkait biosekuriti di lima kabupaten di Jawa Timur. Menurut dia, hal tersebut diinisiasi agar dengan pendekatan biosekuriti, hewan-hewan yang sehat tetap terlindungi. Setiap pihak yang berkomitmen untuk penerapan biosekuriti dilibatkan dalam kegiatan itu.
Kini, selain menggenjot vaksinasi, ia juga mendorong pemerintah untuk memberikan insentif keperluan nutrisi hewan kepada peternak yang hewannya terdampak PMK. Satgas PMK juga diharapkan segera memberikan penggantian sapi yang mati atau dipotong bersyarat akibat tertular PMK. Hal tersebut setidaknya bakal meringankan beban peternak.
PMK, imbuh Ali, membawa pelajaran baik bagi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Selain terkait pengawasan dan pencegahan, wabah ini juga memberikan pelajaran tentang pendataan hewan ternak. ”Penting setiap sapi ini teridentifikasi, hingga level desa, sehingga data akurat. Kalau ada apa-apa, dengan basis data ternak yang baik, sapi juga bisa diasuransikan. Harus ke arah sana,” jelasnya.
Adapun vaksinasi menjadi salah satu upaya menekan laju penularan PMK. Sebelumnya, pemerintah mendatangkan 800.000 dosis vaksin PMK dari total 3 juta dosis yang dipesan. Adapun 2,2 juta dosis vaksin belum dapat diambil karena belum tersedianya anggaran. Saat dikonfirmasi terkait perkembangan pengadaan vaksin, Sekretaris Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Makmun, hingga Selasa, belum merespons Kompas.
Australia-Selandia Baru waspada
Dikutip dari The Australian.com, Selasa (26/7), Kepala Otoritas Veteriner Australia Mark Schipp mengatakan, wabah PMK di Indonesia memicu kekhawatiran di kalangan peternak ataupun Pemerintah Australia. Pihaknya membuat benteng pertahanan, termasuk dengan memberikan bantuan vaksin pada Indonesia. Masa bahaya akan PMK diperkirakan selesai enam bulan seiring tercukupinya vaksinasi PMK di Indonesia.
Sebelumnya, seperti disiarkan di laman ABC.net.au, Kamis (21/7/2022), Menteri Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Australia Murray Watt mengatakan, dari tes yang dilakukan di Bandara Adelaide, fragmen virus PMK terdeteksi dari produk daging yang dibawa penumpang pesawat dari Indonesia. Kewaspadaan pun kian ditingkatkan karena jika PMK menyebar akan berbahaya bagi peternakan di ”Negeri Kanguru” itu.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Kondisi sapi yang sembuh dari penyakit mulut dan kuku (PMK) di Nagari Ketaping, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman, Kamis (21/7/2022). Padang Pariaman merupakan salah satu dari tiga daerah di Sumbar dengan kasus PMK tertinggi dengan jumlah kasus per 20 Juli 2022 mencapai 1.966 ekor. Peternak mengobati ternak yang terpapar PMK secara swadaya karena dinas peternakan setempat tidak punya obat-obatan.
Selandia Baru juga mengetatkan pengawasan agar PMK tak masuk ke negara mereka. Dikutip dari laman Ministry for Primary Industri Selandia Baru, Jumat (22/7), disebutkan bahwa para pelancong kini tak diizinkan untuk membawa produk daging apa pun dari Indonesia. Itu sebagai upaya perlindungan pada sapi-sapi di sana, mengingat peternakan merupakan sektor primer.
”Selandia Baru berkomitmen untuk meninjau kembali biosekuriti dan kami telah mengambil sejumlah langkah dalam sepekan terakhir guna meningkatkan perlindungan (dari masuknya PMK). Itu termasuk pengecekan di bandara, seperti dengan menyediakan karpet dengan disinfektan untuk orang-orang dari Indonesia,” ujar Deputy Director General Biosecurity Selandia Baru Stuart Anderson.
Ali Agus menuturkan, Indonesia perlu lebih menunjukkan keseriusan dalam penanganan PMK. Pasalnya, jika tidak diantisipasi, kewaspadaan dari negara-negara tetangga bisa berdampak pada sektor lain, seperti pariwisata dan perdagangan. Misalnya, produk-produk ekspor pangan dari Indonesia yang bakal diseleksi dengan sangat ketat saat masuk negara-negara itu.
Sebelumnya, Kamis (14/7), Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menerima kunjungan Murray Watt di Jakarta. Pertemuan itu guna membicarakan perjanjian kerja sama antara Indonesia dan Australia, khususnya di bidang pertanian dan peternakan, termasuk PMK. ”Banyak hal yang kami diskusikan. Isu global, tantangan-tantangan climate change (perubahan iklim), dan kebutuhan dua negara,” kata Syahrul, seperti dikutip dari laman Kementerian Pertanian.
Dalam perjanjian kerja sama yang dibahas, Pemerintah Australia berjanji menyiapkan bantuan berupa vaksin PMK serta uang 500.000 dollar Australia untuk pelatihan tenaga medis dalam penanganan PMK. ”Kami telah menyiapkan 1 juta vaksin untuk PMK. Kami akan mengirimkannya ke Indonesia pada bulan Agustus,” ujar Watt.