SK Menteri Pertanian Terkait Kompensasi Kecewakan Peternak
Pemerintah sebelumnya mengumumkan akan ada penggantian bagi peternak, yang ternaknya dimusnahkan, sebesar Rp 10 juta per ekor. Namun, dalam ketentuannya, kompensasi diberikan hanya pada hewan di daerah hijau.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
KOMPAS/ANDY RIZA HIDAYAT
Harsono (60), peternak Desa Mondoluku, Kecamatan Wringin Anom, Kabupaten Gresik, Jawa Timur berada di sisi sapinya yang terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK), Selasa (21/6/2022). Seluruh sapi di kandang Harsono terpapar virus menular itu menjelang Idul Adha yang jatuh pada 10 Juli 2022.
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan peternak kecewa dengan ketentuan pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian tentang kompensasi dan bantuan pada peternak yang terdampak penyakit mulut dan kuku. Sempat dijanjikan ada penggantian Rp 10 juta per ekor, tetapi ada sejumlah kriteria yang harus dipenuhi serta pengajuannya pun dinilai rumit.
Ketua Umum Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Jawa Barat, Aun Gunawan mengatakan, para peternak kecewa jika sistem penggantiannya seperti Keputusan Menteri Pertanian Nomor 518 Tahun 2022. Pasalnya, setelah mendengar ada penggantian Rp 10 juta, seperti yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, para peternak sempat antusias.
”Kalau itu yang diterapkan mau apalagi, meskipun kalau lihat persyaratan administratifnya sangat sulit. Seperti harus lewat dinas kabupaten/kota, ada surat keterangan kepemilikan hewan yang ditandatangani kepala desa atau lurah, dan lainnya. Kami sekarang berharap melalui Ombudsman saja terkait penggantian,” kata Aun saat dihubungi, Jumat (15/7/2022).
Aun menuturkan, konsep penggantian yang sangat diharapkan sebenarnya ialah pemerintah mengimpor sapi indukan yang bunting 3-5 bulan, yang saat ini harganya Rp 40 juta-Rp 45 juta per ekor. Peternak kemudian membelinya, tetapi dengan subsidi sebesar 50 persen dari pemerintah. ”Kalau dikasih uang atau lewat kredit usaha rakyat (KUR) untuk beli sapi. Dari mana sapinya,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Robi Agustiar menambahkan, Kepmentan Nomor 518 Tahun 2022 bersifat pencegahan. Peraturan tersebut semestinya diterapkan saat kasus PMK masih sedikit. ”Kalau sekarang sudah menyebar seperti ini, sudah 22 provinsi, ya telat,” katanya.
Ia juga menyoroti panjangnya persyaratan administratif serta hanya berlaku bagi daerah-daerah hijau atau yang masih bebas PMK. Padahal, sebelumnya para peternak sudah berharap ada penggantian. Kendati tak bisa langsung menutupi kerugian, setidaknya sedikit tenang untuk pemulihan bagi peternak yang sapi-sapinya mati.
Ke depan, jika pemerintah mau restocking sapi, pemerintah tidak bisa lagi menggunakan model kredit konvensional. ”Juga ada penghapusan (utang) karena saat ini pun banyak peternak yang memiliki tanggungan utang, tetapi sapinya mati. Maka, kalaupun nanti ada KUR lagi (tanpa penghapusan), yang tidak mampu,” ucap Robi.
Sebelumnya, setelah mengikuti rapat terkait penanganan dan pengendalian PMK yang dipimpin Presiden Joko Widodo, pada Kamis (23/6), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah menyetujui ganti rugi sapi Rp 10 juta dari setiap sapi yang terpaksa dimusnahkan (Kompas, 24 Juni 2022).
Saat itu, meski belum ada penjelasan rinci mengenai penggantian, para peternak yang hewan ternaknya terdampak PMK menyambutnya. Kendati tak mampu menutupi kerugian hewan ternak yang mati, penggantian dengan nominal tersebut setidaknya dapat mengurangi beban yang harus ditanggung. Bagi, peternak rakyat, sapi merupakan tabungan.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis mengecek hewan kurban di kawasan Bima, Kota Cirebon, Jawa Barat, Jumat (9/7/2022) sore. Pemerintah Kota Cirebon mengimbau masyarakat membeli ternak berlabel sehat yang aman dari penyakit mulut dan kuku.
Kemudian, pada 7 Juli 2022, ditetapkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 518 Tahun 2022 tentang Pemberian Kompensasi dan Bantuan dalam Keadaan Tertentu Darurat PMK. Keputusan tersebut, salah satunya mengingat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Dalam lampiran Kepmentan tersebut, antara lain, disebutkan, kriteria hewan yang diberikan kompensasi merupakan hewan sehat berdasarkan pertimbangan dokter hewan setempat. Juga berpotensi menularkan dan menyebarkan PMK pada hewan. Sementara wilayah yang diberikan kompensasi, yaitu wilayah atau kawasan (pulau) zona hijau.
Padahal, menurut laman Siagapmk.id, Jumat (15/7) malam, jumlah provinsi yang tertular PMK sudah mencapai 22 provinsi. Sementara jumlah kabupaten/kota yang tertular mencapai 250 kabupaten/kota.
Adapun persyaratan administratif penggantian, antara lain, melampirkan fotokopi KTP serta hewan telah didata dan dilaporkan dinas kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan di bidang peternakan dan kesehatan hewan ke iSIKHNAS. Lalu memiliki surat keterangan kepemilikan hewan yang ditandatangani kepala desa atau lurah. Juga melampirkan surat keterangan stamping out yang diterbitkan dokter hewan setempat.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Kuntoro Boga Andri, saat dikonfirmasi apakah keputusan menterian tersebut menjadi ketentuan dalam penggantian bagi peternak terdampak PMK, pada Jumat, mengatakan, ”Diacu saja. Karena sudah ada Kepmentannya (Kepmentan 518 Tahun 2022),” ujarnya melalui pesan singkat.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud, saat dikonfirmasi terkait apa yang sempat dikatakan Airlangga, mengatakan, ketentuannya diatur Kementerian Pertanian. ”(Dalam aturan) ada formulasi-formulasinya. Tergantung (bobot) besar kecil sapinya. Rp 10 juta itu maksimal,” katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Ali Jamil, mengatakan, pihaknya berencana menyediakan KUR bagi para peternak yang hewannya terdampak PMK. Namun, ia mengaku belum mengetahui rinciannya.