Berusia 75 Tahun, Koperasi Hadapi Tantangan Kelembagaan dan Ekosistem
Perjalanan koperasi yang sudah mencapai usia 75 tahun semestinya semakin baik dari sisi tata kelola. Merebaknya koperasi gagal bayar membuat tingkat kepercayaan terhadap koperasi memudar.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perjalanan koperasi yang sudah mencapai usia 75 tahun ini semestinya bisa semakin baik tata kelolanya. Perbaikan dan penguatan ekosistem kelembagaan koperasi dinilai sangat penting dilakukan agar cita-cita menjadikan koperasi sebagai saka guru perekonomian rakyat terwujud.
Penilaian tersebut disampaikan Rektor Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin) University Burhanuddin Abdullah dalam diskusi grup terfokus ”Penguatan Ekosistem Perkoperasian” sekaligus Pengesahan Universitas Koperasi Indonesia di Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/7/2022). Pengesahan dilakukan oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki.
”Saya sempat berpikir kalau koperasi begini-begini saja, bagaimana kita bisa mencapai visi Indonesia Emas 2045. Padahal, koperasi merupakan wadah untuk demokrasi kita. Jadi, mari benahi dan tata koperasi kita,” kata Burhanuddin.
Menurut Teten, salah satu langkah untuk mereformasi ekosistem kelembagaan koperasi adalah dengan merevisi Undang-Undang Perkoperasian. Dengan demikian, posisi koperasi semakin relevan dengan perkembangan zaman. ”Kita akan perkuat ekosistem kelembagaan koperasi agar mampu menghadirkan ekosistem bisnis koperasi yang dinamis, adaptif, dan akomodatif,” ujar Teten.
Hingga kini ekosistem kelembagaan koperasi dinilai belum sepenuhnya ideal. Indikasinya, walaupun sudah dilakukan pengawasan, ada saja koperasi simpan pinjam bermasalah yang mengalami gagal bayar. Bahkan, yang terkini, ada delapan koperasi dengan nilai gagal bayar mencapai sekitar Rp 26 triliun.
Jika dibandingkan dengan perbankan yang memiliki lembaga pengawasan, koperasi dikatakan memiliki aturan untuk mengatur dan mengawasi diri sendiri. Hal inilah yang kemudian membuat koperasi simpan pinjam (KSP) mengalami masalah gagal bayar.
”Dalam praktiknya, banyak KSP yang menjadi shadow banking, bukan lagi koperasi. Jadi, kebanyakan koperasi ini didirikan oleh usaha besar. Bukan lagi konsep usaha dari orang kecil. Ini enggak bisa kita biarkan, harus kita atur. Kalau tidak, nantinya koperasi akan semakin rusak,” kata Teten.
Saat ini, koperasi harus masuk ke dalam semua sektor. Bukan melulu sektor bisnis simpan pinjam. Oleh karena itu, Kementerian Koperasi dan UKM mengembangkan koperasi yang bergerak di sektor riil. Di dalam struktur ekonomi, usaha mikro mencapai 97 persen dan bergerak di sektor usaha pertanian, mode, kuliner, dan lainnya. Dalam hal ini, koperasi memiliki potensi besar untuk mengonsolidasi atau mengagregasi usaha kecil ini untuk masuk ke dalam skala ekonomi.
”Termasuk di sektor pertanian, misalnya suplai sayuran dan buah dari petani kecil per orangan, itu susah sekali sehingga muncul tengkulak. Ini tidak bagus buat kesejahteraan petani. Butuh agregator. Koperasi bisa mengambil bagian,” kata Teten.
Kementerian Koperasi dan UKM sudah membuat piloting konsep corporate farming melalui koperasi. Produk yang dicoba untuk didampingi adalah produk hortikultura dan kelapa sawit. Petani yang bergabung di koperasi dengan luas 1.000 hektar diharapkan bisa membangun pabrik kecil yang menghasilkan minyak makan merah. Saat ini, koperasi harus mengubah pola pikir agar tidak sekadar menua, tetapi juga tetap bisa mengikuti bisnis yang modern.
Jurus jitu
Terkait Hari Koperasi Nasional Ke-75 tahun ini, Teten menyatakan, pihaknya memiliki jurus jitu agar koperasi semakin digandrungi anak muda. Salah satunya dengan mengintegrasikan program pengembangan koperasi dengan Gerakan Revolusi Mental.
”Pemerintah terus menggelorakan gerakan Ayo Berkoperasi, yang terhubung dengan Program Gerakan Revolusi Mental. Tujuannya, meningkatkan literasi perkoperasian dan menarik minat generasi muda untuk berkoperasi,” kata Teten Masduki. Adapun Hari Koperasi tahun 2022 mengusung tema ”Transformasi Koperasi untuk Ekonomi Berkelanjutan” dengan tagline Ayo Berkoperasi.
Sebagai agen pembangunan, kata Teten, generasi muda harus dibekali dengan pengalaman berusaha serta pembangunan karakter yang berbasis nilai gotong royong dan usaha bersama. Itu akan diperoleh melalui koperasi.
Karena itu, dukungan regulasi menjadi langkah penting agar koperasi terus diminati, serta menciptakan ekosistem bisnis yang dinamis, adaptif, dan akomodatif bagi kepentingan anggota dan masyarakat.
”Pemerintah melakukan pembaruan regulasi perkoperasian berupa Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 8 Tahun 2021 tentang Koperasi dengan Model Multi Pihak, sebagai salah satu pilihan kelembagaan koperasi berbasis kelompok,” jelas Teten.
Selain itu, penyusunan regulasi pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menjadi prioritas dengan penguatan substansi pada pengembangan ekosistem perkoperasian. Upaya itu antara lain ditempuh melalui kebijakan afirmatif yang memberikan kesempatan koperasi bergerak di berbagai sektor usaha dan tumbuh besar, penerapan koperasi multipihak terutama bagi pelaku start up, profesional, dan generasi muda, penerapan tata kelola yang baik, perlindungan anggota, serta penanganan dan mitigasi terhadap koperasi bermasalah.
Teten menekankan fokus pemberdayaan koperasi saat ini menyasar sektor riil, sebagai sektor yang memiliki koefisien tumbuh tinggi dan potensi nilai tambah yang besar. Itu sejalan dengan program yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 yang berupaya mengembangkan korporatisasi petani dan nelayan (pangan) melalui koperasi guna mendukung kemandirian pangan nasional berbasis keunggulan komoditas lokal.
Beberapa proyek pilot yang sedang dijalankan sebagai manifestasi program korporatisasi petani dan nelayan (pangan) melalui koperasi adalah, pertama, pengembangan budidaya dan hilirisasi kacang koro, sebagai substitusi kacang kedelai yang sebagian besar masih diimpor.
Kedua, hilirisasi sawit rakyat berbasis koperasi untuk mengolah minyak makan merah sebagai alternatif minyak goreng. Ketiga, pendampingan bagi koperasi perikanan untuk memperbaiki tata kelola manajemen usaha dan peningkatan kapasitas produksi, perluasan akses pasar, dan peningkatan nilai tambah produk olahan perikanan.
”Keempat, pendampingan bagi koperasi pengelola rumah produksi bersama sehingga terjadi standardisasi produk, seperti komoditas minyak nilam, jahe, kayu, rotan, kelapa, dan daging sapi,” kata Teten.