Antisipasi Krisis, Presiden Dorong Pengembangan Produk Pangan Alternatif
Pengembangan tanaman pangan perlu terus dilakukan. Hal ini penting untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
BPMI SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (ketiga dari kanan) mencoba menanam padi di sawah Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Kabupaten Subang, Selasa (12/7/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Memastikan ketahanan pangan di Indonesia, pengembangan tanaman pangan tak bisa hanya bertumpu pada padi semata. Pengembangan dan peningkatan produktivitas sumber pangan lain, seperti sagu, sorgum, porang, jagung, dan ketela pohon, juga harus mulai dilakukan.
Presiden Joko Widodo menekankan hal ini seusai meninjau Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BBPadi) di Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, Selasa (12/7/2022). ”Jangan juga kita ketergantungan hanya (pada) satu beras saja, pangan kita yang lainnya masih bisa untuk dikembangkan lagi, seperti sagu, sorgum, porang, jagung, dan ketela pohon,” kata Presiden.
Tanaman-tanaman pangan tersebut masih bisa ditingkatkan produksinya. Penguatan keanekaragaman pangan untuk ketahanan pangan ini diyakini mampu mengatasi krisis pangan.
Jangan juga kita ketergantungan hanya (pada) satu beras saja, pangan kita yang lainnya masih bisa untuk dikembangkan lagi, seperti sagu, sorgum, porang, jagung, dan ketela pohon.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pernah mengajak para pakar teknologi dan pangan untuk bersama-sama mengembangkan sorgum. Hal ini disebutnya sebagai bentuk keseriusan pemerintah untuk menghidupkan kembali tanaman biji-bijian ”bandel” itu sebagai salah satu alternatif bahan pangan di Indonesia.
Untuk itu, budidaya sorgum perlu diperkuat. Para pakar diharapkan mampu memikirkan budidaya sorgum sampai proses pascapanennya.
Dalam pertemuan di Gedung Bina Graha, Jakarta, Jumat (10/6/2022), dibahas prospek sorgum ke depan, baik dari sisi budidaya yang berkaitan dengan hasil riset maupun dari sisi industrialisasi sorgum.
”Ada hasil penelitian yang bisa meningkatkan usia produktivitas sorgum dari biasanya dipanen setelah 90 hari menjadi bisa dipanen setelah 70 hari, bahkan hasil panen yang biasanya 3 ton per hektar dengan teknologi bisa dikembangkan menjadi 7-8 ton per hektar,” tutur Moeldoko.
Para pakar juga menilai sorgum bisa menjadi solusi kemiskinan, masalah lingkungan dan krisis pangan. Institusi riset tenaga nuklir di bawah naungan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sudah mengembangkan tiga varietas benih sorgum unggulan, yakni Pahat (Pangan Sehat), Samurai 1, dan Samurai 2. Hasil penelitian para pakar sorgum Indonesia ini pun telah banyak digunakan oleh petani di Afrika.
Akademisi Jurusan Bioteknologi, Universitas Indonesia, Kaseno, menyebut sorgum sebagai produk pertanian yang zero waste. Artinya, setiap bagian dari sorgum bisa dimanfaatkan. Biji sorgum bisa dijadikan beras dan diolah menjadi tepung. Sementara itu, bagian batang sorgum bisa diolah menjadi gula cair, gula kristal atau bioetanol. Bahkan, setelah semua proses itu, sisa batang, daun dan akar sorgum bisa diolah menjadi pupuk pertanian dan pakan ternak.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Tanaman sorgum hasil uji daya hasil lanjutan galur-galur mutan sorgum pangan di Kebun Percobaan Pertanian Citayam, Kecamatan Cipayung, Bogor, Rabu (18/1/2017). Badan Tenaga Nuklir Nasional menyiapkan sorgum mutan untuk kerja sama dengan pihak lain guna hilirisasi hasil riset berbasis sorgum.
”Sorgum ini bisa hidup di lahan marjinal dan kritis, sedangkan lahan marjinal di Indonesia ini sangat banyak sekali. Jadi, dengan sorgum ini, kita yakin Indonesia bisa swasembada pangan,” tuturnya seperti disampaikan dalam keterangan tertulis KSP 10 Juni lalu.
Presiden Jokowi menanam dan memanen sorgum di lahan budidaya seluas 400 hektar di Desa Laipori, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, awal Juni lalu.
Saat ini, dunia sedang mengalami kekurangan pangan. Oleh sebab itu, Presiden meminta semua pihak agar waspada dan memastikan ketersediaan pangan Indonesia pada kondisi yang aman.
Pengembangan varietas-varietas unggul padi juga perlu dilanjutkan. Varietas dengan produktivitas tinggi diharap mampu memastikan ketersediaan pangan di Indonesia. Penelitian beragam varietas unggul padi salah satunya dilakukan di Balai Padi Kementerian Pertanian.
Sementara dalam peninjauannya di BBPadi, Presiden Jokowi melihat gudang plasma nutfah yang menyimpan berbagai koleksi dan konservasi plasma nutfah tanaman padi. Presiden mendapati BBPadi telah menyiapkan varietas-varietas unggul dan menemukan varietas-varietas baru. Presiden juga mencoba menanam bibit padi di sawah BBPadi.
”Kita lihat tadi yang banyak ditanam oleh masyarakat memang Inpari 32 dan Inpari 42 dan juga varietas-varietas yang lainnya,” ujarnya.
Presiden menambahkan bahwa benih memiliki peranan yang sangat penting dalam menaikkan produksi beras nasional di setiap hektarnya. Jika betul-betul didampingi oleh para penyuluh pertanian lapangan (PPL), Presiden yakin lahan pertanian yang dikelola akan menghasilkan panen yang baik.
BPMI SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo melihat gudang plasma nutfah yang menyimpan berbagai koleksi dan konservasi plasma nutfah tanaman padi di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Subang, Selasa (12/7/2022).
”Kalau betul-betul didampingi oleh PPL-PPL yang baik, satu hektar Inpari 32 dan Inpari 42 bisa menghasilkan kurang lebih sampai 12 ton. Tetapi katakanlah 7-8 ton saja itu sudah sebuah lompatan yang sangat baik bagi stok ketersediaan pangan, terutama beras kita,” tuturnya.
Presiden pun meyakini swasembada beras bisa segera dicapai. Apalagi, selama tiga tahun ini, Indonesia tidak impor beras.