”Minyakita” Diharapkan Dongkrak Ekspor CPO dan Harga TBS Petani
Pemerintah meluncurkan minyak goreng kemasan sederhana ”Minyakita” yang merupakan hasil pemenuhan kebutuhan domestik. Harapannya, makin banyak pengusaha terlibat sehingga ekspor CPO dan harga TBS petani bisa segera naik.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mempercepat ekspor minyak sawit mentah atau CPO dengan meluncurkan program minyak goreng kemasan sederhana dengan merek Minyakita. Pengusaha sawit diharapkan dapat berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan domestik sehingga ekspor CPO dapat berjalan lancar. Apalagi, harga tandan buah segar saat ini masih anjlok.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di Kementerian Perdagangan di Jakarta, Rabu (6/7/2022), meluncurkan 5.000 liter Minyakita yang harganya dipastikan tidak lebih dari Rp 14.000 per liter. Sejauh ini ada dua perusahaan yang terlibat, yakni Best Group dan Panca Nabati Prakarsa, sementara tujuh perusahaan lain dilaporkan sudah menyepakati untuk turut terlibat.
”Dengan kemasan sederhana ini, memakai plastik, pengiriman seperti ke Sulawesi, Maluku, dan Papua akan lebih mudah (dibandingkan minyak curah). Merek Minyakita ini sudah ada izin edarnya. Perusahaan mana pun boleh pakai. Jadi, ada semangat yang sama untuk percepatan (ekspor),” kata Zulkifli.
Sebelumnya, pemerintah memberlakukan larangan ekspor CPO dan sejumlah produk turunannya agar harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng curah Rp 14.000 per liter tercapai. Namun, kebijakan itu membuat tangki-tangki pabrik pengolah kelapa sawit penuh. Situasi itu kemudian berdampak pada jatuhnya harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani karena TBS tak terserap. Larangan ekspor itu kemudian dicabut dan pemerintah menerapkan kembali kebijakan pemenuhan kebutuhan domestik (DMO).
Program Minyakita ini menjadi salah satu bagian DMO agar pengusaha mendapat izin untuk mengekspor CPO. ”Dengan kemasan seperti ini, produsen bisa lebih leluasa memasarkan, bisa masuk ke pasar mana pun, terutama Indonesia timur. Namun, program minyak goreng curah pun tetap ada. Jadi, ini hanya tambahan,” kata Zulkifli.
Ia menambahkan, pengemasan Minyakita akan diserahkan kepada perusahaan yang mengemasnya. Tak hanya kemasan 1 liter, tetapi juga bisa setengah liter atau 2 liter. Yang jelas, harganya tidak boleh lebih dari Rp 14.000 per liter. Sementara bagi pembeli, ada pembatasan maksimal 10 liter per hari untuk setiap nomor induk kependudukan (NIK). Pembelian dapat dilakukan dengan aplikasi Peduli Lindungi ataupun kartu tanda penduduk (KTP).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta Kementerian Perdagangan mempercepat ekspor CPO dan produk turunannya guna meningkatkan harga TBS secara signifikan. Ia meminta pengali ekspor CPO ditingkatkan, dari lima menjadi tujuh kali (Kompas, Senin 4/7/2022).
Zulkifli menuturkan, peningkatan tersebut dilakukan 1 banding 7 dari sebelumnya 1 banding 5. Misalnya, jika perusahaan telah memenuhi DMO CPO sebanyak 1.000 ton, perusahaan tersebut akan mendapat jatah ekspor CPO 7.000 ton.
Program Minyakita dibuat agar lebih menarik bagi pengusaha ketimbang minyak curah. ”Jadi (untuk Minyakita), diterapkan skema 1,2. Misalnya, perusahaan memenuhi DMO 1.000 ton, maka (perusahaan itu) bisa mengekspor 1.200 ton dikali 7 atau 8.400 ton. Sementara minyak curah hanya 1.000 ton dikali 7 atau 7.000 ton," katanya.
Percepatan ekspor menjadi kunci utama agar pengosongan tangki-tangki pabrik dapat dilakukan hingga akhirnya pengusaha dapat menyerap TBS petani.
Pelaksana Tugas Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia Sahat Sinaga, di sela-sela peluncuran Minyakita, mengemukakan, percepatan ekspor menjadi kunci utama agar pengosongan tangki-tangki pabrik dapat dilakukan hingga akhirnya pengusaha dapat menyerap TBS petani. Ia juga mengusulkan agar bea keluar dan pungutan ekspor didiskon sebesar 25 persen.
”Segera Menkeu (Menteri Keuangan) memutuskan levy (pungutan ekspor) diturunkan 25 persen, (agar harga TBS petani) bisa normal. Harga TBS bisa (naik) ke Rp 2.400 per kilogram,” kata Sahat.
Jual ke Malaysia
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung, Rabu, mengatakan, situasi harga TBS semakin ambruk. Per Selasa (5/7/2022), harga TBS petani swadaya nonmitra perusahaan berkisar Rp 650-Rp 750 per kilogran (kg). Sementara harga TBS petani yang bermitra dengan perusahaan berkisar Rp 1.000-Rp 1.200 per kg.
”Tangki-tangki (pabrik) memang belum penuh total. Masih berputar. Namun, lambatnya ekspor mengakibatkan ketidakpastian di sektor PKS (pabrik kelapa sawit) dan refinary yang berdampak pada harga TBS kami,” kata Gulat.
Ia menambahkan, sejumlah petani di provinsi yang bertetangga dengan Malaysia menjual TBS ke Malaysia karena harga yang jomplang. Di Indonesia, jika masih laku dibeli PKS, TBS dihargai di bawah Rp 800 per kg. Sementara jika dijual ke Malaysia, harga yang didapat berkisar Rp 3.500-Rp 4.500 per kg.
”Menjual ke Malaysia adalah keterpaksaan. Sebab, sawit kami harus tetap panen sepuluh hari sekali dan setelah dipanen hanya bisa bertahan dua hari. Hingga sekarang, hasil pemantauan di provinsi yang bertetangga dengan Malaysia, (petani sawit) masih tetap melakukan itu. Saudara-saudara kami di perbatasan beruntung mendapat solusi,” kata Gulat.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, menilai, pemerintah tidak menggunakan helicopter view atau melihat setiap detail terkait penanganan kisruh minyak goreng. Penanganan lebih banyak didorong terkait DMO. Sementara di hulu, petani sawit terabaikan karena harga TBS yang anjlok.
”Kejadian ini kan efek sebelumnya (pelarangan ekspor). Dalam sebulan harga TBS bisa naik dengan catatan ekspor berjalan, begitu juga DMO-nya. Yang terpenting ialah bagaimana pelaksanaan di lapangan ini diawasi. Jadi, pemerintah harus mengunakan helicopter view, tidak hanya 1-2 perspektif saja dalam masalah ini,” ujarnya.