Merasakan Langsung Gojek-nya Vietnam
Gojek sebagai perusahaan anak bangsa, melakukan ekspansi ke Vietnam sejak tahun 2018. Kala itu mereka memulai dengan nama Go-Viet. Lantas bagaimana kabarnya kini? Dan apa beda Gojek Vietnam dengan Gojek di Indonesia?
Fasilitas transportasi menjadi kebutuhan penting warga kota metropolitan termasuk di Hanoi. Transportasi juga menjadi salah satu penunjang penting dalam suksesnya hajatan besar seperti SEA Games Vietnam 2021 kali ini.
Bagi wisatawan yang datang dari luar Vietnam, transportasi dibutuhkan untuk mengantar dari ke penginapan menuju arena-arena pertandingan atau ke lokasi wisata. Sebagai orang asing, wajar bila timbul kekhawatiran akan dipatok harga yang terlalu mahal.
Beruntung di Vietnam sudah ada aplikasi transportasi. Setidaknya saya melihat pengemudi Grab maupun Gojek berseliweran di jalanan kota Hanoi.
Gojek sebagai perusahaan anak bangsa, melakukan ekspansi ke Vietnam sejak tahun 2018. Kala itu mereka memulai dengan nama Go-Viet. Lantas bagaimana kabarnya kini? Apa beda Gojek Vietnam dengan Gojek di Indonesia? Untuk mendapatkan jawabannya, saya menjajal memesan gojek untuk mengantar perjalanan saya ke sejumlah destinasi.
Saat membuka google play store dan mengetikkan Go-Viet, saya tak menemukan aplikasi yang dimaksud. Justru ada aplikasi gojek di tempat teratas. Saya pun membuka aplikasi Gojek dan langsung disambut tulisan “Selamat Datang di Vietnam”.
Baca juga: ”Pesta” yang Samar, tetapi Terasa
Tak Ada Go-Viet
Di aplikasi itu, sama sekali tak tampak tulisan Go-Viet. Logo maupun brand-colour merah yang jadi khas Go-Viet sama sekali tak tampak.
Seiring dengan itu, tampil beberapa penawaran program dan produk yang ada di halaman aplikasi Gojek berubah. Semua menjadi produk Vietnam, lengkap dengan tulisan yang tidak saya mengerti. Beruntung tombol fitur-fitur tidak berubah, masih menggunakan bahasa Indonesia.
Hari itu saya mencoba memesan Gojek untuk mengantarkan ke Stadion My Dinh. Proses pemesanan Gojek tak ada bedanya dengan di Indonesia. Hanya saja, bahasa yang digunakan oleh pengemudi gojek tentu menggunakan bahasa lokal Vietnam. Beruntung ada fitur translate yang membuat saya mengerti apa yang ia tulis di kolom chat.
Tak berapa lama, Gojek pesanan saya tiba. Sebuah motor Honda Wave Alpha dengan pengemudi bernama Pham Xuan Duong sudah menanti saya di plataran penginapan.
Xuan mencoba memastikan kembali bahwa saya adalah benar penumpangnya. Dia menunjukkan kepada saya aplikasi gojek di telpon genggamnya. Saya tak tahu apa artinya tulisan di layar itu, yang saya tahu ada nama saya di aplikasi tersebut.
Perjalanan dari penginapan ke Stadion My Dinh berjarak 4,5 km. Untuk jarak tersebut saya harus membayar 30.000VND atau sekitar RP 26.000.
Baca juga:Mencoba ”Nge-drip” Langsung di Negara Asalnya
Berbeda
Lantas apa saja yang berbeda dari Gojek Indonesia dan Gojek Vietnam? Hal yang tampak berbeda dan cukup mencolok ialah helm yang digunakan pengemudi dan penumpang. Helm tersebut jamak dan wajar di Vietnam. Namun, tentu berbeda dengan helm yang ada di Indonesia.
Helm yang digunakan menyerupai topi. Helm tersebut hanya menutup bagian atas kepala saja. Bagian telinga sama sekali tak tertutup oleh helm. Sebagian orang Indonesia mungkin akan menyebutnya sebagai helm gayung.
“Ini kalau di Indonesia pasti bakal kena tilang. Helmnya sama sekali tidak SNI,” batin saya.
Selain helm, perbedaan yang tampak ialah tas berbentuk kubus yang terbuat dari kain dan diletakkan di bagian depan diapit lutut pengemudi. Kotak itu digunakan untuk menyimpan helm, makanan, atau benda yang dikirim.
Jaket yang digunakan oleh pengemudi Gojek di Vietnam juga terkesan lebih bagus. Bahannya tebal namun, tidak membuat panas penggunanya. Harus diakui, kondisi jaket para pengemudi di Vietnam juga lebih bersih dibandingkan kebanyakan pengemudi Gojek di Jakarta.
Kendati demikian, untuk performa kendaraan, Gojek di Indonesia saya rasa jauh lebih baik. Beberapa kali saya menggunakan Gojek Vietnam, saya kerap mendapat kendaraan yang seolah tidak punya daya.
Kendaraan hanya mampu berjalan 40 kilometer per jam di jalanan yang lengang. Semula saya berpikir itu karena berat saya yang mencapai 100 kilogram. Namun, toh dengan berat badan yang sama, motor Gojek di Indonesia tetap lebih bertenaga saat mengangkut saya.
Selain kondisi motor, saya kerap merasakan, pengemudi kerap tidak mengurangi persneling saat berbelok atau bahkan berhenti. Sehingga motor seolah mengejan, kehilangan tenaga.
Kondisi itu tidak hanya dialami oleh pengemudi Gojek. Saat saya menjajal Grab, yang jadi salah satu kompetitornya, pengalaman yang sama juga saya rasakan.
Baca juga: Dari Penyambutan hingga Akomodasi Suporter, Bentuk Dukungan KBRI di Hanoi
Pilihan
Kendati demikian, menggunakan trasnportasi berbasis aplikasi adalah kemudahan bagi orang asing seperti saya. Banyak teman mewanti-wanti untuk berhati-hati dengan ongkos taxi yang kadang-kadang “ajaib”.
Bila ditanya, “saat di Vietnam lebih enak pakai Gojek atau Grab?” saya tidak akan spesifik memilih salah satu. Gojek kerap memberikan harga yang lebih murah dibandingkan Grab. Selisih harga bisa mencapai 10.000VND-20.000VND atau setara dengan Rp 6.000 sampai Rp 12.000.
Namun, Gojek kerap lebih sulit ditemukan. Kalaupun dapat, tidak jarang pengemudi menolak pesanan. Hang Nga, salah satu warga Vietnam menyebut, di negaranya, Grab lebih populer.
“Saya rasa, di Vietnam lebih banyak pengguna dan pengemudi Grab. Mungkin karena Grab datang ke Vietnam lebih awal,” ujarnya.
Ada satu kesamaan yang saya temui di Vietnam dan di Indonesia. Tidak lain soal pengemudi aplikasi yang berdiri di dua kaki. Ia mitra Gojek sekaligus pengemudi Grab. Hal itu tampak dari pengemudi yang saya pesan di aplikasi Grab, tetapi menggunakan helm Gojek.
“Ya saya pengemudi di Grab dan Gojek. Saya lakukan agar saya dapat banyak penumpang,” ujar dia yang namanya saya sembunyikan.
Deputy Chief of Corporate Affairs Gojek Audrey Petriny menjelaskan, Gojek memulai layanan di Vietnam pada tahun 2018, dengan merek awal GoViet. Seiring dengan ekspansi di Asia Tenggara, nama GoViet diubah jadi Gojek sejak Agustus 2020 sesuai brand di Indonesia dan Singapura.
“Tak hanya perubahan nama, aplikasi Gojek di Indonesia, Vietnam, dan Singapura juga diintegrasikan untuk memudahkan konsumen menggunakan aplikasi Gojek di tiga negara itu. Jadi, konsumen Gojek di Indonesia bisa mudah menggunakan aplikasi Gojek di Singapura dan Vietnam, begitu juga sebaliknya,” tutur Audrey
Di Vietnam, lanjut Audrey, Gojek menghubungkan lebih dari 200.000 mitra pengemudi dan puluhan ribu mitra pedagang ke jutaan konsumen Vietnam. Gojek di Vietnam juga dipimpin oleh tim yang terdiri dari SDM lokal berbakat yang punya semangat menciptakan dampak sosial di Vietnam.
Gojek bukanlah satu-satunya perusahaan Indonesia yang melakukan ekspansi atau berinvestasi di Vietnam. Duta Besar Indonesia untuk Vietnam Denny Abdi yang saya temui di KBRI Hanoi menyebut, ada 30 perusahaan Indonesia yang turut mengepakkan sayap bisnisnya di sini. Beberapa diantaranya adalah, Ciputra, Ruang Guru, Treveloka, Sosiola, dan Semen Indonesia.Tonton juga: