Produsen Minyak Goreng Curah Belum Terima Bayaran Subsidi
Penyaluran minyak goreng curah bersubsidi masih menghadapi sejumlah kendala, antara lain pembayaran klaim subsidi ke produsen belum cair serta kesulitan produsen mendapat distributor di tingkat kabupaten/kota.
Oleh
agnes theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sudah lewat satu bulan sejak program penyediaan minyak goreng curah bersubsidi bagi masyarakat serta usaha mikro dan kecil digulirkan, tetapi penyalurannya masih menjumpai sejumlah kendala. Akibatnya, harga minyak goreng curah di pasaran jauh di atas harga eceran tertinggi.
Salah satu masalah, sampai hari ini produsen belum menerima pembayaran subsidi untuk pengadaan minyak goreng curah tahap pertama. Penyaluran juga terkendala karena kesulitan produsen menemukan distributor di tingkat kabupaten/kota.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga dalam diskusi terbatas dengan Kompasmengatakan, ada 42 produsen minyak goreng sawit yang sampai sekarang masih menunggu pembayaran subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Mereka telah mengajukan klaim biaya ratusan miliar rupiah untuk realisasi penyaluran 300.000 ton minyak goreng curah periode 16-31 Maret 2022. Menurut dia, jika sampai minggu ketiga bulan ini pembayaran belum dilakukan, pengusaha bisa kehabisan modal kerja dan akan kesulitan menyuplai minyak goreng curah untuk penyaluran tahap berikutnya.
Hal ini akan berdampak pada keberlanjutan program penyediaan minyak goreng bersubsidi bagi masyarakat serta usaha mikro dan kecil. ”Kalau sampai minggu depan tidak ada pembayaran, risikonya bisa luar biasa karena produsen bisa skeptis dan tidak mau menyuplai lagi,” kata Sahat, Rabu (13/4/2022).
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 8 Tahun 2022, perusahaan minyak goreng sawit yang menjalankan komitmen penyediaan minyak goreng curah akan mendapat dana pembiayaan dari BPDPKS. Besaran dana berasal dari selisih antara harga acuan keekonomian saat memproduksi dan mendistribusikan minyak goreng curah dengan harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan pemerintah.
Estimasi biaya yang akan dibayar ke setiap produsen adalah Rp 4.930 per liter meski jumlahnya bisa bervariasi, bergantung pada permohonan biaya yang diajukan. Untuk memperoleh dana pembiayaan minyak goreng curah itu, produsen harus menyertakan dokumen laporan rekapitulasi dan bukti transaksi penjualan ke setiap distributor dan pengecer serta menyertakan faktur pajak.
Seluruh dokumen itu harus dilengkapi saat mengajukan permohonan pembayaran ke BPDPKS melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) Kementerian Perindustrian. Permohonan itu kemudian akan diverifikasi dalam dua tahap, yakni oleh Direktur Jenderal Agro Kemenperin serta oleh BPDPKS dengan menggunakan jasa verifikator hasil lelang terbuka.
Menurut Sahat, produsen sudah memenuhi semua persyaratan dokumen yang dibutuhkan untuk pembayaran. Namun, sampai hari ini, prosesnya masih terhambat di tahap verifikasi. ”Saya dapat informasi, mereka belum menemukan verifikator untuk mengesahkan klaim para produsen ini sehingga pengajuan klaim melalui sistem error terus,” ujarnya.
Produsen sudah memenuhi semua persyaratan dokumen yang dibutuhkan untuk pembayaran. Namun, sampai hari ini, prosesnya masih terhambat di tahap verifikasi.
Ia berharap pemerintah dan BPDPKS segera mencari solusi untuk mempercepat proses verifikasi klaim supaya alur produksi minyak goreng curah untuk tahap kedua pada bulan April ini tidak terkendala. ”Ini harus cepat diselesaikan supaya industri percaya dan mau ikut dengan sistem yang sekarang memang lagi ingin ditertibkan,” kata Sahat.
Terkait hal ini, Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri mengatakan, proses verifikasi klaim subsidi oleh 42 perusahaan tersebut masih dalam proses pengadaan lelang jasa survei verifikator oleh BPDPKS. ”Kalau sudah ada pemenang lelangnya, maka verifikasi klaim produsen minyak goreng curah bisa langsung dilaksanakan,” katanya.
Ia mengatakan, pemerintah akan memprioritaskan verifikasi klaim subsidi periode 16-31 Maret 2022 agar bisa segera cair. Apalagi, produsen yang mengajukan klaim itu memang sudah menunaikan komitmen menyalurkan minyak goreng subsidi dibandingkan dengan produsen lain.
”Akan dikejar bagaimana caranya supaya ada verifikator dalam waktu cepat. Yang jelas, tetap harus lewat verifikator karena kami tidak bisa hanya mengandalkan data di aplikasi Simirah (Sistem Informasi Minyak Goreng Curah). Kami akan mempersingkat waktu, tetapi tetap mengutamakan good governance,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Perusahaan BPDPKS Achmad Maulizal mengatakan, proses lelang untuk mencari jasa petugas verifikator sudah dilakukan. Adapun dari sisi ketersediaan anggaran, BPDPKS siap membayarkan klaim perusahaan. ”Masih berproses terus, sekarang sudah di tahap verifikator,” ujarnya saat dihubungi.
Di luar kendala pembayaran klaim subsidi, Kemenperin mencatat, dari total 75 perusahaan yang sudah terdaftar di SIINas dan berkontrak dengan BPDPKS masih ada 24 perusahaan yang belum menjalankan komitmennya, baik untuk memproduksi maupun mendistribusikan minyak goreng curah.
Terkait ini, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita telah mengirimkan surat peringatan ke 24 produsen tersebut. Ia berharap perusahaan bisa cepat menjalankan kewajibannya karena permintaan minyak goreng curah diperkirakan akan melonjak pada bulan ini mendekati Lebaran. ”Bagi perusahaan yang sudah menerima surat peringatan, kami harap segera mempercepat penyaluran minyak goreng curah sesuai dengan penugasan yang telah diberikan,” katanya.
Terkait hal ini, Sahat mengatakan, ada dua kendala besar yang dihadapi produsen. Pertama, produsen minyak goreng sawit yang berada di kawasan berikat belum memulai produksi minyak goreng bersubsidi karena masih berupaya mencari distributor pertama dan kedua untuk menyalurkan hasil produksinya.
Sebagian dari mereka belum memiliki jalur distribusi karena selama ini lebih banyak mengekspor hasil produksinya ketimbang dijual secara domestik. ”Bisnis ini soal kepercayaan. Tidak mungkin kita langsung menjual ke distributor yang tidak kita kenal, apalagi kalau tidak ada garansi,” katanya.
Kedua, penyaluran juga terkendala karena masih ditemukan banyak distributor kedua di tingkat kabupaten/kota yang tidak mau dilibatkan dalam program minyak goreng bersubsidi. Ada yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), ada pula yang tidak mau terlibat karena khawatir harus membayar pajak dalam jumlah besar.
”Ada sebagian distributor yang jujur, tetapi tidak mengerti bagaimana mengurus (NPWP), tetapi sebagian besar itu memang mbalelo(sulit diatur),” kata Sahat.