Penyaluran Minyak Goreng Curah Belum Optimal, Distribusi Terus Didorong
Produksi minyak goreng curah bersubsidi oleh 73 perusahaan diklaim sudah mencapai 8.000 ton per hari, di atas kebutuhan nasional. Namun, penyalurannya belum optimal karena pemerintah masih mendata distributor dan agen.
Oleh
agnes theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program penyediaan minyak goreng bersubsidi untuk masyarakat dan usaha mikro-kecil sudah dimulai sejak sepekan lalu. Pemerintah menyebut jumlah produksi minyak goreng curah oleh perusahaan minyak goreng sawit sudah melebihi kebutuhan nasional per hari. Kendati demikian, harga minyak goreng curah di pasaran belum terkendali.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, sudah ada 73 perusahaan minyak goreng sawit yang mendaftar untuk menjadi produsen minyak goreng curah bersubsidi. Sebanyak 72 perusahaan sudah terverifikasi dan 71 perusahaan sudah resmi memiliki kontrak dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk pembiayaan subsidi.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri, Rabu (30/3/2022), mengatakan, 71 perusahaan yang sudah berkontrak dengan BPDPKS itu sudah memproduksi minyak goreng curah di atas kebutuhan nasional sebanyak 8.000 ton per hari. Sebagai perbandingan, kebutuhan nasional adalah 7.800 ton per hari.
Targetnya, mereka diharapkan memproduksi 14.000 ton minyak goreng curah per hari agar membanjiri pasar dan menstabilkan harga. ”Ke depan, jumlah produksi per hari ini bisa naik lagi, bahkan mencapai dua kali lipat dari kebutuhan minyak goreng curah nasional. Sebab, masih ada industri yang baru saja menyelesaikan kontrak dan baru mulai memproduksi,” kata Febri saat dihubungi.
Total jumlah perusahaan minyak goreng sawit yang dilibatkan dalam program minyak goreng curah bersubsidi adalah 73 perusahaan. Pemerintah tidak menerima pendaftaran baru lagi dari industri. ”Sudah mentok jumlahnya. Beberapa perusahaan tidak mendaftar karena KBLI-nya (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia/jenis usaha) tidak sesuai, ada juga yang pabriknya masih dalam pembangunan,” ujarnya.
Kendati produksi sudah berjalan, harga minyak goreng curah belum terkendali. Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, harga minyak goreng curah per 30 Maret 2022 adalah Rp 18.300 per liter, naik 2,81 persen dibandingkan pekan lalu seharga Rp 17.800 per liter dan naik 15,09 persen dibandingkan harga Rp 15.900 per liter dua pekan lalu ketika kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng curah baru diterapkan.
Masih didata
Terkait itu, Febri mengatakan, di beberapa provinsi, seperti Sumatera Utara dan Jawa Barat, minyak goreng curah mulai mudah ditemukan di pasaran, meski harganya belum turun hingga mencapai HET. Di Sumut, harga minyak goreng curah adalah Rp 17.693 per liter, sementara di Jabar Rp 19.352, masih di atas HET Rp 14.000 per liter.
Namun, di beberapa titik lainnya, penyaluran memang belum optimal. ”Di beberapa titik belum sampai ke tingkat agen pengecer. Sekarang kami sedang mengonsolidasikan sampai tingkat distributor 1 (provinsi) dan 2 (kabupaten/kota). Agen pengecer ini ada banyak dan masih kami kejar pendataannya, di pasar tradisional saja, ada 18.386 agen,” katanya.
Pendataan distributor dan agen ini sedikit terkendala karena Kemenperin mensyaratkan nomor pokok wajib pajak (NPWP), sementara banyak distributor tingkat kabupaten/kota dan agen pengecer yang tidak memiliki NPWP.
Proses pendataan ini sedikit terkendala karena Kemenperin mensyaratkan nomor pokok wajib pajak (NPWP), sementara banyak distributor tingkat kabupaten/kota dan agen pengecer yang tidak memiliki NPWP.
”Sepertinya untuk sementara akan kami toleransi dulu, distributor dan agen dengan omzet di bawah Rp 500 juta cukup memakai KTP, tidak perlu NPWP. Di atas Rp 500 juta baru butuh NPWP. Supaya target minyak goreng bersubsidi ini cepat dulu sampai ke konsumen,” tutur Febri.
Faktor lainnya adalah karena produksi baru dimulai pada 24 Maret 2022 meskipun kebijakan HET sudah keluar sejak 16 Maret 2022. Selain itu, perusahaan mendaftar secara bertahap sehingga produksi tidak bisa langsung mencapai target. ”Kontraknya baru mulai sekitar 24 Maret, jadi memang baru mulai diproduksi,” katanya.
Klaim subsidi
Terkait masih ada perusahaan yang mengkhawatirkan syarat kelengkapan administrasi untuk mengklaim pembayaran subsidi dari BPDPKS, Febri mengatakan, kebijakan yang ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 8 Tahun 2022 sudah jelas.
Menurut dia, belajar dari pengalaman sebelumnya, pemerintah bertekad lebih tertib dalam pendataan dan verifikasi. Oleh karena itu, permenperin mengatur syarat administrasi dan kewajiban pendataan secara lebih detail. Kendati demikian, pemerintah akan membantu menagihkan biaya selisih harga keekonomian dengan HET ke BPDPKS jika perusahaan terkait sudah terverifikasi.
”Syarat klaim sudah diatur, agar ada justifikasi untuk bukti yang harus mereka siapkan. Kami juga akan memperkuat pemantauan lewat aplikasi Si Mirah (Sistem Informasi Minyak Goreng Curah), dengan verifikator untuk mengecek kebenaran klaim. Kami juga akan membantu menagih ke BPDPKS,” katanya.
Seperti diketahui, Permenperin No 8/2022 mengharuskan perusahaan untuk mencantumkan informasi lengkap kapasitas dan rencana produksi, rencana penggunaan bahan baku minyak sawit (CPO), rencana distribusi, informasi jumlah minyak goreng curah yang akan didistribusikan, profil jaringan distribusi dan lokasi tujuan distribusi, serta rencana waktu pelaksanaan distribusi.
Besar biaya subsidi yang akan dibayarkan BPDPKS ke industri akan bergantung pada perhitungan biaya produksi dan distribusi yang dikeluarkan setiap perusahaan, diselisihkan dengan harga jual sesuai HET. Dana akan cair dalam waktu lima hari setelah perusahaan mengajukan klaim dan diverifikasi oleh Kemenperin.
Kepala Divisi Perusahaan BPDPKS Achmad Maulizal mengatakan, berdasarkan arahan terbaru dari pemerintah, besar anggaran program minyak goreng bersubsidi ditambah menjadi Rp 8,35 triliun untuk kebutuhan 1,2 juta kiloliter minyak goreng curah. Sebelumnya, anggaran yang disiapkan adalah Rp 7,28 triliun.
Hal itu juga dipaparkan Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurachman dalam rapat kerja dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu. ”Anggaran ditambah karena melihat kondisi harga minyak kelapa sawit (CPO) terkini, besaran penyaluran, serta harga keekonomiannya,” kata Achmad saat dihubungi terpisah.
Ia mengatakan, sejauh ini belum ada perusahaan yang mengajukan reimburse klaim selisih biaya produksi minyak goreng curah bersubsidi. Namun, ia memastikan pihaknya siap memenuhi dari segi kesiapan anggaran dan ketepatan waktu pembayaran klaim subsidi tersebut. ”Kemungkinan nanti bulan April baru mulai ada yang me-reimburse,” ujarnya.