Minyak Goreng yang Mendadak ”Banjir” Jadi Bahan Pendalaman KPPU
Telah menemukan satu bukti, KPPU melanjutkan proses penegakan hukum terkait minyak goreng nasional ke tahap penyelidikan. Selanjutnya, KPPU bakal fokus mendalami keterangan terhadap delapan produsen besar minyak goreng.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU pekan ini memulai penyelidikan terkait penjualan atau distribusi minyak goreng nasional. Minyak goreng yang mendadak ”banjir” di pasaran setelah perubahan kebijakan pemerintah akan jadi bahan pendalaman. KPPU juga akan fokus pada delapan produsen besar.
Dua pekan lalu, pemerintah mencabut kebijakan penetapan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng curah dan kemasan yang ditetapkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06 Tahun 2022. Lalu, harga minyak goreng curah disubsidi dengan HET Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram, sedangkan harga minyak goreng kemasan sederhana dan premium dilepas ke mekanisme pasar.
Dengan kebijakan terbaru itu, harga minyak goreng kemasan premium, yang sebelumnya ditetapkan HET Rp 14.000 per liter, melonjak menjadi di atas Rp 20.000 liter. Di saat bersamaan, minyak goreng kemasan, yang sebelumnya langka atau harganya di atas HET, seketika memenuhi rak-rak di ritel-ritel.
”Dari keterangan saksi, misalnya, berapa purchase order sampai dapat barang itu. Artinya, ada fakta bahwa pasca-kebijakan terkait HET dicabut, barang langsung kelihatan. Kelihatannya pun bukan di satu wilayah saja. Di beberapa provinsi secara bersamaan. Ini akan kami dalami,” kata Direktur Investigasi KPPU Gopprera Panggabean, di kantor KPPU, Jakarta, Selasa (29/3/2022).
Gopprera menuturkan, paling tidak, sudah terlihat ada perilaku sama, yakni ada merek-merek yang sebelumnya hilang atau sulit ditemukan, kemudian tiba-tiba bermunculan saat kebijakan dicabut. Pihaknya akan mengaitkan hal itu dengan pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh pelaku usaha saat membahas Permendag tersebut.
Namun, di sisi lain, yang juga menjadi pertanyaan ialah apakah kenaikan harga CPO internasional memang membentuk harga minyak goreng seperti saat ini atau tidak. Ia akan melihat itu, antara lain, dari service level, produksi, dan purchase order. Akan tetapi, pihaknya juga tetap menjunjung asas praduga tak bersalah.
Dalam tahapan sebelumnya, yakni penelitian, KPPU sudah meminta keterangan kepada 44 pihak yang 20 di antaranya merupakan produsen. Adapun pada penyelidikan, pihaknya akan fokus pada delapan produsen. ”Karena yang bisa men-drive harga adalah yang menguasai pasar, sedangkan yang lain bisa jadi price followers,” kata Gopprera.
Ia menambahkan, KPPU telah menemukan satu bukti sehingga bisa masuk ke tahap penyelidikan. Selanjutnya, cukup satu bukti tambahan untuk kemudian masuk pemeriksaan awal sidang Majelis Komisi. Selain saksi, pada penyelidikan, pihaknya juga akan meminta keterangan ahli.
Pada Senin (14/3/2022) atau sehari sebelum ada perubahan kebijakan pencabutan HET, KPPU memberi rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo, terkait penyelesaian persoalan distribusi minyak goreng. Rekomendasi itu terdiri dari jangka pendek atau untuk segera dilakukan dan jangka panjang.
Untuk jangka pendek, KPPU merekomendasikan pemerintah untuk memastikan keberadaan stok CPO dari perkebunan kelapa sawit-industri pengolahan CPO hingga industri pengguna CPO, dengan pelacakan di setiap jalur distribusi. Lalu, pemerintah agar memastikan stok minyak goreng dari produsen, distributor, agen, hingga pedagang eceran (ritel).
Selain itu, pemerintah perlu mendorong pelaku usaha minyak goreng memaksimalkan kapasitas produksinya dan memastikan sampai ke tingkat pengecer. Juga, pemberian insentif bagi pelaku usaha yang mengikuti kebijakan DMO-DPO secara konsisten dan memberi sanksi bagi pelaku usaha yang tak patuh.
”Rekomendasi jangka pendek itu tampaknya bisa diserap. Artinya (setelah rekomendasi diserahkan), ada perubahan kebijakan,” ujar Deputi Kajian dan Advokasi KPPU Taufik Ariyanto.
Sementara itu, untuk jangka menengah-panjang, pemerintah perlu menyediakan insentif untuk mendorong hadirnya produsen baru minyak goreng skala kecil dan menengah (UKM) yang mendekati perkebunan sawit. Pemerintah juga perlu mendorong pelaku usaha perkebunan sawit dan pelaku usaha minyak goreng yang terintegrasi untuk mengalokasikan CPO untuk bahan baku produsen skala UKM.
”KPPU berpendapat perlu ada perbaikan di struktur industri minyak goreng yang terintegrasi dengan perkebunan kelapa sawit. Perlu ada produsen-produsen baru muncul di daerah supaya distribusi minyak goreng bisa merata, agar bisa menjangkau pelosok daerah,” ucap Taufik.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno mendukung serta menghormati proses yang sedang dilakukan KPPU, yang nantinya bisa meningkat lagi hingga ada sanksi administrasi.
Namun, yang jadi pertanyaan konsumen saat ini ialah apakah harga minyak goreng dapat kembali ke semula atau tidak. ”Jadi, harapannya bisa terjangkau oleh masyarakat. Itu lebih penting,” kata Agus.
Agus menuturkan, sejak awal pihaknya menduga ada oligopoli sehingga harus dibongkar dan dijatuhi sanksi. Juga, mengembalikan tatanan ekonomi dengan harga berkeadilan, antara produsen dan konsumen. Namun, kondisi saat ini, disparitas tinggi karena HET (minyak goreng curah) Rp 14.000, sedangkan harga pasar (kemasan) sekitar Rp 24.000.
Menurut dia, apa pun komoditasnya, selama ada dua harga dan disparitasnya sangat tinggi, serta distribusi dilakukan terbuka, ada potensi munculnya permasalahan baru. Oleh karena itu, ia mendorong distribusi subsidi secara tertutup.
Sasarannya ialah agar subsidi sampai ke masyarakat yang berhak mendapat subsidi.
”Bukan berapa jumlah uang yang untuk disubsidi, tetapi berapa jumlah masyarakat yang bisa mengakses harga yang disubsidi tersebut. Kalau dilakukan terbuka, potensi penyimpangan sangat besar,” ujar Agus.
Masih sulit
Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Mujiburohman mengatakan, saat ini minyak goreng curah, secara umum masih sulit didapatkan para pedagang. Sementara minyak goreng kemasan mulai banyak di pasar meskipun ada juga yang masih kesulitan mendapatkannya di beberapa daerah.
Ia berharap pemerintah membuat kebijakan distribusi yang memprioritaskan pedagang pasar. ”Itu untuk menjaga ketersediaan bahan pokok, terutama minyak goreng, di pasar tradisional. Apabila suplai cukup, stabilitas harga juga terjaga. Jika tidak cukup, kami khawatir harapan pemerintah untuk menjaga stabilitas harga tak tercapai," katanya.
Di sejumlah daerah, seperti di Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Bali, minyak goreng curah masih langka. Hal tersebut kemudian dikeluhkan para pedagang. Begitu juga pembeli yang mengeluhkan mahalnya minyak goreng kemasan. (Kompas.id, 29/3/2022)
Ketua DPR Puan Maharani, dalam keterangannya Selasa (29/3/2022), menuturkan, pemerintah harus bisa menstabilkan harga pangan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Ia juga menyoroti masalah minyak goreng yang belum juga terselesaikan, yang juga imbas dari kenaikan harga CPO di tingkat global.
”Meski saat ini stok minyak goreng tidak lagi langka, persoalan harga yang tinggi masih membebani masyarakat. Kami harap pemerintah lebih konsisten menerapkan kebijakan agar tidak menimbulkan ketidakpastian pasar,” ujarnya.