Pengusaha mengusulkan agar kemudahan pencairan dana JHT sebelum pensiun tidak mengusik pengembangan dana pekerja sebagai bekal di hari tua. Pekerja menilai usulan itu berbeda deng kesepakatan terakhir di forum tripartit.
Oleh
agnes theodora
·5 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Sejumlah pekerja proyek sibuk melihat gawai masing-masing saat jam isitirahat makan siang di salah satu lokasi pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Kamis (17/2/2022). Pemerintah diharapkan dapat menunda Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua untuk mengevaluasi kesiapan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebagai pengganti Jaminan Hari Tua (JHT).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah masih merevisi Peraturan Menaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jaminan Hari Tua. Kalangan pengusaha mengusulkan agar porsi pencairan JHT dibedakan antara pekerja rentan dan nonrentan. Sementara pekerja memegang janji pemerintah untuk kembali mengizinkan pekerja mengklaim seluruh dana JHT saat putus kerja.
Saat ini revisi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT masih dibahas di internal pemerintah dengan menampung masukan dari berbagai elemen. Pekan lalu, pemerintah menyatakan akan mengembalikan tata cara pencairan manfaat JHT ke aturan lama, yakni mengizinkan pekerja mengklaim JHT sebelum usia pensiun.
Mengutip Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah seusai pertemuan daring dengan forum Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (LKS Tripnas), ketentuan tentang klaim dana JHT pekerja saat kehilangan pekerjaan akan dikembalikan ke aturan lama, bahkan syaratnya akan dipermudah (Kompas, 10/3/2022).
Meski demikian, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengajukan opsi lain. Dalam usulannya, Apindo setuju bahwa revisi Permenaker No 2/2022 dilakukan untuk memudahkan pekerja mendapat manfaat JHT sebelum usia pensiun. Namun, kemudahan itu dinilai tidak boleh mengusik pengembangan dana JHT pekerja sebagai bekal perlindungan di hari tua.
”Kami berharap keberlanjutan program JHT ini bisa tetap terjaga. Jangan sampai dengan adanya revisi ini, penyelenggaraan JHT terganggu,” kata anggota Bidang Ketenagakerjaan DPP Apindo, Subchan Gatot, yang juga anggota Dewan Pengawas BP Jamsostek, dalam kunjungan ke Kompas, Kamis (10/3/2022).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) saat berkunjung dan bertemu dengan awak Redaksi Harian Kompas di Gedung Menara Kompas, Jakarta, Kamis (10/3/2022). Pertemuan tersebut untuk membicarakan berbagai isu aktual ketenagakerjaan, salah satunya soal implementasi jaminan hari tua.
Oleh karena itu, pengusaha mengusulkan agar pekerja dengan kondisi tertentu, seperti mereka yang kondisi keuangannya rentan dan mereka yang tidak berhak mengakses program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), dibolehkan mengklaim keseluruhan dana JHT-nya saat kehilangan pekerjaan.
Namun, pekerja nonrentan dan mereka yang bisa mengakses manfaat JKP, hanya dibolehkan mencairkan sebagian dana JHT-nya saat putus kerja. Gambaran detailnya, peserta JHT dengan masa iur di bawah 5 tahun dapat mengambil maksimal 50 persen manfaat JHT. Adapun peserta dengan masa iur minimal 5-10 tahun dapat mengambil maksimal 30 persen manfaat JHT.
Sementara itu, peserta JHT dengan masa iur minimal 10 tahun dapat mengambil maksimal 30 persen dari manfaat JHT untuk keperluan perumahan atau maksimal 10 persen dari manfaat JHT untuk keperluan lain seperti persiapan masa pensiun.
”Hasil monitoring saya di beberapa cabang di daerah, ada orang-orang yang mencairkan dana JHT-nya hanya Rp 300.000. Mereka ini mau bagaimanapun juga tidak bisa dipaksa ikut provident fund (tabungan/investasi jangka panjang untuk usia pensiun) karena penghasilannya masih jauh di bawah upah minimum,” kata Subchan.
Mereka ini mau bagaimanapun juga tidak bisa dipaksa ikut provident fund (tabungan/investasi jangka panjang untuk usia pensiun) karena penghasilannya masih jauh di bawah upah minimum.
Rentan dan nonrentan
Ia mengatakan, status pekerja rentan dan nonrentan itu salah satunya bisa dibedakan lewat besaran upah yang diterima. Menurut dia, pekerja yang dibayar dengan upah minimum DKI Jakarta yang besarnya Rp 4,64 juta per bulan tidak masuk kategori rentan. Sementara pekerja rentan adalah mereka yang digaji di bawah upah minimum.
”Kalau masih dibayar dengan gaji upah minimum Jabodetabek, kondisi mereka masih mencukupi untuk diikutkan dalam provident fund,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, anggota DPP Apindo, Anton Supit, mengatakan, skema usulan pengusaha itu dapat menjadi titik temu terkait polemik pencairan JHT. Dengan demikian, pekerja tetap mendapat bantalan sosial-ekonomi lewat pencairan tabungan JHT saat putus kerja, tetapi penyelenggaraan program JHT dan pengembangan dana pekerja juga tetap terjaga.
”Kita mesti akui bahwa banyak pekerja yang sangat membutuhkan uang JHT meski hanya Rp 300.000 pun,” kata Anton.
Ia menilai, polemik seputar JHT terjadi karena ada kesan bahwa Permenaker No 2/2022 dikeluarkan dan diumumkan secara tergesa-gesa. Meski wacana revisi aturan pencairan JHT sempat dibahas bersama perwakilan pengusaha dan buruh di forum LKS Tripartit Nasional, hal itu belum disepakati dan diputuskan di rapat pleno. ”Maksudnya baik, tetapi tidak ada persiapan yang matang,” ujarnya.
Sementara itu, anggota Dewan Pengawas BP Jamsostek, Aditya Warman, menilai opsi yang diajukan Apindo itu dapat menenangkan polemik terkait JHT. ”Kalau salah posisi, JHT tidak akan bisa bertahan. Solusi ini bisa menahan agar riak-riak tidak muncul lagi dan ke depannya akan lebih bagus,” katanya.
Kompas/Bahana Patria Gupta (BAH)
Buruh berunjuk rasa di depan Gedung Grahadi, Kota Surabaya, Jawa Timur, Rabu (1/3/2022). Buruh yang tergabung di Gerakan Serikat Pekerja Jawa Timur (GASPER) menolak Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Buruh terdiri dari serikat buruh dari Pasuruan, Gresik, Sidoarjo, dan Surabaya. Kemacetan lalu lintas tidak bisa dihindari akibat massa menutup sejumlah jalan utama menuju Gedung Grahadi.
Pegang janji pemerintah
Menyikapi hal itu, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengatakan, pekerja tidak setuju jika pencairan dana JHT dibedakan antara pekerja rentan dan nonrentan. Menurut dia, semua pekerja yang kehilangan pekerjaan statusnya sama-sama sedang rentan.
”Kalau hanya bisa dicairkan sekian persen, maka tetap sama saja, tidak bisa menjadi bantalan sosial pekerja saat putus kerja. Lagi pula, bagaimana membedakan mana yang rentan dan nonrentan, namanya kehilangan pekerjaan, semua rentan,” katanya.
Ia pun tetap memegang janji pemerintah bahwa revisi Permenaker No 2/2022 akan mengembalikan lagi aturan pencairan JHT sesuai Permenaker No 19/2015 yang lama. Artinya, pekerja yang putus kerja sebelum usia pensiun, baik karena PHK maupun mengundurkan diri, tetap boleh mencairkan seluruh dana JHT-nya sebelum usia pensiun 56 tahun.
”Kami pegang janji pemerintah. Kami sudah menahan diri untuk tidak ikut turun (berdemonstrasi). Hal ini seharusnya dihargai pemerintah. Jangan kami dininabobokan dengan janji-janji, tetapi kenyataannya ternyata masih bisa diubah-ubah,” ujar Elly.
Hal senada juga disampaikan Wakil Presiden Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Sukitman Sudjatmiko. Menurut dia, dalam pertemuan terakhir LKS Tripartit, unsur pemerintah, pengusaha, dan pekerja sama-sama sudah sepakat untuk mengembalikan tata cara pencairan JHT ke aturan lama seperti di Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Para pekerja proyek di Jakarta Pusat, Rabu (23/2/2022). Pemerintah masih menampung sejumlah masukan terkait revisi terkait Permenaker No 2/2022 tentang aturan baru pencairan Jaminan Hari Tua yang menuai penolakan publik. Ombudsman RI mengusulkan agar revisi dapat dilakukan dengan penataan sistem jaminan sosial nasional.
Pertemuan saat itu juga sepakat untuk memudahkan syarat pengambilan manfaat JHT sebagaimana yang diatur dalam Permenaker No 2/2022. ”Bagi kami, keputusan itu masih yang terbaik untuk saat ini. Harapannya, ke depan perlu ada juga perubahan aspek filosofi JHT dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional agar selaras antara regulasi dan fakta kebutuhan pekerja,” ujar Sukitman.
Ia mengatakan, minggu depan rencananya draf revisi permenaker yang baru akan dibahas dalam rapat pleno LKS Tripartit Nasional. ”Semoga pengusaha yang tergabung di Apindo tidak ada perbedaan pendapat lagi,” katanya.