Pembelian Minyak Goreng Satu Harga di Ritel Modern Dibatasi
Aprindo meminta masyarakat tidak tergesa-gesa berbelanja dan membeli minyak goreng secara berlebihan. Masyarakat tidak perlu khawatir kekurangan stok minyak goreng satu harga karena pemerintah akan menjamin pasokannya.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembelian minyak goreng satu harga yang disubsidi dari dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit di gerai dan toko ritel modern dibatasi maksimal 2 liter. Hal ini guna mengantisipasi panic buying atau pembelian secara berlebihan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey mengatakan, Aprindo telah menyediakan minyak goreng kemasan sederhana dan premium satu harga, yaitu Rp 14.000 per liter, di jaringan gerai dan toko ritel modern per 19 Januari 2022. Hal itu dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah untuk menstabilkan harga dan menyediakan minyak goreng harga terjangkau bagi masyarakat.
Penyediaan minyak goreng satu harga itu menggunakan stok lama atau yang ada saat ini sembari menunggu pasokan dari produsen dan distributor yang telah mendapat penugasan dari pemerintah.
”Agar dapat diakses masyarakat secara merata, kami membatasi pembeliannya maksimal 2 liter minyak goreng,” kata Roy melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (19/1/2022) malam.
Agar dapat diakses masyarakat secara merata, kami membatasi pembeliannya maksimal 2 liter minyak goreng.
Pada pelaksanaan perdana kebijakan minyak goreng satu harga, minyak goreng kemasan sederhana dan premium di sejumlah minimarket di Tangerang Selatan, Banten, banyak dicari warga. Pada Rabu siang, dua minimarket sudah kehabisan minyak goreng. Sementara itu, harga minyak goreng kemasan di warung-warung kebutuhan pokok masih tinggi, yaitu di kisaran 21.000 per liter hingga Rp 22.000 per liter.
Roy juga meminta agar masyarakat tidak tergesa-gesa berbelanja dan membeli minyak goreng secara berlebihan. Masyarakat juga tidak perlu mengkhawatirkan ketersediaan atau kekurangan stok minyak goreng satu harga di gerai dan toko ritel modern lantaran pemerintah akan mencukupinya.
”Berbelanjalah secara normal dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan. Pemerintah, melalui Kementerian Perdagangan, telah berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, dalam hal ini minyak goreng, dengan harga terjangkau,” ujarnya.
Untuk menstabilkan harga minyak goreng yang rata-rata nasional harganya Rp 17.000 per liter-Rp 20.000 per liter, pemerintah menggulirkan kebijakan minyak goreng satu harga. Melalui kebijakan itu, semua minyak goreng, baik kemasan premium maupun kemasan sederhana, akan dijual setara, seharga Rp 14.000 per liter, untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga serta usaha mikro dan kecil.
Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 03 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Kebijakan yang berlaku selama enam bulan ini mulai digulirkan per 19 Januari 2022 pukul 00.01.
Pada awal penerapan, penyediaan minyak goreng satu harga akan dilakukan melalui ritel modern yang menjadi anggota Aprindo. Adapun untuk pasar tradisional akan diberikan waktu satu minggu untuk menyesuaikan.
Jumlah minyak goreng satu harga dan bersubsidi tersebut yang akan digelontorkan itu sebanyak 1,5 miliar liter. Dana subsidi dan juga biaya distribusi untuk daerah-daerah terpencil dialokasikan dari dana pungutan ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu lalu, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, GIMNI mendukung kebijakan minyak goreng satu harga itu. Hal ini agar masyarakat dapat membeli minyak goreng yang merupakan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau.
Lonjakan harga minyak goreng di dalam negeri terjadi lantaran imbas kenaikan harga CPO global. Meski Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia, masih banyak produsen industri minyak goreng yang tidak terintegrasi dengan industri sawit.
Pada 2019, konsumsi CPO domestik mencapai 31 persen dari total produksi sawit nasional. Kemudian pada 2021, konsumsi CPO domestik itu meningkat menjadi 35 persen dan pada 2022 diprediksi meningkat menjadi 37 persen.
Hal ini, lanjut Sahat, membuat mereka membeli CPO yang merupakan bahan baku minyak goreng dengan acuan harga internasional. Indonesia dapat menjadi price leader (penentu harga) apabila 60 persen produksi sawit dikonsumsi oleh domestik.
”Pada 2019, konsumsi CPO domestik mencapai 31 persen dari total produksi sawit nasional. Kemudian pada 2021, konsumsi CPO domestik itu meningkat menjadi 35 persen dan pada 2022 diprediksi meningkat menjadi 37 persen,” katanya.