Dua Juta Kiloliter Minyak Goreng Bersubsidi Akan Digelontorkan
Dua juta kiloliter minyak goreng kemasan sederhana bersubsidi akan digelontorkan. Dana subsidi yang dibutuhkan sebesar Rp 3 triliun-Rp 3,5 triliun. Dana itu berasal dari dana pungutan ekspor CPO yang dikelola BPDPKS.
Oleh
Hendriyo Widi
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana menggelontorkan 2 juta kiloliter minyak goreng kemasan sederhana bersubsidi untuk mengendalikan lonjakan harga minyak goreng di dalam negeri. Subsidi minyak goreng dengan harga terjangkau Rp 14.000 per liter itu akan menggunakan dana kelolaan sawit.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, kebijakan itu akan diputuskan dalam rapat Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang dipimpin di Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto selaku Ketua Komite Pengarah BPDPKS pada Rabu (5/1/2021). Kebutuhan dana kelolaan sawit yang akan digunakan dan periode subsidi tengah dimatangkan dan akan diputuskan juga dalam rapat tersebut.
”Perkiraan dana pungutan ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang dikelola BPDPKS yang dibutuhkan untuk subsidi itu sebesar Rp 3 triliun-Rp 3,5 triliun. Siapa yang menanggung Pajak Pertambahan Nilai-nya juga belum ditentukan. Sementara lama waktu penggelontoran juga masih akan dibahas, antara setahun atau cukup enam bulan saja,” kata Lutfi ketika dihubungi Kompas, Selasa (4/2/2021).
Perkiraan dana pungutan ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang dikelola BPDPKS yang dibutuhkan untuk subsidi itu sebesar Rp 3 triliun-Rp 3,5 triliun.
Penggunaan dana kelolaan sawit untuk kepentingan pangan, terutama mengendalikan lonjakan harga minyak goreng, diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, Pasal 11 Ayat (2) dan (3).
Pasal 11 Ayat (2) regulasi itu menyebutkan, penggunaan dana yang dihimpun dari pungutan ekspor kelapa sawit digunakan untuk kebutuhan pangan. Kemudian di pasal yang sama Ayat (3) disebutkan, kebijakan penggunaan dana itu harus ditetapkan Komite Pengarah dan memperhatikan program pemerintah.
Sebelumnya, pada Senin (3/1/2022) malam, Presiden Joko Widodo meminta Menteri Perdagangan untuk menjamin stabilitas harga minyak goreng di dalam negeri karena harga minyak sawit mentah di pasar ekspor sedang tinggi. ”Sekali lagi, prioritas utama pemerintah adalah kebutuhan rakyat. Harga minyak goreng harus tetap terjangkau. Jika perlu, Menteri Perdagangan bisa melakukan lagi operasi pasar agar harga tetap terkendali,” ujarnya (Kompas, 3 Januari 2022).
Kementerian Perdagangan mencatat, per 3 Januari 2022, rata-rata nasional harga minyak goreng curah Rp 17.900 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 18.500 per liter, dan minyak goreng premium Rp 20.300 per liter. Harga tersebut masih bertahan tinggi sejak merangkak naik sekitar tiga bulan lalu. Kenaikan harga minyak goreng itu dipengaruhi lonjakan harga CPO dunia yang saat ini sebesar 1.340 dollar AS per ton.
Disparitas harga minyak goreng di setiap daerah juga masih cukup tinggi. Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan, harga minyak goreng kemasan sederhana tertinggi berada di Papua, Maluku, dan Sulawesi Selatan, yaitu di kisaran Rp 20.000 per liter-Rp 20.111 per liter. Sementara, harga terendah berada di Jawa barat dan Kalimantan Timur, masing-masing Rp 17.033 per liter dan Rp 17.200 per liter.
Menurut Lutfi, sembari menunggu realisasi kebijakan penggelontoran minyak goreng bersubsidi itu, operasi pasar minyak goreng dengan harga terjangkau, yakni Rp 14.000 per liter, juga terus berjalan. Operasi pasar itu dilakukan melalui jaringan ritel modern dan pemerintah daerah.
Kementerian Perdagangan juga telah berkoordinasi dengan produsen dan distributor serta pemerintah daerah untuk terus memastikan ketersediaan minyak goreng di pasar tradisional sehingga tidak terjadi kelangkaan.
”Stabilitasi harga kebutuhan pokok ini, termasuk minyak goreng, merupakan mandat Presiden. Kami akan melakukan berbagai upaya agar harga sejumlah pangan pokok tetap terkendali dan pasokan tetap stabil,” ujarnya.
Komoditas pangan lain yang harganya masih tinggi adalah telur ayam ras dan aneka jenis cabai, kendati sudah ada yang mulai turun. Merujuk data SP2KP Kemendag, rata-rata nasional harga cabai merah besar Rp 44.100 per kg, cabai merah keriting Rp 46.900 per kg, dan cabai rawit merah Rp 88.100 per kg. Dibandingkan dengan akhir tahun lalu, harga aneka jenis cabai merah itu turun masing-masing 3,96 persen, 2,09 persen, dan 0,45 persen.
Adapun rata-rata nasional harga telur ayam ras per 3 Januari 2021 sebesar Rp 30.400 per kilogram (kg), naik dari akhir tahun lalu yang harganya Rp 30.100 per kg.
Ketua Umum Asosiasi Peternak Layer Nasional Musbar Mesdi menuturkan, setiap periode hari raya keagamaan, harga telur ayam ras memang naik di kisaran 10-15 persen dari harga normal. Namun pada 2021, kenaikan harga telur dipengaruhi juga oleh lonjakan harga pakan sekitar Rp 8.000 per kg dan biaya logistik dari Rp 4.000 per kg menjadi Rp 6.800 per kg.
Harga pakan melonjak seiring dengan kenaikan harga bahan baku yang sebagian besar masih diimpor. Bahan baku pakan impor itu, misalnya, bungkil kedelai dan meat bone meal (MBM) yang porsinya sekitar 50-60 persen.
”Adapun jagung yang porsinya 40-50 persen memang tidak lagi diimpor. Akan tetapi, harganya juga naik akibat imbas harga jagung global dan keterbatasan stok di dalam negeri,” katanya.
Kenaikan harga telur dipengaruhi juga oleh lonjakan harga pakan sekitar Rp 8.000 per kg dan biaya logistik dari Rp 4.000 per kg menjadi Rp 6.800 per kg.
Musbar juga menyatakan, keuntungan atas kenaikan harga telur ayam tidak hanya dinikmati para pemasok dan pedagang. Peternak juga mendapatkan keuntungan 4-10 persen. Sepanjang 2021, baru pada akhir tahun peternak benar-benar bisa merasakan keuntungan.
Lutfi memastikan, harga cabai dan telur ayam ras akan berangsur-angsur turun pada Januari ini. Kenaikan harga kedua komoditas ini memang biasa terjadi setiap periode hari raya keagamaan dan tahun baru.
Kenaikan harganya juga dapat dinikmati petani dan peternak. Khusus telur ayam ras, rata-rata harganya sepanjang 2021 sebesar Rp 21.000 per kg, lebih rendah dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp 24.000 per kg.